Hail POV
Sepanjang yang kuingat, aku tidak pernah punya seorang ayah. Namun, di hari pemakaman ibuku, seseorang yang menyebut dirinya sebagai ayahku itu muncul. Almeta Amber, salah satu dari tiga penguasa kota Jade Vine. Amber, Ghea dan Ester. Amber yang memonopoli seluruh pertambangan yang ada, Ester yang menguasai seluruh bisnis hiburan dan pangan. Serta yang terakhir Ghea, penguasa bisnis minuman keras dan senjata, pemilik dari seluruh perkebunan anggur yang ada.
Pria tua berumur sekitar lima puluhan tahun itu, terlihat mengerikan. Dengan setelan pakaian mahal serba hitam, mata tajam yang seolah bisa menyayat siapa saja yang menatapnya dan empat orang pengawal bertubuh besar berdiri kokoh di belakangnya.
"Mulai hari ini, namamu Hail Amber. Kau akan menjadi salah satu penerusku, putra kedua keluarga Amber," ucapnya.
Aku menatapnya dingin, tak bisa merasakan sebuah kepedulian dari sosok yang mengaku dirinya sebagai seorang ayah. Keluarga asing yang ia bilang akan menjadi keluargaku dan saudara yang bahkan tak pernah kulihat itu, terdengar tak menyenangkan di telingaku.
Hari itu, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke kediaman keluarga Amber. Apa yang terlihat begitu pintu terbuka adalah sesosok wanita paruh baya yang dipenuhi oleh kebencian padaku. Serta dua orang laki-laki di belakangnya, seorang yang sudah cukup dewasa dan seorang lagi terlihat seumuran denganku. Mereka tak menatapku dengan kebencian seperti wanita yang merupakan nyonya rumah itu, tetapi juga tak ada kehangatan yang ditawarkan.
"Aku tak akan pernah menerima anak harammu! Putraku hanya Kenan dan Noir," teriak Fuchia Amber. Sang nyonya rumah yang akan menjadi ibuku mulai saat ini, orang yang pertama kali menolak keberadaanku.
"Itu tak mengubah kenyataan bahwa ia putra keluarga Amber, Fuchia," balas Almeta. Tak ada rasa peduli sama sekali dalam kalimatnya, hanya ada keegoisan dan keangkuhan. Dia tak peduli apakah istri sahnya menerimaku atau tidak, yang ia pedulikan hanyalah seberapa bergunanya aku untuk masa depan keluarganya. Keluarga yang bahkan tak ia cintai.
"Kalau begitu kau harus memilihku atau anak haram itu!" Fuchia yang malang, dia tak bisa melihat betapa tak berperasaannya laki-laki yang menjadi suaminya itu.
"Kau bisa pergi. Yang kubutuhkan hanya ketiga putraku." Jawaban dingin tanpa ragu yang ia dapat. Seorang Almeta Amber tak akan pernah peduli pada istri atau simpanannya, yang ia pedulikan hanya putra yang mereka lahirkan untuknya. Setelah ia mendapatkannya, ia bisa membuang Fuchia dan ibuku dengan sangat mudah.
"Kenan, bawa Hail dan Noir ke dalam," perintahnya.
Kenan yang takut pada ayahnya, segera menarik tanganku dan tangan adiknya. Dia tak akan peduli apakah aku anak simpanan ayahnya atau adik kandungnya. Laki-laki itu terlalu takut untuk membantah, dia cukup cerdas untuk tahu kalau ayahnya bukanlah orang tua yang akan memaafkannya hanya karena dia anaknya.
Ini bukanlah keluarga yang baik, bukan juga tempat yang bisa membuat seorang anak bahagia. Namun, juga merupakan satu-satunya tempat untukku pulang. Kedua saudara tiri yang hanya bisa diam bersandar di balik pintu, sambil mendengarkan pertengkaran orang tua mereka itu, terlihat sama menyedihkannya denganku.
"Ini salahmu! Harusnya kau tak pernah datang ke sini!" teriak Noir, menyalahkanku. Kemudian dia berlari masuk ke kamarnya, setelah mendengar suara tangis putus asa ibunya yang memilih tinggal demi mereka.
Aku menatap Kenan dengan mata yang dingin, menunggu ia menyalahkanku seperti adiknya. Namun, sebagai putra sulung, ia memilih untuk bertingkah layaknya saudara yang baik. Senyuman yang ia berikan padaku terlihat terpaksa, dengan suara yang keluh ia berucap, "Jangan takut, aku akan menjadi abangmu mulai sekarang. Ibu dan Noir hanya sedikit terkejut. Setelah tenang nanti, mereka akan menerimamu, Hail."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Mentari [END]
ActionSejauh yang Hail ingat, ia tak pernah memiliki seorang ayah. Namun setelah kematian ibunya, Almeta Amber datang sebagai sosok ayah yang tak pernah ia harapkan. Kehidupan Hail yang tenang berubah drastis. Sebelum ia sadar, dia telah menjadi pewaris...