Bagian 3

64 10 6
                                    

Glafira POV

Aku sedang memeriksa jurnalku, saat Hail datang membawakan pesananku. Laki-laki yang menjadi tangan kananku itu, pulang dengan kerutan di keningnya. Wajah gantengnya menjadi jelek, sama jeleknya dengan perubahan mood-ku setelah mendengarkan laporannya.

"Coba ulangi lagi," perintahku. Buku jurnalku sudah kuletakkan di atas meja dan bolpoin yang kugunakan sudah kubuang entah ke mana.

"Yasa mengetahui identitas asliku dan sepertinya dia punya bisnis lain dengan Noir." Aku ingin sekali memaki saat Hail mengulang kalimatnya. Aku hanya menyuruhnya pergi mengambil sesuatu dan dia pulang dengan membawa masalah.

Aku tak habis pikir, apa yang bisa membuat rahasia yang kujaga dengan hati-hati itu sampai ke telinga Yasa. Semua rencanaku akan berantakan kalau sampai keluarga Amber tahu Hail masih hidup. Aku memungut dan melatihnya selama ini bukan tanpa alasan atau hanya karena rasa kasihan. Semua ini demi merebut wilayah dan kekuasaan Amber. Aku tak terima kerja kerasku berakhir sia-sia.

Yasa yang kutahu adalah orang paling licik di kota ini. Seseorang yang akan melakukan apa saja demi tujuannya. Orang yang tak pernah ragu untuk menggunakan apa pun yang bisa dipergunakan. Dan yang terburuk, semua orang tahu betapa tak berperasaanya laki-laki itu. Satu-satunya orang yang tahu segala hal yang terjadi di kota ini, juga satu-satunya orang yang tak bisa disentuh oleh ketiga keluarga penguasa. Laki-laki berhati busuk yang punya kepercayaan diri tinggi, hingga mampu untuk memainkan orang-orang berkuasa semau hatinya.

Sisi baiknya, Yasa tak pernah mendukung kubu mana pun. Dan dia punya aturannya tersendiri, aturan yang tak pernah dilanggar demi menjaga posisi netralnya di antara kalangan penguasa. Karena itu pula, tak ada yang akan menghabisinya. Selain karena membutuhkannya, mereka juga percaya padanya selama segala sesuatunya masih berjalan mengikuti aturan main Yasa.

Aku harus tenang. Yasa tak pernah berbicara bila itu tak penting, dia tak mengaku tahu rahasia Hail tanpa tujuan. Aku hanya perlu menyanggupi keinginannya dan dia akan menutup mulutnya dengan rapat. Seorang informan profesional sepertinya punya sesuatu yang disebut dengan kode etik.

"Apa yang Yasa inginkan darimu?" tanyaku memastikan. Sangat yakin kalau Yasa meminta sesuatu pada Hail.

Hail mengeluarkan sebuah foto dari sakunya, memberikannya padaku. Foto seorang aktris teater yang sedang naik daun, Misora Xavier. Seorang gadis muda dengan reputasi yang bagus. Lahir di keluarga baik-baik, tak punya catatan kriminal dan memang tak pernah terlibat dengan orang-orang berbahaya seperti kami.

"Yasa ingin aku menculik dan membawanya ke alamat itu," jawab Hail kemudian.

Aku tak mengerti kenapa Yasa menginginkan orang yang bersih, meminta membawa seseorang tak bersalah padanya. Namun, aku tak peduli dan tak mau tahu. Yang kuinginkan hanyalah bebas dari tekanan rubah busuk itu.

"Maka lakukanlah, tapi ingat ini Hail. Kerjakan sendiri, jangan sampai melibatkan famili di dalamnya dan jika kau tertangkap atau gagal, jangan pernah menyebut nama Ghea. Mengerti?" kuperintahkan Hail untuk melakukan dan aku tahu kalau sejak awal Hail memang akan melakukannya bahkan tanpa kusuruh. Dia hanya datang untuk meminta izin, bukan untuk meminta solusi.

Kami adalah organisasi seperti itu. Menyebut diri kami sebagai keluarga atau famili hanya untuk menyamarkan bentuk organisasi itu sendiri. Sudah menjadi rahasia umum jika keluarga Ghea dan Amber adalah keluarga mafia, lalu Ester yang merupakan keluarga politikus. Ketiga keluarga penguasa hanyalah sebutan lembutnya, untuk menyebut organisasi-organisasi yang kami pimpin.

"Aku tahu," sahut Hail. Kemudian dia pergi melakukan pekerjaan kotor itu, meninggalkanku sendirian di rumah kami. Aku menyebutnya demikian karena kami tinggal bersama. Hanya kami berdua saja, karena aku tak percaya dengan anggota famili lainnya. Itulah kenapa aku keluar dari rumah utama dan membeli rumah ini untuk tinggal berdua saja dengan Hail.

Menanti Mentari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang