Tristful-12

2.6K 409 21
                                    

[warning: alur maju mundur syantikk syantiiik /naq]

***

Jungwoo tidak tahu kenapa ia bisa berada di kantin rumah sakit, lengkap dengan makanan yang tersaji di depannya. Sedangkan Jaehyun pergi entah kemana.

Tanpa selera, ia mengaduk sup ayam yang masih mengepulkan uap panas, nasi perlahan di sendok demi mengisi perutnya yang tidak terasa lapar meski belum makan sejak tadi siang.

Seminggu ini adalah hal paling berat yang pernah ia hadapi. Bertengkar dengan Jaehyun, membuat ayahnya sakit, kabar kehamilan yang membuatnya ingin menyayat pergelangan tangan saja.

Masih segar diingatannya, tiga hari yang lalu pasca pertengkarannya dengan sang suami dengan keputusan untuk bercerai yang sudah disetujui oleh Jaehyun. Ada sedikit kelegaan yang keluar, seolah beban berat di pundaknya terangkat sedikit demi sedikit. Sekarang, tinggal bagaimana meyakinkan sang ayah, bahwa ia memang tidak pernah menginginkan pernikahan dengan lelaki Jung.

Jungwoo menghembuskan napas panjang, menyanggah kepalanya dengan tangan dan mengaduk supnya tanpa minat. Baru dua sendok namun seleranya menurun drastis. Yang terbayang hanya sorot kecewa sang ayah, saat ia bilang; "Aku dan Jaehyun akan segera bercerai." Setelahnya, tuan Kim mengangkat tangan, meminta sang putra semata wayang untuk berhenti bicara dan menyuruhnya keluar.

Dia sangat sadar telah menyakiti hati sang ayah. Tapi, sekali lagi, cinta tidak bisa dipaksa.

***

Setelah berpisah dengan Jungwoo hari itu. Jaehyun mendapati dirinya termenung sangat lama di depan meja dengan berkas yang menutupi hampir separuh tubuhnya.

Beberapa teman mengajaknya untuk keluar, berkumpul di Bar seperti yang lalu. Namun, tangannya malah menekan tombol off pada ponsel dan mengunci benda itu di dalam lemari.

Jungkook yang datang hanya menggelengkan kepala. Nyaris tidak percaya bahwa seorang Jung Jaehyun mengalami fase patah yang teramat dalam. mingyu yang berkunjung bersama Yugyeom tidak membantu banyak, mereka hanya duduk di sofa dan melempar kacang atom satu sama lain.

Hanya Eunwoo yang otaknya berfungsi di saat-saat seperti ini, pemuda itu menyarankan ia untuk kembali menemui Jungwoo. Mungkin, emosi pemuda Kim itu sudah sedikit mereda dan memikirkan ulang keputusannya untuk bercerai.

"Pikirkan baik-baik, Jaehyun. Menikah itu ... bagaimana aku menyebutnya ya? Ikatan sakral? Perjanjian di depan Tuhan untuk saling mengasihi satu sama lain. Kita sama-sama tahu kalau sudah menyangkut Tuhan maka itu bukanlah mainan."

Jaehyun rasanya ingin berteriak bahwa dia sama sekali tidak pernah menganggap ini mainan. Hatinya sudah melempar jangkar dan berlabuh di dermaga hati milik Kim Jungwoo, sayangnya pemuda itu tidak merasakan hal yang sama. Hatinya masih berlayar entah kemana yang jelas belum menambatkan jangkarnya.

"Mari buat ini jadi sederhana." Yugyeom menyahut, "Cinta itu tentang perjuangan, kan? Kalau kau menyerah berjuang terhadap cintamu, silakan berhenti dan katakan pada Jungwoo untuk tidak saling mengenal lagi satu sama lain."

Ia tertegun, sayup-sayup suara tawa teman-temannya terdengar namun yang bisa dia rasakan hanya kerinduan.

***

Malam itu, Jungwoo yakin sudah menyusun kalimat yang tepat saat akan menemui sang ayah. Dengan kaos rumah yang santai beserta tekad yang kuat, ia membuka pintu kamar. Tapi, belum dua langkah kakinya terayun, ada yang bergejolak dalam perutnya, seolah makanan yang ia makan tadi mendesak ingin keluar.

Segera ia ke kamar mandi terdekat, memuntahkan isi perutnya ke atas wastafel. Pelayan yang kebetulan lewat membantunya memijit tengkuk, membuat perasaannya sedikit lebih nyaman.

tristfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang