3.1. Pulang

389 17 2
                                    

Tengah malam itu, seorang pria berwajah manis terbangun dari tidurnya. Tepatnya, ia membuka matanya yang terpejam tapi tak membawanya ke dunia mimpi.
Dilihatnya wajah separuh nafasnya yang tidur nyenyak dihadapannya.
Dengan lembut dia mengusap wajah itu dengan jarinya, lalu disentuhnya pipi orang itu dengan telapak tangannya yang mungil.

Lalu dia merasa ada sesuatu yang hangat membasahi pipinya. Matanya terasa panas dan membuat pandangannya kabur.
Hatinya terasa sesak dan begitu perih, ketika hal-hal yang telah berlalu antara dia dan orang kesayangannya itu, hingga malam ini kesabarannya mencapai garis akhir.

Perlahan ia bangun dari tempat tidurnya, membersihkan diri setelah percintaan beberapa jam sebelumnya, memakai kaos dan outer putih, jeans hitam, memakai sneakersnya, lalu melihat ke arah orang yg tidur tenang dihadapannya, lalu berkata.....

"Papii..... Maafkan aku..."

Setelah menghela nafas yang berat dan dalam, dia pun meninggalkan kamar dan rumah itu.
Sebenarnya dia tak ada tujuan dan tak tahu juga dia mau ke mana. Yang dia rasakan hanyalah dia ingin jauh dari apartemennya.

"..... Jangan khawatir, New. Aku hanya ingin, kau jangan bilang apapun pada P'Tay juga."

"............."

"Kau kan aktor handal. Berpura-puralah aku tak pernah membicarakan ini denganmu."

".............."

"Iya, aku tau. Tapi bisa kan kau membantuku? Tak usah bicara apapun jika ada yg bertanya. Dan aku sudah membereskan semuanya. Aku yakin tak akan ada yang bertanya. Termasuk Mae Godji dan Mae Yuyui."

"..............."

"Ya... Ya... Ya... Aku akan jaga diri. Aku hanya perlu waktu sesaat lagi, sebelum surat itu ku berikan padanya."

"................."

"Mungkin ini yang terbaik untuk ku, New. Apalagi sejak awal kau, P'Tay, dan Papii, kalian memang bersama kan. Aku yakin, kalian bisa menghiburnya. Aku tau dia segila apa jika frustasi."

"................."

"Yeah. Sampai jumpa...."

◇◆◇◆◇◆◇◆◇

"Tay....."

".............."

"Dia benar-benar pergi. Apa yang harus kulakukan?"

"..............."

"Ya, kau benar. Aku memang bodoh. Mengatakan hal itu saja aku tak bisa. Apapun sudah kulakukan untuk 'membayar' kalimat yang tak bisa kukatakan itu. Tapi, mungkin kau benar. Tanpa kusadari, aku sudah membawanya ke titik itu."

"................"

"Bukan aku tak berusaha, Tay. Kalimat itu selalu ada di ujung lidahku. Bahkan setelah semalam pun, aku tetap tidak bisa mengatakannya."

"................"

"Tidak. Aku tahu, dia tahu aku sangat mencintainya. Tapi, aku juga merasakan kesedihannya yang tak bisa kuraih lagi saat dia berteriak menyebut namaku sambil ....."

"................"

"Ya... Ya... Ya... Tunggu.... Tay.... Ini......"

Kesenyapan yang sangat asing menyeruak di kamar itu. Panggilan di telepon pun terabaikan, hingga akhirnya orang di seberang telepon itu menyalakan kamera handphone-nya.

You & MeWhere stories live. Discover now