Chapter 2

664 96 6
                                    

Hari yang begitu melelahkan, saat ini Salazar harus kembali ke Paris untuk bertemu dengan keluarga besarnya. Ibunya yang sangat ingin bertemu dengannya seperti tidak puas bertemu empat kali dalam sebulan. Padahal ia juga datang dan emnghentikan Ibunya jika selalu bekerja hingga melupakan waktu tidurnya.

Karena akan di adakan pesta untu penyambutan Minerva, yang merupakan sepupunya. Ia harus datang sebelum malaikat kecil itu datang, peraturan baru di umumkan demi kenyamanan Minerva. Ibunya benar-benar menyayangi Minerva seperti putrinya sendiri, ia juga mengetahui mengapa Ibunya sangat menyayangi Minerva dan juga ketiga kakaknya. 

Wanita yang menjadi pedoman hidup Ibunya adalah orangtua dari Minerva dan ketiga kakaknya. Salazar sudah beberapa kali mencari informasi tentang Heavenia D'Acretia, tetapi semua data tentang wanita itu lenyap tidak tersisa. Ia tahu jika pasti Arth yang melakukannya agar Lamia tidak dapat menemukan Ibunya.

"Mengapa aku memiliki keluarga yang rumit seperti ini?" keluh Salazar sambil memijat keningnya yang terasa pening.

Perjalanan tidak membutuhkan waktu lama hingga ia sampai di depan gerbang Istana milik Roulette. Seperti biasa penjagaan yang begitu ketat, ia juga dapat melihat beberapa eksekutif menengah yang sedang mempersiapkan keamanan tingkat tinggi.

Setelah sampai di Istana utama, Salazar melangkah masuk kedalam dengan para mafioso yang langsung saja menunduk hormat ke arah Salazar.

"Selamat siang, Tuan Salazar." Sapa para Mafioso dan juga pelayan  yang berjejer rapih di kanan dan kiri Salazar.

Salazar hanya menjawab dengan gumaman, langkah kakinya ia percepat untuk cepat-cepat bertemu dengan Ibunya, karena ia tahu jika kembarannya yang super sialan itu benar-benar menguasai Ibu mereka sendiri. Membuka pintu, Salazar memasuki ruangan yang diberitahukan oleh Ibunya.

Seperti dugaannya, manusia ular yang sayangnya adalah kembarannya itu sudah melilit ibunya sendiri. Semua terlihat sedang berkumpul dan ia paling benci jika Felica di peluk orang lain selain dirinya. Salazar membuka penutup matanya, iris bola matanya sudah berganti warna menjadi merah.

"Prince, lepaskan Mommy atau kau akan menerima hantaman dari Salazar," Neveriaz memperingati setelah melihat kakaknya datang dengan raut wajah yang tidak bersahabat.

"Menyingkir dari Mommy atau kau lebih suka aku menyeretmu keluar?" ujar Salazar menatap tajam kakak kembarnya yang hanya tersenyum mengejek ke arah Salazar.

"Seperti biasa, angkuh dan menyebalkan," jawab Prince sambil melepaskan pelukannya dari tubuh Felica.

Salazar dapat melihat Ibunya yang tersenyum ke arahnya, wanita yang masih terlihat belia itu merentangkan tangan lalu memeluk Salazar. Ibunya selalu saja menganggapnya seperti anak kecil, mungkin karena perasaan bersalah yang selalu terlihat dari iris sejuk milik Felica.

"Apa kabarmu, aku dengar kau sudah bertemu Arth baru-baru ini?"

"Ia sedang pergi ke Kanada untuk menemukan Lamia, aku baik-baik saja jika Cancri atau Arth tidak selalu menyeretku dalama masalah mereka," jawab Salazar sambil mengecup kening Felica.

"Mereka saudaramu," jawab Felica lembut.

Salazar hanya tersenyum dan menyingkirkan Prince dari sisi Felica, daya tarik Ibunya memang adalah sebuah masalah. Siapa pun pasti akan merasa nyaman bersama Felica, termasuk para anak-anaknya yang selalu ingin bersama Felica. Suatu hari ia pernah bertanya pada Felica, mengapa wanita itu tidak menjadi ibu rumah tangga biasa saja, tetapi jawaban yang di berikan Felica terlalu sulit untuk di bantah.

Sebagai kepala keluarga dari keluarga Mafia terbesar di Eropa, benar-benar merupakan beban paling berat dalam hidup. Keturunan Murni yang hanya bisa mengemban menjadi kepala keluarga, karena itu ibunya tidak bisa berbuat banyak. Seringkali ia juga melihat para ayahnya yang menghukum Felica dengan membawa Ibunya itu ke dalam kamar mereka.

Salazar tidak ingin membayangkan apa yang mereka lakukan terhadap Ibunya, yang jelas wajah mereka lebih berseri setelah keluar kamar dalam beberapa hari mengurung diri bersama Felica. Salazar mulai mendengarkan apa yang sedang di katakan Felica. Mengenai beberapa misi yang harus wanita itu dan para ayahnya jalani. 

"Misi yang Mommy jalani lebih berbahya dari tingkat resiko dalam seluruh aspek, sebaiknya Prince yang melakukan misi itu," ujar Salazar sambil menganalisis semua misi yang telah di beritahu oleh Felica.

"Tidak bisa, aku akan melakukannya sendiri," jawab Felica menolak saran Salazar.

"Dad!" Salazar menatap tajam Ayahnya yang hanya diam mengamati.

"Lica, aku tahu aku tidak bisa memintamu untuk membatalkan misi itu. Tetapi, aku tidak akan membiarkanmu melakukannya sendiri,"

"Xavier-"

"Dad, bisakah kau mengurung Mommy? Biarkan kami yang menjalani misi itu," Salamander memotong perkataan Felica sambil menatap Alucard dengan tatapan tajam.

"Salamander!" bentakan Felica terdengar hingga keluar ruangan.

Salazar sudah tidak heran lagi jika Ibunya sudah mulai marah dan kesal, wanita itu tidak pernah mengerti kecemasan yang di alami keluarganya. Melindungi adalah tugas keempat suami dan para anak-anaknya, tetapi Ibunya selalu memendam dan melakukannya sendiri.

Pembahasan tentang misi tidak akan pernah mencapai titik kesepakatan, Salazar mengalihkan pembicaraan tentang kedatangan Minerva kali ini. Entah apa mereka mendengarkan atau tidak sepertinya kedatangan Minerva juga bukan hal yang dapat membuat mereka berhenti bertengkar.

"Mom, bagaimana cara mendapatkan hati seorang wanita?"

Hening, suara pertengkaran mereka bagai hilang dibawa angin. Namun, tatapan mereka semua kini beralih padanya. Melihat para ayah, dan saudara-saudaranya menyeringai ke arahnya, merupakan langkah yang berbahaya daripada ia harus terus mendengar pertengkaran mereka yang tidak ada habisnya.

Sudut bibir Felica terlihat berkedut saat mendenger pertanyaan Salazar. Demi apapun, Felica selalu memberikan banyak wanita untuk Salazar dan berakhir hanya menjadi budak putranya. Dan kini Salazar sedang menyukai seorang wanita, itu merupakan kemajuan dari manusia seperti robot itu.

"Siapa yang ingin mendapatkan? Kau atau Salazar?" tanya Felica yang mengetahui kepribadian lain putranya.

"Kami bertiga," jawab Salazar, iris matanya kembali berwarna merah dari warna biru.

"Wanita seperti apa yang kau suka itu, Salazar? Apa aku boleh mengenalnya?" tanya Prince dengan seringaian lebar di wajahnya.

"Mom, bagaimana Mom mengambil hati Daddy?" Salazar mengabaikan pertanyaan Prince yang tentu saja ia tahu maksud dan tujuan kembarannya itu.

Raut wajah Felica berubah seketika, dengan cepat Salazar dapat membaca suasana hati Ibunya beserta informasi baru yang keluar begitu saja. Salazar bangkit dan ingin menarik tangan Ibunya, tetapi Felica menepisnya dengan kasar.

"Ma-maaf, kau bisa bertanya pada Ayahmu, Salazar. Mommy akan memeriksa persiapan penyambutan Minerva,"

Salazar melihat tangan kanannya yang baru saja di tepis oleh Felica. Selama ini Ibunya tidak pernah melakukan itu meski ia berbuat salah. Namun, kali ini ia benar-benar membuat luka di hati Ibunya kembali terbuka. Salazar menoleh ke arah Xavier, pria itu hanya diam sambil mengalihkan pandangan darinya. Ada yang aneh dengan reaksi mereka, kempat ayahnya terlihat menundukkan kepala dan seperti ingin lepas dari situasi yang mencekam saat ini.

"Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Salazar, 

"Ibumu masih mengira kami mencintainya karena pencucian otak," jawab Alucard sambil menghembuskan napasnya kasar.

"Semua ini karena mantan budak Ayahmu," jawab Nero sambil tertawa kecil mengingat masa lalu.

"Jika saja wanita itu Xavier bunuh dengan cepat, Felica pasti tidak akan pernah mendengarkan omong kosongnya," lanjut Vicente.

Salazar kini menatap tajam Xavier yang masih tenang diam di tempatnya, "Tidak perlu menatapku tajam seperti itu, aku mencintainya dengan sangat sadar. " Jawab Xavier sambil berdiri dari duduknya.

"Ikut denganku."

***

AVEUGLE -Salazar-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang