Not Anyone

6 1 0
                                    

Kring..... Kring!

"Oke, baiklah anak-anak pelajaran kita akhiri sampai disini, selamat istirahat! Permisi."Ujar Bu Elly.

Semua murid di kelas itu menghela nafas lega setelah kepergian guru killer itu dari kelasnya.

"Guys hari ini kita makan ap- Eh tu anak mau kemana dah," Pekik Iqbal disaat Arsen pergi begitu saja keluar kelas.

"Tau! Dari kemaren mukanya kusut gitu kek bajunya si Iqbal" Ucap Andre sambil melirik Iqbal disampingnya.

"Dih, apaan baju gue mah selalu bersih nan rapih, apa kata fans gue kalo gue kusut." Ucap Iqbal dengan bangga.

Semua orang didekat Iqbal memutar bola matanya malas.

"Kek punya fans aja lu kodok! Dah lah, kita cabut nyari curut." Tegas Arga.

"Curut? Emang disekolah elite begini ada curut? " Tanya Iqbal dengan polos.

"Au ah! Ngomong sama lu bisa bikin gue darah tinggi, cabut ga tinggalin aja ni orang!" Geram Andre pada Iqbal lalu mendorong punggung Arga supaya keluar dari kelas.

"Eh kampret gue malah ditinggal! "

🎬

Seorang laki-laki berkulit putih tengah duduk di hamparan rumput hijau dengan kedua kaki yang diselonjorkan dan punggung disenderkan pada pohon yang ada disana. Tidak peduli dengan celananya yang kotor.

Tatapannya kosong kedepan, disana banyak orang yang berlalu lalang dan banyak pula cewek yang menggodanya, tapi dia tetap wajah datarnya tidak ada ekpresi yang dia tunjukkan saat dia berangkat sekolah sampai saat ini.

Tiba-tiba seorang gadis berambut sebahu yang jaraknya lumayan jauh dari posisinya saat ini menjadi pusat pandangannya, entah daya tarik apa yang dia miliki.

Gadis itu tampak kebingungan seperti mencari sesuatu, tak lama pandangan mereka pun bertemu.

Gadis itu tampak senang melihat laki-laki yang sedang bersender dibawah pohon. "ARSEN!!" Teriaknya senyuman nya pun semakin lebar.

Sementara Arsen yang masih duduk hanya bisa tersenyum melihat gadis yang beberapa minggu lalu dia kenal. Mungkin itu ekpresi pertama yang Arsen tunjukkan hari ini.

Baru saja gadis itu melangkah tiba-tiba ada tangan kekar menahan lengannya. "Mau kemana?" Tanya orang itu.

Gadis itu berbalik melihat siapa yang menahan lengannya. Dan terlihat seorang laki-laki tinggi putih dan berhidung mancung menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Jo-jonathan? " Ucap gadis itu tergagap dia merasa terkejut bukan main.

"Ya? Ini aku, mau kemana? Bukannya aku nyuruh kamu nunggu di kelas, kenapa keluar?" Tanya Jonathan heran.

"Eh i-iya, an-anu" Ucap gadis itu tergagap. Matanya melirik kesana kemari lalu tatapannya jatuh pada Arsen yang telah menatapnya.

Jonathan yang bingung pun mengikuti arah pandang gadis itu. "Dia siapa?" Tanya Jonathan dalam hati.

Kedua laki-laki itu, Arsen dan Jonathan saling menatap dengan tatapan yang sinis, lalu setelah itu Jonathan menarik tangan gadis disampingnya. "Ayo Dira!" Ajak Jonathan dengan tatapan masih pada Arsen.

Arsen yang melihat kepergian Dira dengan seorang laki-laki yang diyakininya sebagai Jonathan, hanya bisa tersenyum kecut sambil membuang muka kearah lain.

"Seharusnya lu gak boleh kayak gini sen! Dira dah punya pacar! Harusnya lu sadar posisi lu disini! Pkoknya lu harus tepis semua rasa lu sama Dira! " Tegas Arsen dalam hati.

Tetapi dalam hatinya timbul beberapa pertanyaan yang masih belum dia ketahui jawabannya.

Arsen menghela nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nya secara perlahan jujur dia sangat lelah, dia menengadah memandang langit biru yang cerah, matanya menyipit karena paparan sinar matahari mengenai wajahnya. Dan mulai berpikir,

"Klo emang Dira bahagia sama pacarnya, kenapa gua ngerasa kalo ada jarak diantara mereka, terus gua denger pacarnya tuh lagi deket sama anak IPS. Kalo udah kayak gitu apa Dira masih bahagia yang ada cuma luka, tapi kenapa dia masih bertahan? "

⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇⬇

"Tadi ngapain kamu ke lapangan? Aku nyuruh kamu ke kelas aku, dan lapangan itu gak termasuk tempat yang dilewati kalo mau ke kelas ku. " Tanya Jonathan dengan nada tegas pada Dira.

Sekarang wajah Dira tampak tegang dia tak tau harus menjawabnya dari mana. Suasana kelas juga kosong karena tadi Jonathan mengusir semua siswa yang ada di kelas sebab dia ingin bicara empat mata dengan Dira.

Jonatan terus menatap Dira yang sedang tegang, gelisah itu. "Kenapa? "

"It-itu a-an-anu"

Jonathan menaikan alis sebelah kirinya,dia merasa ada yang disembunyikan oleh gadisnya ini. "Anu? "

"Aku ingin membeli minuman, ya! Minuman hehe" Ucap Dira gelagapan.

"Itu bukan jawaban sayang! Ingat ini aku mengetahui semua tentang mu, kau bersama siapa? Dimana? Aku tau, bahkan kau sedang dekat dengan Devano aku tau, oh kau lebih suka memanggilnya Arsen kan. " Ucap Jonathan dengan santai.

Sementara Dira disana sangat terkejut,"Bagaimana dia bisa tau? " Rusuknya dalam hati.

"Oh ayolah Dira! Kau jangan bermain-main denganku, aku masih kekasihmu."

Dira menatap sengit Jonathan, entah kenapa dia tiba-tiba tersulut emosi, dia berdiri dari posisi duduknya. "Apa kau bilang?! Kekasih? Apa kau masih menganggap ku sebagai kekasihmu?

Dira tersenyum miring lalu melanjutkan ucapannya. "Lalu apa bedanya denganmu? Kau juga bermain-main dibelakangku, aku tak masalah, karena pada dasarnya kau tak mencintaiku,aku terima itu, dan apa kau berpikir aku tidak lelah dengan semua ini?! AKU LELAH! BAHKAN SANGAT LELAH!

Tak terasa bulir-bulir bening mulai membasahi pipinya, matanya terasa panas, rasanya sungguh sakit, sementara Jonathan sedari tadi memperhatikan Dira yang sedang meluapkan emosi nya. Dira menangis.

"Aku lelah jo, kumohon jangan apa-apakan Arsen, dia hanya temanku, dia bukan siapa-siapa ku, hiks! "

Jonathan menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba untuk tidak tersulut emosi. "Kau bermohon padaku untuk tidak melukai Devano? Lalu apa artinya dia untukmu? Kau bilang dia bukan siapa-siapa mu tapi kau bertingkah seolah seorang gadis yang tidak ingin kekasihnya terluka." Ucap Jonathan menatap manik mata Dira.

Pandangan mereka bertemu, rasanya sungguh sakit. "Kau tidak percaya padaku? Lalu apa yang harus aku lakukan agar kau bisa percaya padaku? " Ucap Dira air matanya terus mengalir.

"Bukti... "

Jonathan menelan salivanya lalu melanjutkan ucapannya, "Kau harus menjauh darinya! "

Dira menganggukan kepalanya tanda setuju, pandangan nya tak lepas dari Jonathan.

Setelah perdebatan itu Jonathan meninggalkan Dira dikelas sendirian, melihat Jonathan yang meninggalkan nya dengan wajah yang datar tiba-tiba air matanya kembali mengalir, sungguh dia tak sanggup.

Dira berlari meninggalkan kelas dalam keadaan menangis, yang dia butuhkan hanyalah menenangkan diri ditempat yang sepi, persetan dengan pelajaran yang berikutnya, yang terpenting sekarang adalah menenangkan hati dan pikirannya yang hancur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heart ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang