PROLOG
"Aku mau kita ketemu. Sekali lagi aja sebelum kita putus. Aku mau kamu jelasin salahku dimana"
————————————————————————
Pesan itu ku kirimkan melalui Whatsapp tepat setelah aku duduk di kursi pesawat.
Aku akan melakukan perjalanan menuju Surabaya. Untuk apa? Beberapa hari sebelumnya sebuah pesan masuk ke Handphoneku. Sebuah pesan sederhana yang ku terjemahkan dengan sangat rumit.
"Kita putus ya"
Semudah itu perpisahan dilontarkan tanpa sedikitpun penjelasan. Setelah mengirimkan pesan itu, dia menghilang.
Namanya Ahmad. Sebuah nama yang biasa dikenakan oleh seorang laki-laki. Ahmad adalah laki-laki terbaik kedua yang pernah kukenal, tentu saja setelah ayahku. Aku kenal Ahmad sejak masih bersekolah di Surabaya. Dan semenjak itu pula aku berpacaran dengannya.
Saat ini aku sedang berhubungan jarak jauh dengannya. Aku mendapatkan pekerjaan di Jakarta dan dia memutuskan untuk membuka sebuah kedai kopi di Surabaya. Dia tidak memiliki sedikitpun niat untuk meninggalkan Surabaya. Di dalam daftar semua hal yang paling dicintainya, Surabaya ada di nomor tiga, setelah tuhan dan keluarga. Lalu dimana posisiku? Dia pernah bilang bahwa aku seharusnya berada di nomor dua, tapi karena aku belum resmi dianggap sebagai keluarga, sementara aku harus puas berada di nomor lima. Lalu apa yang berada di nomor empat?Tentu saja Persebaya! Semua laki-laki di Surabaya lebih mencintai Persebaya dibanding pacarnya.
Sebuah hal menyesakkan saat mengetahui bahwa dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Kami tidak banyak bertengkar selama ini. Tidak juga ada orang-orang lain yang berniat mengganggu hubungan kami. Tapi keputusannya sudah bulat. Aku kenal sifatnya. Dia bukanlah seseorang yang asal dalam menentukan sebuah langkah. Perihal dia memutuskan untuk tetap berada di Surabaya dan melakukan hubungan jarak jauh juga sudah dia pikirkan dengan matang sebelumnya. Memang beberapa hari belakangan dia mengeluh lelah. Dia mengatakan lelah karena sebulan terakhir dia sedang membuka cabang baru dari kedai kopi miliknya. Banyak sekali hal yang harus dipersiapkan dan tidak sedikit juga ide yang harus dituangkan. Yang aku tahu, lelah akan pekerjaan akan hilang saat mata terpejamkan. Yang aku tidak tahu, lelahnya bukanlah tentang pekerjaan, lelahnya justru bertumpu pada hubungan kami, dan sebuah jarak yang sangat jauh memisahkan.
"Sebentar lagi kita akan sampai di Bandara Juanda. Para penumpang diharapkan untuk mengencangkan sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi"
Sebuah pemberitahuan akhirnya menyadarkan lamunanku. Sebentar lagi aku akan bertemu dengannya dan semua hal mengenai hubungan kita akan menjadi lebih jelas. Aku tidak percaya dia memutuskan untuk mengakhiri semuanya hanya karena kita berbeda kota. Bukankah selama ini semua berjalan baik-baik saja?
Aku kembali lagi mengingat tentang apa-apa saja yang sudah ku lalui bersama dirinya. Terutama ketika dia membantuku bangkit dari patah hati pertama sekaligus patah hati terhebatku. Kalau bukan karena dirinya, mungkin aku akan lupa bagaimana definisi sebuah bahagia.
"Selamat datang di Bandara Juanda, Surabaya. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Tidak ada perbedaan waktu antara Surabaya dan Jakarta. Para penumpang diharapkan tidak menyalakan handphone sebelum meninggalkan pesawat"
Aku langsung menyalakan handphone. Omongan pramugari dari pengeras suara tidak lagi ku hiraukan. Aku tidak sabar melihat untuk melihat handphoneku. Siapa tau kali ini Ahmad membalas pesanku.
Dan benar saja. Setelah aku mematikan mode pesawat pada handphoneku, sebuah pesan tiba-tiba masuk. Pengirimnya adalah Ahmad.
Pesan itu bukan berupa sebuah permohonan maaf. Pesan itu juga bukan sebuah ucapan perpisahan.
Pesan yang dikirimkan oleh ahmad hanyalah sebuah foto. Namun foto tersebut bukanlah foto yang biasa saja, melainkan sebuah undangan pernikahan. Disitu tertulis jelas dua nama. Ahmad Razaq dan Ahad Nur Jannah. Aku tidak mengenal nama perempuannya, tapi aku jelas mengenal nama laki-laki yang tertera pada undangan pernikahan itu.
Aku rasa jawabannya sudah jelas. Aku sudah sangat paham salahku dimana. Aku tidak akan lagi mencoba menemuinya untuk mendapatkan jawaban.
Aku memutuskan untuk tidak langsung pulang kerumah. Sebuah taksi online ke pesan untuk pergi ke sebuah kedai kopi yang ada di Surabaya. Tentu saja aku tidak pergi ke kedai kopi milik Ahmad.
Sesampainya disana, aku memesan sebuah kopi tubruk.
Malam ini, dengan ditemani rasa pahit yang teramat sangat dari kopi di depan mejaku, aku mengaku kalah pada jarak.
————————————————————————
EPILOG
Aku akhirnya menemukan pengganti Ahmad. Hari ini adalah hari pernikahanku. Aku memasuki gereja dengan gaun yang sudah ku persiapkan sebulan yang lalu. Namaku Maria Christianty. Aku sudah sepenuhnya merelakan Ahmad. Tapi aku punya satu pertanyaan.
Tuhan, tidak bolehkah aku mencintai seseorang yang mencintaimu dengan caranya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Panjang di Hidup yang Singkat
RomanceSebuah cerita panjang yang terdiri dari beberapa cerita pendek yang saling bertautan. Tiap-tiap bagian memiliki kisah yang sama menariknya. Sekali kalian terjun pada cerita ini, maka kalian tidak akan melupakan setiap kejadian dan kehilangan yang ad...