2 | a piece of the moon

674 134 14
                                    

(play the song before read)

┏𝙡𝙚𝙚 𝙛𝙚𝙡𝙞𝙭┓

Saat kubilang hatiku telah hancur, aku tidak berharap ada yang kembali menyusunnya. Biarlah ia berceceran sebab aku ingin, ada kenangan tersisa darimu untukku.

Dua bulan terakhir, aku menangis dalam diam, menyadari hati ini mulai tak kuasa di remukkan. Memang seharusnya tidak ada aku di antara kalian.

Harapan akhirnya hadir di depan mataku. Hari-hari kesepian itu akan segera sirna, terhapus oleh jejak hati yang lain.

Maka sekali saja, menolehlah. Agar aku dapat mengungkap cinta tak berbalas ini.

🌙

Baru kali ini aku melihat sisi lain Hyunjin. Senyum yang tiap hari menyinariku telah sirna, terganti oleh sendu di matanya.

Kala kami bertiga sedang bersama, ia akan berlagak baik-baik saja, namun tidak bila aku menemukannya duduk sendirian di depan televisi menyala, tengah malam dan sendirian.

Seungmin terlihat tidak tahu sesuatu, jadi aku yakin yang menemukannya dalam kondisi seperti ini, hanyalah aku seorang.

Pun aku menemukannya, aku tidak pernah mendekat. Aku mengamatinya dalam diam dari celah pintu kamar. Kadang ketika fajar hampir menyingsing, ia baru akan berpindah. Kadang pula hanya satu atau dua jam saja.

Namun hari ini menoleh, melayangkan senyum ke arahku yang masih saja bersembunyi di balik pintu kamar. Pukul satu lebih seperempat, aku dan Hyunjin duduk bersebelahan ditemani televisi serta gelapnya ruangan.

Hyunjin nampak tidak ragu ketika ia menggengam tanganku dan menarikku lebih dekat.

"Kau jatuh cinta padaku, kan?"

Dalam penglihatan remang-remang, aku melihat kilatan penuh harap dari sorot matanya.

"Kalau iya," Hyunjin tersenyum tipis,"bertahanlah disana. Aku akan menjemputmu."

🌙

Hari berganti Minggu dan aku berusaha untuk bertahan, menerka-nerka kapankah Hyunjin akan menjemput hati yang telah putus asa ini.

Dua hari kedepan, Seungmin pergi menginap di rumah salah satu teman teaternya. Memang benar akan ada pertunjukan besar yang digelar kelompok teater sekolah lima hari lagi dan Seungmin sebagai pemeran inti—bukan tokoh utama—diharuskan untuk kerja lembur.

Aku menyiapkan beberapa bekal, termasuk makanan sehat dengan gizi terbaik. Aku bilang juga akan membawakannya bekal ke sekolah. Hyunjin ikut berkontribusi dalam pendistribusian makanan saja. Aku tidak cukup gila untuk meminta Hyunjin menyiapkan makanan.

Namun bukan itu masalah yang kuhadapi.

Kembali di tinggal berdua dengan Hyunjin merupakan pilihan yang tidak tepat, aku tidak sampai hati menyebutnya 'salah'. Kami akan saling diam dan—mungkin—menghindari satu sama lain.

🌙

Malam kembali datang.

Untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi dapur dan menaruh dagunya di bahuku. Tanpa kusadari, bibirku menyuarakan isi hati ini,"Sudahkah kau siap menjemputku?"

"Tidak," suaranya lirih,"masih belum."

"Jadi, masih tetap Seungmin?"

Pun suaraku terdengar bahagia, pahit itu seolah menuruni kerongkongan, kemudian bersemayam di ulu hati.

Hyunjin diam.

Yang aku tahu, aku belum siap menerima kenyataan.

🌔

Layar ponsel itu menyala-berkedip, menampilkan nomor tak dikenal, namun Felix lengah, mengabaikan titah Seungmin untuk tidak menerima panggilan dari nomor asing, apalagi tengah malam.

"Halo?"

"Felix, ini Ayah."

tbc








Masa bodolah ya ada yang baca apa nggak, yang penting update dulu wkwk

Selamat berbuka, gengs😘

heavy shadows • hyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang