Memulai Kembali

29 4 0
                                    

Let's write our story

And let's sing a song

Let's hang our picture on the wall

All these precious moments

That we carved in stone

Are only memories after all

Memories after all

*Shawn Mendes – Memories

Kembali kuhela napas ini setelah menyanyikan lagu yang kembali menuntun ke arah masa lampau. Sesekali kulihat bingkai kayu 15 cm x 20 cm yang berdiri tegak di atas meja belajar dengan dikelilingi kertas-kertas berserakan. Lengkungan senyumnya terabadikan dengan indah. Mata yang berbinar-binar bagai bulan tengah merayuku pada sore itu. Dan tawaku pun tak luput terabadikan manis di depannya.

Masih kutekan beberapa senar gitar dengan jari-jari tangan kiri. Duduk termangu di atas kursi. Berharap inspirasi lagu tuk kusenandungkan menghampiri. Kutatapi hamparan langit begitu tajam. Tak peduli seberapa heran langit karenaku pandang terlalu dalam. Sang bayu pun ikut menusuk sukma. Dia berlari-lari dengan memainkan kain gorden jendela. Hempasan angin terbiasa menemani. Seolah tahu sepi perlahan mulai melingkupi.

"Huhh, gilaaa..." Keluhku pada tumpukan tugas.

Hampir setengah hari, kuhabiskan melembur tugas gambar yang menumpuk. Tampilan AutoCAD di setiap laptop anak SMK akhir semester sudah terlihat biasa. Di lab jurusan, tongkrongan, perpustakaan daerah, atau di kamar seperti Aku. Kecuali orang itu benar-benar rajin mengerjakan setiap tugas tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Dengan menyenandungkan beberapa lagu sudah cukup membuat sedikit lega tuk kembali ke rutinitas.

Ctrl + P lagi dan lagi, lembar per lembar keluar dari mesin cetak laser di atas meja. Harapan setiap cetak akan jadi akhir belum juga terwujud. Dentingan jam tak bosan berbunyi mengiringi setiap lembar yang keluar.

"Akhirnya kelar juga." Kataku dengan tatapan sinis ke lembar-lembar yang gagal.

*****

Arjuna Auriga. Terpampang jelas di seragam OSIS pada sebelah dada kananku. Orang-orang cukup memanggilku Juna. Banyak orang berkata, entah mantra apa yang diberikan ibuku hingga melahirkan orang rupawan seperti Ksatria Arjuna. Entahlah, mungkin itu hanya basa basi orang ketika bertatap muka atau itu memang benar adanya.

Kulingkarkan jam tangan digital ke tangan kiriku. Seolah pertanda waktu adalah bagian penting. Waktu adalah tempat bermain peran dalam hidup. Suka ataupun tidak suka masing-masing tokoh memainkan peran sesuai skenario sutradara, baik dalam keadaan terang maupun redup. Bersama orang terkasih mengharap tuk mengikis perasaan yang kalut. Menyemai cinta sesuai adegan yang telah urut.

Derap langkah di tangga cukup terdengar dari kamar. Tak lupa dengan senandung lembut begitu menyejukkan jiwa.

"Dah siang Jun, Cepat turun. Mama tunggu di ruang makan ya" pintanya

"iya Ma."

Suasana pagi hari di rumah cukup besar yang hanya diisi oleh 2 orang saja. Ayahku bekerja di luar kota, hanya beberapa minggu sekali Beliau pulang. Fotonya terpampang bersama Mama di dinding dekat tangga. Melihatnya saja aku begitu bangga dan Beliau terlihat sangat berwibawa. Di samping foto Ayah, terdapat foto 2 anak yang berlagak mengadakan konser musik. Anak yang satu membawa gitar sedangkan yang satu menggenggam sebuah mikrofon. Ekspresi bahagia terpancar dari sorot keduanya. Itu aku dan teman kecilku di Tangerang, sebelum Keluargaku berpindah ke kota pelajar. Dia unik dan tak terganti. Bodohnya Aku melupakan namanya.

"Besok kamu jadi PKL Jun?" tanya mama sambil menyodorkan sarapan.

"Iya Ma, tapi Juna cuma PKL deket sekolah"

"Terserah deh, mau dimana aja yang penting serius. Inget serius belajar Jun, udah kelas 2 akhir dikurangin nongkrongnya. Sering-sering bawa temenmu kesini aja. Malah Mama seneng, rumah jadi rame"

"Siap Komandan.. hahaha.."

*****

Kulangkahkan kaki menuju lorong sekolah , entah sudah berapa pasang mata menyoroti diriku. Mereka seolah baru melihatku pertama kali. Namun masih saja tak ada yang mampu mendekatiku. Dingin. Itulah anggapan orang yang belum mengenalku.

"Arjuna Auriga!" seru Farraz di ujung Lorong.

"mana anak yang lain?" tanyaku

"ga tau nih, bangun kesiangan kali. Habis begadang nih, lembur tugas. Capek berat" Sambil menunjukkan lingkar mata yang terlihat berwarna hitam.

Aku hanya tersenyum. Wajar saja, hari ini Batas akhir tugas produktif sekaligus hari terakhir kami anak kelas 2 masuk sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kami duduk di bangku depan lab. Tampak lalu lalang siswa siswi dengan tak acuh sekelilingnya berfokus pada tugas akhir semester. Maket bangunan, maket jembatan, ataupun gambar. Bayangkan saja, tugas yang dikerjakan bermalam-malam terkena tumpahan kopi ataupun air. Bisa parah efeknya. Kecuali orang itu manusia super.

Panas yang terasa semakin terik hingga membuat tubuhku sedikit gerah. Mungkin sudah saatnya berkunjung ke kantin Bu Ngatirah. Es campur di sana begitu menggoda. Tak kenal pengunjung berapa pun yang datang, tak pernah ada kata kehabisan. Lagi pula Jyo sangat menyukai anak Bu Ngatirah. Memang cantik, wajar Jyo begitu kasmaran dengannya.

Jyo adalah salah satu sahabatku. Tebar pesona dan raja gombal terpatri didalam hidupnya. Keunikan lain Dia begitu lihai melukis wajah di atas kanvas. Hari sudah semakin siang. Namun dia belum juga menunjukkan batang hidungnya.

"ke kantin yuk!" ajakku pada Farraz.

"Yuk, daripada nungguin raja gombal lama banget. Kali aja dia udah di kantin" seru Farraz.

Hati sudah berniat melangkah ke kantin. Terlihat arah kantin belum begitu ramai. Memang, ini belum waktunya. Justru itu kesempatan kami untuk istirahat lebih lama. Kuraih tas kembali. Dan kugendong tabung gambar hitam yang begitu khas untuk anak jurusan gambar bangunan.

"Aaaaaaaaaaa...." Jeritan cewek melengking tepat dibelakangku.

Sial, tabung gambarku tak sengaja mengenai minuman yang dibawa seorang cewek kelas sebelah. Kejadian terjadi begitu cepat, nahas kertas gambar yang juga dibawanya terkena tumpahan minuman. Terlihat tetesan air jatuh dari kertas meninggalkan bulir-bulir jeruk di atasnya dan membasahi lantai teras keramik yang berukuran 40 x 40.

"Cckk.. lagian ngapain sih tiba-tiba nongol?" kesalku.

Nasi tlah jadi bubur. Cewek itu cemas bukan main. Dahinya mengkerut. Bibir mungilnya tak henti-hentinya mengucap keluh. Sebal. Akhirnya Aku juga yang harus turun tangan sebelum masalah ini menyebar.

"Mana filenya?" Tanyaku

"Ha?"

"File gambar ini mana? Biar Gue print ulang di lab." Kata lumayan panjang untuk sebuah penjelasan ulang dengan jariku menunjuk tertuju kertas yang dibawanya.

"Jun, jangan kasar dong!" teriak Jyo. Entah dari mana datangnya seolah-olah jeritan cewek ini tlah memanggilnya datang.

"Wah, gila. Basah semua nih. Masih ada filenya kan? Nanti Gue print lagi aja. Sorry banget, temenku emang agak sentimen orangnya." Jyo makin nglantur.

"Masih ada kok di laptop. Makasih, Gue print sendiri aja" Entah angin apa yang membawanya lekas pergi.

Seiringnya perginya cewek itu, masalah malah bertambah lagi. Jyo marahin Gue habis-habisan setelah sikap dingin Gue tadi. Farraz yang biasanya tak acuh pun tak mau kalah. Rencana ke kantin gagal dan Gue pun harus ikutin siasat mereka.


RENJANA JUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang