Matahari

18 3 0
                                    

Kuhela napas. Kembali melangkahkan kaki dan melihat suasana sekitar. Di dalam ruang begitu besar dengan pajangan sketsa gambar dan beberapa hasil karya senior. Deretan meja gambar tak kalah mengisi ruang ini. Tepat dekat jendela, seorang gadis cantik terlihat mencetak beberapa tugas kembali. Lembar demi lembar mulai terlihat.

"Sorry ya, Gue tadi nggak sengaja. Sini Gue bantu" beberapa lembar mulai kurapikan dan kuurutkan sesuai nomor. Barangkali Dia masih marah hingga enggan menjawab sapaku.

"eh lo ngapain sih? Ngambil punya orang gitu aja" gadis itu berontak. Rambut yang terurai bergerak. Ternyata Dia memakai earphone, pantas saja tak menyahut sapaku.

"makanya kalo ada orang tuh perhatiin. Kalo ada maling di rumah lo, mana lo tahu." Gue kembali nerocos.

"Ckk, iya. Emang lo tadi bilang apa?"

"Nggak penting. Nih minuman buat lo. Tapi ati-ati. Ntar kena lagi, Gue yang repot."

"iya makasih"

"lo nggak marah sama Gue?"

"ora, ra penting." Dengan logat jawa yang sedikit kikuk untuknya.

"ya udah."

Sedikit waktu menemani mungkin bisa melebur beberapa salahku padanya. Hitung-hitung menikmati wifi jurusan. Suara musik shawn mendes cukup jadi hiburan di kala senggang. Tak ada yang harus dilakukan, hanya duduk termangu sambil melihat beberapa maket jembatan di samping jendela. Gadis itu seolah tak memedulikanku. Berbeda dari siswi luar sana yang mengejar-ngejar hingga aku tak nyaman. Aneh juga, satu angkatan bahkan satu jurusan hanya beda kelas tapi seperti belum pernah melihat gadis ini. Entahlah.

"Nama lo siapa?"tanya gadis itu yang memecah lamunanku.

"oh Gue Juna,lo?"

"Gue Aretha."

"lo pindahan ya? Gue baru tahu kelas B ada lo."

"lo aja yang gak peka. Makanya jangan fokus cewek yang ngejar lo mulu"

"Ternyata diem-diem lo juga perhatiin gue ya"

"idiihh.. pede amat ni orang"

Beberapa film streaming lebih cocok denganku daripada terus berdebat dengannya. Hanya menambah kekalutan dalam hati.

*****

Brakk!!! Gila. Keras juga dia. Pintu kaca Ruangan tak lepas dari tabrakan tubuh mungilnya. Barangkali beberapa detik yang akan datang akan ada memar di dahi kuning langsatnya.

"ini namanya pintu, ngapain ditabrak!" kesal gue.

" nggak kelihatan Jun. Gue lupa bawa kaca mata. Gue minus 5."

"serius?gila!"

"canda sih. uhhh, biru nih. Sakit" Gadis itu mengeluh sambil berkaca di pintu.

"udah jangan manja."

"Gue juga gak minta lo ngurusin Gue kali"

Tubuh mungilnya tersimpuh di lantai studio. Tangan kecil nan panjang bak model memegangi dahi yang nampak beberapa bagian menjadi benjolan bewarna biru. Suara dalam ruang semakin lengang. Mungkin teman-teman tlah berkumpul di Aula untuk mendengarkan pengumuman mengenai PKL besok dan aku masih terjebak dengan masalah Gadis ini.

Kusodorkan tanganku ke arahnya, tangan yang jarang tersentuh oleh wanita. Hanya sering menyentuh mesin kebugaran yang meninggalkan lekungan otot atletis dan di pergelangan tangan terlingkarkan sebuah gelang. Ikatan tali berwarna cokelat sederhana dengan hiasan perak berukuran kecil yang menyulur indah bertuliskan renjana. Tak cukup banyak orang yang tahu seberapa dalam makna terselubung pada seuntai gelang ini.

Binar matanya kembali menatap dengan susulan tangan berusaha menggenggam tanganku. Hembusan napas terengah-engah dengan sesekali sudut lengkungan bibir bergerak ke atas seolah tak terjadi apa-apa. Mungkin Gadis ini telah hilang akal setelah terlalu lama melihat ketampananku. Ah, konyol.

*****

"Au.." keluh Aretha sambil memegangi kompresan air hangat di dahinya.

"Udah jangan manja deh" Balasku.

"Lagian Gue nggak minta dianterin UKS kali, lo aja yang ngotot." Tepis Aretha

Memang Gue yang ngajak Aretha untuk kompres dahinya. Ya, Barangkali aja rasa sakitnya kurang walaupun waktunya cuma sebentar. Apalagi sebentar lagi pasti semua murid satu jurusan suruh kumpul.

"Aretha Dineschara, Aretha itu baik, santun. Dineschara itu matahari. Tapi kok aslinya malah kebalikannya yah.. hmmm.." Ucap Gue.

"Emang, jago ngartiin nama juga lo. Tapiiiii.. gini-gini Gue baik kok. Cuma nggak sama lo. Maless.."

"O ya? Kalo Matahari? Gue lihat lo sendiri aja deh, mana sinarnya coba?"

"Matahari? Matahari emang satu deh. Tapi walaupun cuma satu, matahari mampu menyinari apa saja yang di dekatnya. Yang semula redup akan terkena sinar dan merasakan hidup kembali. Liat aja besok, pasti Gue nemuin orang yang harus ada Gue di harinya dan melengkapi dalam hidupnya." Jelasnya secara panjang.

"Emang ada yang mau sama lo?"

"Cckk, apaan sih lo."

" Hahaahaa..." Tak sengaja ku tertawa melihat ekspresi lucu wajahnya. Terlihat seperti tokoh Marsha pada salah satu kartun anak, ekspresinya seperti Marsha yang tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Wajahnya cemberut dengan tangan bersedekap di dada.

"Udah selesai kan? Gue pergi dulu, masalah kita udah clear. Jangan ganggu Gue. Oke Marsha? Oke." Ucap Gue.

Langkah selanjutnya, Gue harus cari Jyo dan Farraz. Tanpa mereka, Gue nggak akan ada disini.

*****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RENJANA JUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang