"Nasehat itu datang dan menyentuh hati, tapi rasa gue ke dia mengalahkan kebaikan nasehat itu sendiri."
***
Tibalah hari dimana gue harus berangkat ke pesantren. Joo masih juga memenuhi ingatan, semakin hari semua ini begitu menyiksa. 'Loe apain sih, gue Jo?'
Gue sering melamun Gaes, sampai pengurus pondok gedek. Suruh sholat ogah-ogahan, berasa lebih baik kena hukuman. Tak disangka, kelakuan gue yang nyeleneh dari santri lain jadi perhatian sampai ke Abine --sebutan untuk kiyai pemimpin pondok-- turun tangan langsung.
Bayangkan abine yang punya seabrek kegiatan harus datang ke asrama, mencari tahu apa yang terjadi pada santri baru 'gaje' macam gue.
"Tunggu sampai abine datang ya Ukh, sepertinya anti kesambet setan pas berangkat ke sini," ujar Mbak Limah, ketua asrama.Tak gue hiraukan, pikiran masih menerawang pada Joo. Sampai kata temen-temen seminggu di sini gue selalu ngigau nyebut nama Joo.
"Yaelah, Mbak-mbak kalau gue ganggu kelen, kenapa kagak dibalikin aja sih ke rumah emak bapak. Atau panggil mereka ke sini, biar gue pulang. Gue udah ngebet pengen ketemu dan kawin sama Joo tau!" ketus gue pada Mbak Limah dan santri lain yang menjagaku."Ckck." Mereka geleng-geleng Gaes, bodo!
"Ada apa? Apa Zee masih ndak bisa dikendalikan?" seorang Ustazah datang menghampiri kami.
Melihatnya gue memutar bola mata malas.
"Dia minta pulang ustazah," jawab Mbak Limah.
"Sudah ana duga, biarin kita atasi dulu. Santri baru memang begitu ... maunya pulang terus. Lama-kelamaan juga terbiasa. Tunggu sebentar lagi abine ke sini," sambung ustazah.
Ia mendekat ke arah gue. Memegangi pundak, dan mengusapnya.
"Zee, ketahuilah orang tua anti membawa anti ke sini karena Sayang banget sama anti. Jadi kami yang diberi amanah sudah seharusnya membantu niat baik mereka, dan sebisa mungkin menjaga anti di pesantren Ini."Trenyuh mendengarnya, tetap saja nasehat itu rasa tidak lebih berharga ketimbang rasa yang kusimpan untuk Joo.
"Gak bisa Ustazah, Zee harus pulang dan ketemu Joo, hiks."
Tumpah juga tangis ini."Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakaatuh." Suara berat seorang pria terdengar dari arah pintu.
"Waalaikumsalam Warahmatullah Wabaraakatuh." Semua menjawab pelan.
Pria itu ternyata abine, menyipitkan mata begitu melihatku.
"Sepertinya ada yang tidak beres."Semua saling pandang.
"Ustazah, tolong lihat matanya apa ada garis merah di sana!" titah abine.
"Baik." Ustazah pun mendekatkan wajahnya ke gue. Semoga tidak menemukan belek di sana.
Gue berkedip-kedip karena risih.
"Bagaimana?" tanya abine.
Ustazah mengangguk.
"Subhanallah ...." Abine mengelus dada.
"Siapkan barang-barang yang diperlukan untuk ruqyah.""Ada apa Bi?" tanya ustazah.
"Dia kesurupan jin, kena pelet."
"Astagfirullah." Semua orang tersentak. Begitu juga gue.
Ustazah segera keluar mencari apa yang abine minta.
"Nduk, kalau kamu seneng dan mau nikah sama orang, setidaknya dia pria sholeh dan kamu sudah selesaikan sekolah dulu. Jika nanti sudah siap Abi mau carikan calon suami terbaik buat kamu."
Abine menasehati dengan lembut.Hiks, ternyata gue kena pelet. 'Sialan loe Joo, tapi kenapa udah tau dipelet gue gak bisa benci loe?'
B E R S A M B U N G
😀

KAMU SEDANG MEMBACA
Kontrak Pernikahan dengan Gus (Season 1)
RandomKisah cewek tengil yang mengalami kasus aneh, jatuh cinta yang tidak wajar. Hingga suatu ketika dikirim orang tuanya ke pondok, di sanalah kejadian itu berawal ...