CHAPTER SATU | JUST END

728 71 7
                                    

Jaemin begitu berharap terlalu tinggi, pada hadirnya seorang Lee Jeno disisinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jaemin begitu berharap terlalu tinggi, pada hadirnya seorang Lee Jeno disisinya. Namun, semakin ia mencinta, demakin Jaemin menyadari, bahwa Ia hanyalah teman yang sosok Jeno cari ketika merasa sepi.

Jeno menggantungkan kejelasan status hubungan mereka. Jaemin sering bertanya, "Adakah cinta?" dan selalu dibalas gelengan lemah.

Namun, jika tidak ada cinta. Mengapa seorang Lee Jeno terus meminta raga Jaemin agar kembali padanya di saat Jaemin bersiap pergi?

Jaemin menatap lurus mata Jeno, dengan sisa sisa air mata yang berpelupuk di kornea. Jeno dan Jaemin tidak pernah jadi cinta. Meskipun Jaemin sungguh cinta, belum tentu Jeno juga.

-dwitasariswita novel-

"Untuk Jaemin yang kalah setelah memperjuangkan, Untuk Jaemin yang terpaksa menyerah karena keadaan. Ikhlaskan, Lepaskan"

Prolog.

Jaemin dan Jeno berbaring diatas rumput hijau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin dan Jeno berbaring diatas rumput hijau. Luas, sepi dan hanya ada mereka berdua. Mereka menatap langit malam. Di samping Lee Jeno, Jaemin merasakan ketenangan.

"capek, nggak latihannya?" Jaemin memecah keheningan mereka berdua.

"harusnya aku yang tanya ke kamu, capek, nggak? Habis latihan futsal langsung kesini? Habisnya, mainnya jauh banget sih" Jeno menjawab pertanyaan Jaemin, dengan pertanyaan pula.

"Iya capek sih, habisnya aku kangen sih" Kata Jaemin dengan kekehan di akhir kalimatnya.

"kangen siapa, sih?" Jeno menimpali.

"sama pelatih basket kamu! Puas!"

"udahlah, kalo kangen sama aku, bilang aja. Pelatih udah pulang, lagipun inikan udah malem, Jaem"

Hening. Keduanya masih memandangi langit yang begitu indah di malam ini.

"lagi mikirin apa, sih?" Jeno menimpali, saat keheningan menyelimuti.

"hubungan kita sebenarnya?" Menghela nafas, Jaemin tahu, mungkin Jeno sudah bosan dengan pertanyaan ini.

Jemari Jeno mengelus surai Jaemin lembut. Senyuman ia keluarkan, hingga terciptalah eyesmile yang indah. Membuat jantung Jaemim berdetak lebih cepat dari biasanya.

"kamu maunya status hubungan kita apa?" Jeno bertanya balik.

"setidaknya lebih jelas daripada yang sekarang" jawabnya pelan.

"kenapa? Kamu takut kehilangan aku? Aku disini, kok. Meskipun kamu telpon aku jam 11 malam, aku bakal langsung dateng ke tempat kamu. Aku gak akan lari" Katanya serius, entah itu benar atau tidak.

"raga kamu emang gak bakalan lari, tapi hati kamu?" Kata Jaemin, mencoba meluruskan. "salah, ya aku takut kehilangan kamu? Iya aku emang bukan siapa - siapa kamu. Aku enggak berhak cemburu, curiga, marah..."

"nah, sekarang kamu marah, tapi aku terima, kok. Kamu berhak untuk semua perasaan kamu, Jaemin. Tapi kamu tahu sendiri disini aku.."

"kamu mau ngejar karier basket kamu, kan?" Jaemin sudah paham betul, persis dengan bunyi kalimatnya.

Tampaknya, memang percuma menanyakan hal ini pada sosok Lee Jeno. Karena balasannya tetap sama. Biasa saja. Mengulang saja.

Just End | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang