17

198 13 0
                                    

Jalanan yang gue lewatin masih basah karena hujan satu jam yang lalu. Dinding tebing kecil di samping kiri gue menguarkan bau tanah yang khas dan membuat gue sedikit mual. Tapi itu gak masalah bagi gue karena gue sendiri juga emang lagi ada urusan penting diluar KKN dan gue emang pengen jalan-jalan. Ya.. sekalian kabur sejenak dari keadaan di camp KKN.

Kejadian kemarin jelas bukan keinginan gue. Semua terjadi begitu saja dan gue bener-bener shock kala itu. Awalnya gue mempertanyakan tentang takdir macam apa yang sedang gue alami, tapi gak lama gue sadar kalo gue juga harus nerima semua ini.

Gue kurang tau gimana hubungan kakak gue dan Joshua (gue panggil begitu karena gue lagi males). Setau gue mereka fine fine aja dan lagi memprogram untuk dapet anak. So, gue gak salah kan kalo gue mikir mereka baik-baik aja? Lagian juga gue udah 20 tahun, udah mulai bisa ngatur hidup sendiri dan gak ngurusin hidup orang lain. Mengikuti proses ini pula gue perlahan mengikhlaskan rasa suka gue ke Joshua. Gue selalu berkata di dalam hati gue "relain, Ya. Relain demi kebaikan."

"Ya!"

Gue kaget, tapi untungnya yang manggil gak bikin gue tambah kaget. Uji nyamperin gue pelan-pelan tanpa ngelepasin pandangannya ke gue.

"Jalan sendirian lagi?"

Gue ngangguk "Yah, bosen sih. Sinyal juga lagi gak enak."

"Yah, emang gak salah." Akhirnya kami berdua jalan bareng ditemenin semilir angin dan suara motor tua yang sesekali lewat. Dibalik Uji yang sering sama gue, sebenernya gue takut karena dia pernah deket bahkan pacaran sama Opi. Opi emang gak ikut KKN gelombang 2 (karena dia udah ikut gelombang sebelumnya) dan gue emang gak ada masalah sama dia sedikit pun, tapi temen-temennya ada di sini dan itu bikin gue gak enak. Kadang gue harus jaga jarak supaya gak ada orang yang curiga. Gue gak mau dikira jadi 'perebut'.

"Ji, kamu gak aneh gitu jalan sama aku?" Tanya gue to the point. Uji kelihatan bingung dengan apa yang gue tanyakan dan itu bikin gue gak enak hati.

"Em.. engga jadi deh. Gak jelas juga pertanyaanku."

"Engga kok." Jawab dia tegas "Aku tau maksudmu, dan aku sangat baik hari ini.."

"kamu jangan risau sama yang kaya begituan. Ini bukan pernikahan, jadi gak ada yang bisa ngelarang siapapun buat deket sama siapapun."

Bener juga sih omongan Uji, tapi rasa khawatir tetep ada walau sedikit. Gue yang keliatan cuek pun nyatanya bisa khawatir juga, lho. Jangan salah, haha.

Gue dan Uji berniat buat balik ke camp. Kami balik dan disambut dengan anak-anak lainnya yang lagi bantuin warga ngepak kubis dan sayuran lainnya buat dibawa ke pasar besok dini hari.

"Wadidaw, barengan lagi nih."

"Ah engga, aku gak sengaja ketemu dia tadi di jalan."

"Oh iya.. kamu kan abis ngambil obat kan?"

"Kamu ambil obat? Kamu sakit?"

Gue cuma senyum kecil pas liat wajah Uji yang khawatir "cuma gejala maag sama masuk angin aja."

"Kamu bilang "aja"? Ya, kamu jauh dari orang tua. Kamu jangan remehin sakit kaya gitu."

"Iya iya, Ji.. santai aja.. aku yang sakit biasa aja kok."

"Tapi aku engga."

Gue tertegun. Ini anak lidahnya lagi keseleo kan? Soalnya dia ngomongnya kaya dia emang suka sama gue, tapi nyatanya kan engga. Makanya gue mikir dia otaknya lagi kemana-mana dan lidahnya pas lagi keseleo. Kan pas tuh.

"Ji, jangan aneh-aneh deh, tolong."

"Iya.. kamu jangan aneh-aneh sama orang. Apalagi sama perempuan.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Crazy of You [Joshua Hong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang