25.🍃Pemilik Epigram Rasa🍃

31.2K 1.7K 119
                                    


"Saya percayakan semua santri sama sampeyan, Kang," ucap Kyai Zamzami yang berulangkali menepuk pundak Ustadz Fadly.

"Insyaallah mohon doanya, Bah." Ustaz Fadly meraih tangan pengasuh pondok putri itu secara takdzim.

Dua bus mini sudah siap melaju di jalanan malam menuju Universitas Indonesia. Hanya menunggu satu orang yang masih belum datang.

"Saya duduk sebelah kamu ya, Ra?"

"Mbak Naura? I-ikut juga?" Aira terkejut dengan kehadiran Mbak Naura yang langsung mendudukkan diri di sebelahnya. Bidadari bermata bening itu mengangguk sebentar setelah meletakkan barang-barang.

"Iya, saya diutus sebagai penanggung jawab santri putri, karena Mbak Rifa tidak bisa ikut," jelasnya. Gadis itu tak merespon lagi. Ia tepis segala rasa cemburu yang bisa saja menurunkan konsentrasinya untuk mengikuti lomba nanti.

🍃

"Biyuh! Duwure sepiro iku?" tanya Mar'ah ketika bus mereka melewati tugu Monas.

"Jangan ndeso gitu, Mar!" celetuk Keysa yang baru bangun, kini giliran Aira yang tertidur akibat efek samping dari obat anti mabuk perjalanan. Sementara Neng Ridha tidak lupa membawa benda tipis berukuran 4 inc itu, dan membidik semua pemandangan yang ada di Ibukota.

Setelah hampir satu harian lebih berada di perjalanan. Mereka istirahat sejenak di penginapan sebelum menuju lokasi lomba diadakan.

Dipandu langsung oleh Gus Fihriz sebagai koordinator santri Aliyah, doa-doa mereka langitkan berharap semuanya berjalan dengan lancar.

"Ustazah Naura,sampeyan antar dulu mereka ke ruangan masing-masing," ucap Ustaz Fadly sebagai penanggung jawab acara.

"Baik, Mas." Mendengar panggilan itu, ustaz Fadly lekas membuang muka ke sembarang arah. Merasa kurang nyaman.

"Keysa sama Husein. Ayo, ikut saya." Sebelum mengikuti langkah ustaz Fadly, Keysa menggengam erat tangan Aira.

"Deg degan aku, Ra."

"Nggak apa-apa,Key. Bismillah, ini minum dulu air rajahnya." Aira mengulurkan sebotol air doa pemberian dari Kyai Zamzami. Mereka saling mensuport satu sama lain. Sedangkan Aira tengah mendalami isi puisinya, karena jadwalnya masih jam sepuluh. Kemudian ia bergegas mengikuti beberapa teman yang lain untuk melihat perlombaan Keysa.

Waktu terus berjalan, terik matahari ibukota tak melunturkan semangat mereka.

"Giliran Aira, di mana dia?" Ustaz Fadly mondar mandir dengan raut resah di depan gazebo tempat dimana mereka berkumpul. Pasalnya waktu lomba musikalisasi puisi sudah semakin dekat. Khawatir jika didiskualifikasi.

"Tadi katanya izin ke toilet, Mas," sahut Mbak Naura.

Tak berselang lama, Aira dan Keysa melangkah menghampiri mereka. Keduanya tengah asik bertukar kripik singkong yang mereka bawa dari pondok untuk pengganjal lapar.

Ustaz Fadly menatap kesal pada Aira.

Melihat ada sinyal teguran dari sang penanggung jawab acara, Aira segera memberikan camilannya pada Keysa, ia berlari kecil sembari merapikan seragam juga jilbabnya.

"Aduh, Aira. Lipstik kamu belepotan, aku tambahin dikit,ya." Belum sempat Aira menolak, Mbak Naura sudah memoles tipis bibirnya dengan lipstik.

Ustadz, Aku jatuh Cinta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang