23. 🍃Sebuah permohonan 🍃

25.5K 1.6K 137
                                    

Kondisi Aira sudah lumayan membaik. Tidak ada  satupun tubuhnya yang terluka. Ia juga sudah memulai kegiatan pembelajaran seperti biasanya.

"Ok, seperti kelas dua yang lain. Jam pertama kita full ice breaking," ucap Ustaz Fadly terlihat bersemangat. Karena dengan semangatnya yang menggebu ia berharap bisa menular pada murid-muridnya.

"Yes, akhirnya!"

"Tapi nggak ada PR diantara kita kan, Ustaz?" celetuk Ilmi yang seketika disambut oleh sorakan kecil.

"Ada PR setelah ini, ya." Semenjak mereka diajar oleh ustaz Fadly, perlahan rasa canggung itu memudar dengan sendirinya. Meski notabennya ustaz Fadly adalah santri putra, metode mengajar yang ia gunakan seolah bisa menjalin keakraban diantara guru dan murid-murid remaja itu.

"Mantap sekali ustaz kita!" seru Desi dari bangku belakang. Mereka cukup heran, bisa-bisanya Ustaz Fadly mengadakan ice breaking full pada jam pertama.

Aira yang biasanya paling antusias saat pelajaran Ustaz Fadly, ia kini bersikap lebih tenang dari biasanya. Tubuhnya mungkin tidak ada luka, tetapi trauma yang disebabkan oleh kejadian itu bisa saja mengusik psikisnya.

Ice breaking memang biasanya dilakukan disela-sela pembelajaran untuk mencarikan suasana. Selain itu sistem ini juga bisa memupuk kembali semangat supaya tidak jenuh ketika belajar.

Ustaz Fadly memulai dengan gerakan ringan. Mereka saling memijat punggung satu sama lain secara bergantian.

"Silakan singkirkan kursi kalian ke pinggir membentuk lingkaran,ya. Lalu sisakan satu kursi di tengah." Begitupula ustaz Fadly, ia sudah terbiasa dengan sikap-sikap konyol dan absurd mereka semenjak mengajar di kelas ini dan kelas dua bagian B dan C.

Aira terlihat mulai berantusias saat teman-teman saling menyingkirkan kursi. Karena membuat murid-murid itu nyaman dengan keberadaannya meski sebagai guru pengganti adalah prestasi paling memuaskan bagi ustaz Fadly.

Usai mereka duduk secara melingkar, ustaz Fadly mengambil posisi di tengah. Aira sesekali membuang muka saat tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan ustaz Fadly.

Lelaki berseragam batik silver itu menyampaikan aturan permainan dengan runtut dan jelas. Supaya mereka tidak terlalu banyak tanya.

"Sudah paham,ya?"

"Paham, Taz," seru mereka dengan suara lantang.

"Dengarkan baik-baik, angin berembus kepada santri yang berdomisili di Jawa timur," kata Ustaz Fadly. Mereka yang merasa sesuai dengan pernyataan tersebut segera beranjak heboh dari duduknya lalu mencari kursi lain. Sementara yang tidak sesuai dengan pernyataan barusan , tetap diam di tempat.

Aira mulai tertawa kembali ketika dirinya hampir tak mendapat tempat. Jika telat sedikit maka harus duduk di tengah sembari menerima hukuman.

Baru saja dimulai, Ustaz Fadly dibuat tertawa puas oleh sikap mereka yang saling berebut kursi. Di sisi lain, ia kembali merasa tenang saat melihat salah satu diantara mereka kembali ceria.

"Oke,selanjutnya! Angin berembus kepada ... santri yang bercita-cita menjadi dosen." Mereka kembali heboh, kali ini Keysa harus pasrah menerima hukuman dari ustaz Fadly karena kursinya kalah rebut oleh Madina.

"Hukumannya, membuat pantun,ya," ucap Ustaz Fadly. Sementara Keysa hanya plonga-plongo di tengah-tengah mereka. Kemudian ia berpantun sebisanya.

"Dua tiga bulu tangkis, kalau kalah jangan menangis." Gelak tawa kembali memenuhi ruang Al Marwah 14.  Terutama Aira yang tak bisa lagi menahan tawa hingga matanya berair.

"Kamu boleh kasih pertanyaan untuk teman-teman." Ustaz Fadly mempersilakan pada Keysa.

"Asik! Oke gaes, dengerin,ya. Angin berembus kepada murid ... yang suka bikin puisi sama cerpen!" Diantara mereka, hanya Aira Falikha yang spontan berdiri. Seketika itu Keysa berlari dan menduduki kursi Aira dengan bangga.

Ustadz, Aku jatuh Cinta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang