09 | Petra

2.5K 147 224
                                    


Mesin waktu bergulir begitu cepat. Musim dingin dan salju yang sangat Anissa kagumi kini telah berganti menjadi musim semi yang sangat cerah di bulan Maret.

"Ayolah percepat langkah kakimu. Kau sangat lamban."

Bilal menoleh ke belakang, ternyata Anissa sudah tertinggal jauh di belakangnya. Perempuan itu justru duduk di atas batu di pinggir jalan. Bilal mendesis, dia memutar badan lalu segera menghampirinya.

"Gendong."

"Yang benar saja? Ayolah ... jangan manja. Perjalanan kita masih sangat panjang. Cepat berdiri!"

"Kakiku lecet. Apa, Tuan tidak melihatnya?" tanya Anissa.

"Benarkah?" Wajah Bilal berubah panik.

Anissa dan Bilal baru saja turun dari Jabbal Harun untuk berziarah. Di sana terdapat makam nabi Harun AS. Anissa dan Bilal harus menempuh perjalanan sekitar tiga jam untuk sampai ke puncak. Mereka menunggangi keledai jantan, melewati lembah dan mendaki gunung. Cuaca terik, angin pun berembus kencang dan membuat pasir-pasir bertebrangan menerpa kulit wajah mereka. Medan menuju puncak Jabbal Harun sangat terjal dan menantang. Namun Anissa dan Bilal sangat senang karena bisa berziarah dengan khusyuk sesampainya di makam nabi Harun A.S.

Bilal sengaja mengajak Anissa liburan ke Petra sebagai hadiah ulang tahunnya. Selama menikah mereka memang belum pernah liburan berdua seperti ini. Bisa dibilang ini adalah acara bulan madu mereka yang sudah sangat jauh tertunda.

Bilal berjongkok, lalu membuka sepatu Anissa. Matanya melebar ketika melihat kaki Anissa tampak kemerah-merahan.

"Bagaimana kalau kita naik kereta saja?" Bilal mengusap-ngusap betis dan telapak kaki Anissa dengan lembut.

"Tapi aku inginnya naik unta, Tuan!"

Anissa melirik seekor unta besar dan gagah yang barusan lewat di depan matanya. Sepertinya akan sangat seru jika ia menunggangi unta itu bersama Bilal.

"Naik kereta lebih aman, Anissa."

"Ya sudah kalau tidak boleh, kita duduk saja di sini sampai subuh!"

Bilal menahan napas. Sebentar lagi tangisan Anissa pasti akan pecah. Pria itu mengangkat satu tangannya untuk memanggil salah satu kurir unta yang berseliweran di sekeliling mereka. Bukan hanya unta saja tunggangan yang tersedia di Petra. Namun juga ada kereta, kuda dan keledai yang siap membawa pengunjung menjelajahi ibu kota Kerajaan Nabatean ini.

Hari ini Petra tampak ramai oleh turis-turis dari berbagai manca negara. Suara decak kagum, bidikan kamera dan tawa riang terdengar sangat riuh memekakan telinga.

Jantung Anissa meletup-letup saat unta berukuran besar dan sangat tinggi berdiri tegap membawa tubuhnya melayang.

"Tuannnn! Ini sangat menegangkan. Tapi aku sangat senang!"

Bilal menggeleng. "Terserah kau saja."

****

Unta besar yang Anissa dan Bilal tunggangi membawa mereka menelusuri jalanan batu yang terjal. Bial menyuruh kusir unta untuk menuntun untanya agar berjalan lamban dan berhati-hati. Sedangkan bibir Anissa tak henti-hentinya merekah. Bahkan, sesekali Anissa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Bilal yang duduk di belakang. Anissa mendongak untuk mengunci tatapan Bilal yang kini sehangat rembulan.

"Tuan ...! Ini luar biasa sangat indah dan mengagumkan!"

Anissa sangat antusias menikmati pemandangan apik nan megah di sekelilingnya. Gunung-gunung batu raksasa, bangunan-bangunan yang dipahat dari batu cadas merah sangat memukau matanya. Di Petra juga terdapat reruntuhan teater yang bisa menampung sekitar 4000 orang penonton.

Catatan Anissa di Yordania ( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang