Dua: penyelamat

1K 70 2
                                    

"Lo siapa?" Oke. Kali ini Devan yang bicara.

"Anak OSN Matematika." Jawab Aksa membuat satu alis Devan terangkat. Jadi, dia ini murid bimbingan Aksa?

"Mulai sekarang, lo jadi babu gue!"

"Hah?" Tentu saja Ivona terkejut dibuatnya. Atas dasar apa cowok itu mengecapnya sebagai 'babu'?

"Semua anak bimbingan Aksa adalah babu gue. Keberatan lo bisa ngomong sama guru yang udah memilih lo." ucap Devan seraya memangku kedua tangannya. Ada yang aneh. Mengapa tidak ada sorot kagum di mata cewek satu ini? Dia berbeda dari cewek lainnya.

Ivona menatap Aksa yang nampak acuh. Benar kata orang. Meskipun Aksa itu terkenal goodboy, tapi dia sangat sangat cuek. Peduli pada lingkungannya adalah hal mustahil.

Tatapan Ivona beralih ke cowok dengan baju dikeluarkan tanpa dasi yang masih memangku tangannya. Memangnya siapa lagi kalau bukan si badboy Devan Alaric. "Terserah," jawab Ivona pasrah dengan nada malas. Setelahnya, Ivona kembali memutar langkahnya menuju tangga yang akan mengantarnya lagi ke lantai dua dimana kelasnya berada.

"Eh lo diajarin sopan santun gak, sih?!" kesal Devan yang sudah mengalihkan tangannya ke samping. Ini adalah kali pertama seorang Devan dipermalukan oleh perempuan. Untung saja dia cewek, kalau cowok sudah habis jadi adonan bakwan oleh Devan.

Ivona membalikkan tubuhnya. Dagunya terangkat memberi kesan menantang. Kalau kalian berpikir Ivona akan takut dan patuh pada Devan, maka kalian salah. Karena Ivona akan baik pada orang yang baik padanya. Dan melawan pada orang yang semena-mena padanya. Hidupnya semudah itu. "Memangnya kakak diajarin sopan santun? Mana ada sopan santun jadiin orang babu!"

"Gue kakak kelas lo! Suka-suka gue lah! Satu lagi. Gue majikan, lo babu! Gak ada babu yang boleh melawan majikan!"

Right. Kakak kelas selalu benar. Tapi, kalimat majikan-babu itu paling tidak Ivona sukai. Kalau saja dia bisa mengadu, sudah dia lakukan. Tapi, apa boleh buat. Kalau dia mengadu ke guru, yang ada dia akan menjadi bahan bully-an. Ingat, fans Devan ada dimana-mana.

Kalau diladeni, perdebatan ini akan panjang. Jadilah Ivona melanjutkan langkahnya menuju kelas dan mengabaikan Devan yang terus berteriak-teriak seperti orang tersulut emosi.

***

Ivona turun dari bus yang telah mengantarnya ke sekolah. Kakinya melangkah lurus memasuki pelataran sekolah. Senyumnya mengembang kepada setiap orang yang menyapanya. Teman Ivona memang tidak banyak, tapi banyak yang mengenalnya karena nama Ivona yang selalu disebut setiap pembagian raport.

Sesampainya di depan kelas, senyum Ivona yang tadinya mengembang menguap seketika. Cowok yang sedang memain-mainkan dasinya di depan kelas itu membuat napasnya tercekat.

"Mau apa sih dia?" gumam Ivona masih mematung di tempatnya. Ivona terkejut karena ia tertangkap basah oleh cowok itu. Cowok berbandana itu menghampiri Ivona dengan senyuman manisnya. Koreksi. Senyuman mengerikannya.

"Pagi babu!" Sapanya kelewat ceria sampai-sampai membuat telinga Ivona berdengung.

"Kakak ngapain di sini?" sinis Ivona tanpa mau menatap Devan.

Kekehan yang biasanya memabukkan bagi cewek lain, justru terdengar menjijikkan di telinga Ivona. "Gue cuma mau nyapa babu baru gue. Nih bawa tas gue ke kelas!" Tas kosong milik cowok itu melayang dan mendarat tepat di wajah Ivona. Dengan kasar, Ivona melempar tas itu ke lantai. Tentu saja Devan kesal dibuatnya.

"Eh lo gak mau ikut lomba olimpiade lagi?!" kesal cowok itu yang dibalas dengan tatapan tajam milik Ivona. "Mau gue bilang ke Rian kalau lo gak minat ikut olimpiade? Mau gue kerahin antek-antek gue buat bully lo?" Lihat. Devan memang tidak pernah diajari sopan santun. Menyebut nama guru seenak jidat tanpa embel-embel.

Untuk opsi pertama Ivona yakin, kalau gurunya itu tidak akan percaya pada biang onar satu ini. Tapi, untuk opsi kedua... Itulah yang Ivona takuti. Bukan hanya Ivona, pasti semua orang takut dibully. Biasanya, kalaupun kita tidak salah, kalau sudah dimulai pem-bully-an akan tetap dilancarkan. Bahkan orang yang tidak tahu apa-apa akan ikut-ikutan.

"Ayo! Pungut tas gue dan bawa ke kelas!"

Ivona memungut tas Devan dengan ogah-ogahan. "Aku masuk kelas dulu sebentar."

Ivona menyimpan tasnya ke kelas dan menghentak-hentakkan kakinya. Di sana sudah ada Chila yang menatapnya khawatir.

"Lo buat salah apa sama Kak Devan?" Tanya Chila pada Ivona.

"Gue mana pernah buat salah. Dia aja yang stres!" Ivona mengepalkan tangannya ke udara mengarah ke Devan yang berdiri di depan kelas. Jika bisa, sudah ia tinju sampai cowok itu mati. Tapi, cowok saja kalah melawan Devan, apalagi dirinya.

Ivona kembali menghampiri Devan yang sedang tersenyum manis pada cewek-cewek yang menyapanya. Di dalam hati, Ivona sedang mengabsen nama-nama hewan berikut dengan nama Devan yang mengikuti. Contohnya?

"Devan asu!"

Dan masih banyak lainnya. Devan melangkah lebih dulu dan Ivona mengekorinya dari belakang. Di persimpangan menuju blok IPA dan IPS, Devan menghentikan langkahnya. Ivona menatapnya dalam diam. Ternyata ada cewek yang ia ketahui bernama Salsa dan merupakan pacar ke-entah berapa puluh Devan. Kata-kata khas playboy dilontarkan oleh Devan untuk menyapa pacarnya. Lalu, cowok itu mencium kening Salsa dan Salsa mencium kedua pipi Devan kemudian.

Ivona merasa sepertinya hal seperti itu sudah biasa mereka lakukan. Ivona duduk di kursi yang tersedia di depan kelas. Kelas ini merupakan kelas dua belas. Hanya ada beberapa kakak kelas saja yang ia ketahui. Termasuk satu cowok yang baru saja melewatinya dan masuk ke dalam kelas XII IPA-1.

Tidak heran.

"Eh si babu malah enak-enakan duduk!" omel Devan yang sudah bertolak pinggang menatapnya. Ivona mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke cowok itu. Salsa sudah tidak lagi di tempatnya.

"Buruan ke kelas kakak! Udah mau masuk!" Ivona berdiri dan berjalan mendahului Devan.

XII IPS-5. Devan masuk ke dalam dan Ivona hanya diam mematung di depan pintu kelas.

Devan duduk di atas meja dan menoleh ke arah Ivona. Astaga. Tidak sopan sekali kakak-kakak kelasnya itu. Tentu saja banyak teman Devan yang melakukan hal sama.

"Masuk!" Sentak Devan dan Ivona mengerutkan keningnya. Tidak mungkin.

"Siapa, Van?" Tanya salah satu teman Devan yang juga duduk di atas meja.

"Cantik juga. Calon pengganti Salsa?"

"Dege ya, Van?"

"Babu baru gue!"

"Hah?" Teman-temannya menatap Ivona sekali lagi. Cantik begitu dijadikan babu? Sepertinya otak Devan memang sudah geser.

"Masuk!" Titah Devan sekali lagi. Ivona menggelengkan kepalanya enggan. Tidak mau ya tidak mau. Kenapa Devan tidak mengerti, sih?

Kring...

Penyelamat.

Ivona langsung melempar tas Devan asal ke dalam kelasnya. "Udah masuk, Kak!"

***

Tbc

Jangan lupa vote sama comment nyaa❤

Badboy Vs. GoodboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang