1. Awal Petaka

97 20 16
                                    

Jangan terlalu menyepelekan perasaan orang. Ingat! Tuhan itu adil dalam
Memberikan luka termasuk
Karma

-Arlavia-

Sebuah motor berhenti di parkiran sekolah, seorang cowok melepas helm-nya dan memperbaiki tataan rambutnya dan memandangi cermin motornya. Padahal ia telat lima menit, bersyukur satpam mengizinkannya masuk.

Jeritan histeris terdengar jelas oleh Arka yang baru saja turun dari motornya. Arka berjalan tanpa menghiraukan ocehan tersebut. Sejak awal masih menduduki kelas X. Ia sudah menjadi most wanted karena ketampanannya di atas rata-rata.

Arka menemui sahabatnya yang sedang duduk di bawah ring basket. Arka berasumsi bahwa mereka habis bermain basket karena itu menjadi rutinitas tiap pagi bila mereka mau. Elvan, sahabat Arka melempar bola ke arah Arka. Arka dengan sigap menangkapnya.

"Telat lo sat!" ujar Satria

Arka menyengir, ia semalam begadang menyelesaikan tugas yang selama ini ia tunda. Sehingga membuatnya terlambat dan tidak ikut main basket. Arka mundur beberapa langkah dari ring dan memantulkan bola. Ia melompat tinggi dan memasukkan bola ke keranjang.

"Seperti biasa, lo jagoannya" ujar Richard.

Arka tersenyum, "kalian gak masuk kelas?"

Sahabat Arka mendengus, jelas-jelas mereka menunggunya. Jika tidak mereka sudah di kelas sekarang. Elvan menjitak kepala Arka, cowok itu meringis.

"Kita nunggu lo" ujar Elvan.

Arka tertawa kecil lalu mengajak sahabatnya untuk ke kelas. Mereka berjalan melewati koridor sekolah yang telah sepi, karena proses belajar telah di mulai sejak lima belas menit yang lalu.

Mereka sampai di depan sebuah kelas yang telah tertutup. Arka mengetuk dan langsung membuka, ia bergidik ngeri karena melihat gurunya memegang mistar kayu andalan. Teman sekelas Arka menahan tawa melihat ekspresi Arka cs. Mereka menunggu apa yang akan Arka lakukan selanjutnya.

"Eh ibu hehehe," Arka menyengir seakan tidak bersalah.

"Apa lagi alasan kalian?" tanya bu Tina.

Arka menyenggol tangan Satria, karena Satria lah yang paling jago membuat alasan agar tidak di hukum. Namun, Satria diam pertanda ia tidak mempunyai alasan yang pas, lebih tepatnya kehabisan alasan.

"Ng-anu-"

"Anu apa ha?!" sentaknya membuat Arka terkejut bukan main.

"Tadi kita di suruh pergi fotocopy sama bu Sukma, ah iyah fotocopy" ujar Richard, padahal alasan itu telah mereka pakai saat kemarin pelajaran bahasa inggris berlangsung.

Bu Tina menghela napas berat, "yasudah sana duduk"

Senyum mereka merekah lalu berjalan santai ke arah bangku masing-masing. Namun, bu Tina kembali membuka suara dan membuat mereka menegang seketika.

"Ntar kalian berempat temani ini ke ruang kepala yayasan, ada bu Sukma juga kok di sana"

Mereka harusnya sadar siapa orang yang di bohonginya, bu Tina. Di siplin, dan pasti tidak akan mudah percaya oleh alasan-alasan murid seperti mereka. Arka yakin bu Tina akan melaporkannya pada kepala yayasan yang notabennya adalah Nyokapnya.

Tapi kali ini ia tidak perlu takut jika mamanya akan memarahinya, toh mamanya juga tahu ia tidur larut untuk menyelesaikan tugas sekolahnya. Jadi wajar saja ia telat bangun. Tapi, permasalahannya ada pada bu Sukma. Mereka membawa namanya dan sudah di pastikan akan terkena nasihat yang paling anti mereka dengar.

Playboy EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang