Part 2

18.5K 1.5K 100
                                    

Sakura sudah bisa menebak bahwa Sasuke pada akhirnya akan mengikutinya. Terlihat jelas dari cara pria itu sedari tadi mengawasinya dari atas sana. Dan ia tak akan menghindar lagi. Toh, Sasuke yang kesini. Ia sudah terlalu malas untuk berpindah tempat. Pria itu bisa berada di mana pun sesukanya.

"Jangan berlebihan. Kau hanya akan membahayakan dirimu." bisik Sasuke saat jarak mereka telah dekat. Suaranya datar untuk musik sekeras ini. Sakura mengabaikannya. Tidak ada urusan dengan Sasuke. Ia tetap menggerakkan tubuhnya tanpa beban. Sasuke hanya memandangi Sakura yang masih bergoyang mengikuti dentuman musik.

Merasa risih, tiba-tiba Sakura berhenti. Sedari tadi Sasuke terus menatapnya tanpa henti. Ya, Tuhan! Bahkan pria itu berdiri dengan tegak seperti seorang bodyguard yang sedang menunggui majikannya. Sakura mengetukkan ujung heels-nya ke lantai, kesal.

"Apa aku menganggumu?" Tangannya bersedekap di dada. "Jika ada yang satu-satunya berbahaya disini, itu adalah kau." Jari Sakura menunjuk ke arah Sasuke. Suaranya sengaja ia keraskan agar pria itu mendengarnya. Musik di lantai dansa sangat keras.

Sasuke mendengus. Tanpa bicara, pria itu menarik Sakura. Membawa pergelangan wanita itu di genggamannya. Sakura berusaha menahan tubuhnya agar tidak ikut tertarik Sasuke. Tapi kekuatan pria itu lebih besar. Sasuke baru melepaskan tangannya saat mereka berada di lorong klub yang cukup sepi.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya datar. Sasuke menatap tepat di matanya.

Sakura berdecak, mengumpat dalam hati. Apa setelah lima tahun tidak bertemu, Sasuke menjadi gila atau lupa ingatan? Pria itu tanpa rasa bersalah tidak menyinggung permasalahan mereka. Malah bicara tidak jelas seperti ini. Dadanya naik turun menahan amarah.

"Kau," suaranya bergetar. "Brengsek!"

Sakura tidak tahan untuk tidak menampar Sasuke. Napasnya putus-putus. Tangannya kebas sekarang. Ia seperti melayangkan tangannya dengan sekuat tenaga. Pipi putih Sasuke seketika berubah merah. Terlihat jelas bekas tangannya disana.

Sasuke menunduk. Meresapi sakit yang dirasakannya akibat tamparan keras Sakura di pipinya. Sudut bibirnya tertarik, mungkin Sakura sudah menahan ini sejak pertemuan mereka kemarin.

Sasuke mengangkat kepalanya. Menatap Sakura dalam, penuh arti. "Maaf meninggalkanmu. Tapi aku yakin kau sudah mengerti alasannya."

Tenggorokan Sakura menjadi kering. Ia tak bisa menjawab pria itu. Sebongkah batu seperti sedang mengganjal tenggorokannya. Ia tahu, ayahnya menyebabkan kedua orangtua Sasuke meninggal, sekaligus. Walau mungkin ayahnya menabrak mereka secara tidak sengaja. Namun itu merenggut masa kecil Sasuke yang tiba-tiba harus hidup seorang diri. Ia tidak bisa menyalahkan Sasuke sepenuhnya.

Namun sebagian dirinya tetap tidak terima. Mengapa ia yang harus menjadi pelampiasan atas sakit hati Sasuke? Ayahnya masuk rumah sakit dan meninggal keesokan harinya setelah pernikahan Sakura yang gagal. Ibunya meninggal beberapa bulan yang lalu karena penyakit yang menggerogotinya setelah kepergian ayahnya. Kedua orangtua yang begitu menyayanginya kini sudah tiada.

Sakura tersenyum miris meratapi nasib mereka. "Kurasa kita impas." ujarnya lemah. Lalu menghembuskan napasnya perlahan. Ia sudah merelakan kedua orangtua sejak bertekad memulai hidup kembali. "Lagipula dulu kita juga tak pernah seperti pasangan. Kau hanya datang saat ingin seks dan kita jarang berkomunikasi kecuali di tempat tidur." lanjutnya.

Sakura kembali mengingat kebodohannya bagaimana ia sangat bahagia saat akhirnya hubungan tidak jelasnya dengan Sasuke diakhiri dengan ajakan menikah dari pria itu. Ia pasti terdengar dangkal. Tapi saat itu ia sangat lega karena akhirnya mereka memiliki ujung hubungan yang jelas. Wanita mana yang tidak ingin menikah dengan seseorang yang ia cintai.

Face Again ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang