■ EPILOG

21.1K 1.8K 90
                                    



Comeback?

Perlahan, cahaya mulai menyeruak di penglihatannya. Iris matanya mulai tergerak secara perlahan. Merasakan perih di beberapa bagian tubuhnya. Perban. Ia simpulkan itu perban.

Ia masih hidup? Ternyata iya. Ia pikir ia akan mati setelah tembakan itu mengenai tubuhnya. Ia bernafas lega. Setidaknya ia masih bisa melihat dunianya yang dulu. Matanya yang sedari tadi nelihat sekelilingnya kini menangkap satu objek yang sangat dirindukannya.

Jeno.

Jeno tertidur di kursi samping ranjangnya dengan kepala yang tersender di lemarinya. Namun entah apa yang membuat tangannya merai genggaman Jeno dengan susah payah.
Hangat.

Senyumnya mengembang. Namun seketika rasa bersalah menggelayuti dirinya. "Maaf..." lirihnya. Ia menarik nafas sebelum melepas genggamannya. Sepertinya ia memang harus pergi. Musuh mereka sudah mati. Jeno tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.

Juga masih banyak yang belum dilakukannya. Selain itu Jisung dan Renjun pasti khawatir. Ia mulai berusaha bangun, setelah menahan ringisannya tiap kali bergerak. "Tidurlah dulu. Kau belum pulih," ia terkejut. Suara disampingnya, Jeno.

"Tidak. S-sepertinya aku memang harus pergi. Aku sudah banyak melakukan kesalahan padamu. Aku-aku minta maaf. Aku seharusnya tidak melakukan semua itu. Harusnya aku menurutimu dengan diam disini hingga semuanya aman.

Maaf..." Jaemin menunduk, membiarkan air mata menjalari pipinya. "Aku paham. Jika aku dihadapkan diposisimu ku pastikan aku juga akan berlaku yang sama denganmu," Jeno tersenyum, ia meraih wajah Jaemin.

"Jangan pikirkan itu, aku tidak apa-apa. Harusnya aku berterimakasih padamu. Kau membantuku melawan musuh-musuhku, lebih lagi, kau juga menyelamatkanku. Membuatku tetap hidup." Jaemin tersenyum. "Harusnya aku yang berada diposisimu. Aku minta maaf, aku-aku---"

"Lupakan." Jeno menyela.

"Ah, bagaimana jika besok aku mengantarmu pulang?" Jaemin mengangguk antusias. "Benarkah?" Jeno mengangguk, "ya, tentu. Mengapa tidak? Ini sudah tidak berbahaya seperti dulu." Jaemin mengangguk antusias.

"Janji?" Jeno membalas jari kelingking Jaemin, "Janji."

"Heol. Ini masih pagi dan kalian sudah berpacaran? Aku sudah menahan ini dari tadi dan aku muak melihat roman picisan sebagai sarapanku." Haechan langsung masuk dengan nampan penuh makanannya.

"Aku sudah membuat ini dari tadi pagi. Kalau kalian tidak memakannya, maka aku tidak segan-segan menjadi orang ketiga dihubungan kalian," Haechan menaruh nampan di nakas dan segera pergi.

Jaemin merasakan pipinya panas. Yah, ia baru ingat itu yang ia katakan kemarin ketika mengira bahwa dirinya akan mati disaat itu juga. Namun kenyataan tak sesuai ekspetasinya. Ia masih hidup.

"Jangan menyesali jawabanmu kemarin. Ah, bukalah mulutmu. Aku akan menyuapimu."

[ALPHA||NOMIN°]

Hatinya berdesir. Tangannya dan Jeno saling bertaut. "Karenamu, semua ini menjadi pack milikku. Kau berhasil membunuh mereka. Meski tidak dengan cara perang, tapi kau berhasil mengalahkan mereka. Memang mate yang sempurna," Jeno tertawa, lantas merangkul Jaemin dengan tangannya yang tadi menggenggam tangan Jaemin.

"Ini sudah dekat dengan rumahku. Kau ikut ya?" Jeno menaikkan alis, lalu tertawa. "Jika itu maumu, tentu." Jeno mengusak surai Jaemin gemas.

Mereka sampai disebuah pintu rumah. Jaemin menarik nafas sebelum benar-benar membuka kenop pintu. "Aku pulang!"

Enam orang didalam serempak menoleh.

"Jaemin!"

[ALPHA||NOMIN°]

Jaemin tersenyum. Kepergiannya membawa adiknya pada satu cinta yang tulus. Zhong Chenle. Pria yang rela menemani Jisung mencarinya, merawat Jisung ketika dirinya dinyatakan hilang.

Bahkan kini, ia masih menemani Jisung yang banyak tertinggal pelajaran. Itu bukanlah hal yang mudah. Tapi jika itu tulus, Jaemin yakin tidak akan ada kata tidak.

Jaemin tidak mau, Jisung menyikapi perasaan Chenle dengan salah, sepertinya. Jaemin tidak mau, hal yang terjadi padanya terjadi juga pada Jisung. Ia juga tidak salah menilai perasaan Chenle pada adiknya.

Sebab itu terjadi juga padanya.

"Lihat apa?" Sebuah tangan melingkar dipinggangnya. Ia tahu, itu pasti Jeno. Ya, sejak Jaemin pulang, ia meminta Jeno juga ikut tinggal bersamanya. Kecuali jika ada hal yang tidak beres, Haechan akan menghandle sebelum mencarinya.

"Harusnya Jisung melabeli hubungan mereka! Aku tidak terima jika Chenle diperlakukan hanya sebagai teman," ia mengerucutkan bibirnya. "Itu hidup mereka. Ada masanya seorang sadar dan berubah. Hanya menunggu waktu."

Jaemin menghela nafas. "Hm, benar. Ah, Jeno, bagaimana kalau kau ikut menjaga kedai es krim ku? Disana kita akan bermain bersama Renjun juga! Itu akan menyenangkan!" Tanpa pikir panjang ia menarik tangan Jeno yang hanya diikuti oleh lawannya.

Jaemin kekanakan. Namun Jeno tidak pernah keberatan jika harus menuruti semua kemauan pasangannya. Ia sangat menyayanginya. Ia tidak akan membiarkan siapapun melukainya, membuatnya sedih.

Terlebih lagi jika mengambil Jaemin darinya.

[END]

Bonchapnya epilog hiya. Maafkeun huhu. Tidak memuaskan yes? Ini ku buat diwaktu yang mepet. Karna rencananya aku buat + up ini besok. Gak kepikiran nulis apa akutu. Karna besok udah ukk dan ga bisa mikir aku :)

Gudbay! Sampai ketemu dilain work yes :)


-ENDED:19052019




[COMPLETE] ALPHA || NOMIN° Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang