Cukup lama Daniel dan Jihoon duduk terdiam saling berhadapan di ruang tengah rumah berlantai dua mereka. Keduanya sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Jihoon menunduk, memainkan ujung kaos lengan panjangnya sembari menggigit bibir bawahnya untuk menetralkan detak jantungnya. Takut-takun Jihoon sesekali melirik ke arah Daniel yang tampak sama tegangnya dengan dirinya saat ini. Wibawanya ketika memimpin perusahaan seakan lenyap tenggelam dalam rasa gugup yang menderu di benaknya. Sejenak tatapan mereka bertemu ketika Daniel juga melirik ke arah Jihoon yang tertangkap basah.
Jihoon berdehem beberapa kali untuk mengecek tenggorokannya yang kering namun terlalu gugup untuk beranjak dari sana mengambil segelas air. Melihat hal itu, Daniel mengambil inisiatif untuk menetralkan suasana. Sebisa mungkin Daniel mencoba terlihat tenang dengan duduk menyender di kepala sofa. Jemarinya terangkat melonggarkan dasi yang serasa mencekik lehernya seharian ini.
"Jadi ada apa Jihoon?"
Sebagai kepala keluarga, tentu saja Daniel yang memulai membuka pembicaraan. Istrinya tiba-tiba bertingkah aneh sejak ia pulang dari kantor sore ini, dan tanpa Daniel duga Jihoon meminta waktunya untuk berbicara sebentar yang langsung disetujui Daniel setelah melihat raut serius Jihoon.
Jihoon berdehem lagi. Daniel tidak sadar bahwa Jihoon memangku sesuatu sampai benda itu diletakkan di atas meja yang memisahkan mereka. Selembar kertas dikeluarkan Jihoon dari dalam amplop coklat yang tadi diletakkannya di atas meja. Mendorong kertas itu ke depan Daniel. Daniel mengalihkan fokusnya melihat ke arah kertas itu. Mata monolidnya melotot kaget melihat judul akta yang tertera di atasnya.
Surat perceraian.
"Kang Daniel, ayo bercerai."
Kalimat Jihoon selanjutnya membuat Daniel semakin keheranan saja. Istrinya yang tidak banyak bicara tiba-tiba mengajaknya membicarakan sesuatu yang sungguh di luar dugaan. Setelah 3 tahun membina rumah tangga atas dasar perjodohan, Jihoon akhirnya menyerah dan meminta untuk berpisah.
Tidak ada yang dirasakan oleh seorang Kang Daniel selain rasa terkejut. Malah sebenarnya ia diam-diam menunggu hal ini, menunggu waktu yang bergulir hingga tiba pada ujung hubungan pernikahannya dengan Park Jihoon, seorang anak konglomerat di Korea Selatan. Perasaannya masih tak menentu karena rasa terkejut yang mendominasi ketika tangan kekarnya mengambil selembar kertas itu, membaca nama para pihak yang tertera di dalamnya kemudian beralih menatap istrinya kembali. Jihoon tampak betah menundukkan kepalanya. Daniel tidak tau apa yang dipikirkan oleh Jisung, dan tidak tertarik untuk mengetahuinya.
"Kau serius?" Hanya untuk memastikan, Daniel bertanya kalau-kalau ia dibodohi. Tapi Jihoon malah mengangguk cepat masih tanpa melihat ke arahnya.
"Baiklah kalau begitu."
Daniel mengambil bolpoin yang selalu dibawanya di saku kemejanya. Membubuhkan tanda tangan di atas sebuah materai yang menjadi bukti bahwa akta perceraian itu sah adanya. Setelahnya, Daniel meletakkan kertas itu tepat di depan Jihoon, lengkap dengan bolpoin yang tadi digunakannya agar dapat Jihoon gunakan untuk menandatangani akta itu.
"Aku akan menandatanganinya setelah mengatakan syarat yang ingin ku ajukan. Jika kau menerima syarat itu, kita akan bercerai 100 hari dari sekarang. Tapi jika tidak, aku tidak akan menandatanginya sampai kapanpun."
Entah darimana Jihoon mendapatkan suaranya hingga ia dapat dengan lancang mengatakan kalimatnya barusan. Matanya memejam erat bersiap mendengar respon suaminya. Namun beberapa waktu menunggu tak ada respon apapun dari Daniel. Jihoon mengumpulkan keberaniannya mengangkat wajahnya untuk menatap wajah suaminya. Tawa Daniel membahana memenuhi ruangan setelah mata mereka bertemu.
"Tentu saja, tidak mungkin kau akan tiba-tiba mengajak bercerai tanpa menginginkan sesuatu." Daniel kembali bersandar di sofa, mengangkat kakinya dan ditumpukan di atas kakinya yang lain, duduk dengan santai dan gaya yang congkak khas ala dirinya. "Katakan Jihoon, apa syaratmu."
Sudut bibir Jihoon berkedut, hatinya terasa ngilu tiba-tiba setelah mendengar perkataan Daniel. Ia tidak mau kalah dan mencoba untuk terlihat angkuh di depan suaminya sendiri.
"Mari bertingkah layaknya suami istri sungguhan dalam 100 hari ke depan sampai saat perceraian kita tiba."
Keduanya tidak ada yang mau mengalah dalam melemparkan tatapan lurus yang terasa dingin. Jiwa persaingan mereka kuat terlihat hanya dari sorot mata yang mereka pancarkan.
"Baiklah, mari menjadi suami istri yang sesungguhnya untuk 100 hari ke depan."
***
© Lady F
2019-05-20
KAMU SEDANG MEMBACA
After 100 Days | NielWink
FanfictionJihoon dan Daniel sepakat untuk bercerai setelah 3 tahun menjalani kehidupan pernikahan. Daniel pikir semua akan baik-baik saja meski Jihoon mengajukan syarat yang langsung disetujuinya. Namun akankah seterusnya demikian? Kang Daniel X Park Jihoon ...