Arunabinaya: Git, jam 5 sore ke rumah, ya!
Pesta ulang tahunnya aku rayain kecil-kecilan, tapi kalo bisa kamu bawa kado hihi😋Setelah membaca pesan singkat yang di kirim Aruna melalui WhatsApp, matanya segera melirik jam digital yang tersedia di sudut layar ponselnya. Pukul 14.59 WIB. Gita hanya punya tiga jam untuk mempersiapkan dirinya.
Mendengus pasrah, Gita merebahkan tubuhnya diatas spring bed tanpa ranjang. Jujur, datang ke pesta ulang tahun sebenarnya perlu banyak pertimbangan. Terlalu malas bergabung dalam keramaian tidak bermanfaat seperti itu untuk Gita. Apa boleh buat, kalau Gita tidak datang, sama saja ia tidak menghargai undangan temannya itu.
Dengan gerakan malas, Gita beranjak dari kasurnya menuju lemari mencari setelan yang akan ia kenakan. Kado? Gita sudah menyiapkannya tiga hari sebelum ulang tahun Aruna dan berencana memberikannya di sekolah. Nyatanya, ia mesti repot-repot berdandan dan hadir dalam pesta yang di buat Aruna. Bukannya tidak ikhlas, tapi malas.
***
Setengah jam lagi acara dimulai, Gita bahkan baru selesai mengikat tali sneakers abu-abu kesayangannya. Sebelum bergegas memanggil sang Abang untuk mengantarnya ke rumah Aruna, Gita menyempatkan mematut dirinya di cermin. Blouse navy dengan lengan tiga perempat dan hiasan mutiara berwarna silver di bagian leher baju, di padukan celana jins senada dengan sepatunya, Gita tampak cantik dengan setelan casual khasnya.
Waktunya sudah tidak banyak lagi, segera Gita mengambil clutch navy dan kunci motornya.
"Bu, Gita nggak jadi minta di antar bang Rendy, dia bawa motornya lama. Jadi Gita bawa motor sendiri, sebelum jam 9 pasti udah pulang." Celoteh Gita sebelum mencium punggung tangan Ibunya dan pergi menuju teras menyalakan motor matik miliknya.
Di teras, ia berpapasan dengan Rendy yang langsung memasang ekspresi bingung. "Katanya minta di antarin ke rumah Aruna?" Tanya laki-laki itu sambil menghisap sebatang rokok. Gita menggeleng. "Udah telat, abang bawa motornya lama." Ujarnya sambil memasang helm dan men-starter motornya.
Di tengah perjalanan, Gita merasa lupa membawa sesuatu. Berusaha mengingat, tapi rasanya tidak ada yang tertinggal. Tepat setelah memarkirkan motornya di halaman berumput rumah Aruna di deretan kendaraan lainnya, Gita baru teringat apa yang lupa ia bawa saat melihat beberapa orang menenteng benda berbungkus kertas kado.
"Aduh!" Gita menggaruk dahinya sebal. Penyakit lupa mendadaknya kambuh. Mau pulang untuk menjemput kado milik Aruna, jarak rumahnya dan Aruna cukup jauh. Sekitar 7 km. Perasaannya bimbang, mau masuk, malu karena tidak membawa benda yang memang seharusnya di bawa.
Suara cempreng Aruna tertangkap indra pendengarannya. Hawa panas merambati punggungnya, panik. Kakinya kuat untuk lari bersembunyi, tapi konyol, motornya tidak mungkin dia tinggal di halaman rumah orang sembarangan. Kalau pulang tanpa motor, Ibu dan kedua Abangnya pasti mengomelinya habis-habisan.
"Ih, telat lima belas menit!" Gerutu Aruna. Gadis setinggi alis Gita itu berkacak pinggang. Dress coklat pastelnya tampak cantik, rambut lurus sepunggungnya tergerai indah. Kadang, Gita merasa minder karena punya teman secantik Aruna.
"Maaf. Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun, Aruna. Eum ... tapi, kadonya ... ketinggalan," Gita menunduk, jari telunjuknya menusuk-nusuk jempolnya, panik.
Aruna berdecak. "Yah, gimana jadinya?" Suaranya terdengar merajuk. Tapi matanya menyorot Gita jahil, mau tahu bagaimana respon Gita.
"Aku nggak di bolehin masuk?" Suara Gita semakin melemah, dia benar-benar merasa bersalah.
Jari-jari lentik Aruna menjentik kening Gita yang tertutupi beberapa helai poninya. Suara tawa renyah keluar, terdengar menyebalkan di telinga Gita. "Makanya, sebelum pergi obat amnesianya diminum! Ya udah, ayo masuk!" Aruna menarik lengan blouse Gita. Aruna memaklumi Gita yang takut jika di sentuh orang lain.
Dari hasil penelusurannya di Google, Gita mengidap Haphephobia -Fobia akan sentuhan. Jika melakukan skinship atau tidak sengaja tersentuh oleh orang lain, menyebabkan ketakutan yang berlebihan, menggigil, bahkan sampai pingsan. Namun, dari semua reaksi itu, Gita hanya gemetaran karena takut jika di sentuh, tidak sampai berlebihan. Gita tidak tahu pasti apa penyebab fobianya itu.
"Katanya pesta kecil-kecilan, tapi tamu sebanyak ini." Celetuk Gita sambil melempar pandangannya ke seluruh penjuru rumah besar Aruna. Aruna tinggal di perumahan D' Green City yang memang rata-rata bangunannya terdiri dari dua tingkat.
"Kalo pesta besar-besaran, rayainnya bukan di rumah. Yang nggak bawa kado, jangan bawel!" Aruna mendorong punggung tinggi Gita hingga sampai di meja bundar di kelilingi tamu undangan dengan setelan casual lainnya. Satu persatu Gita lihat, ternyata teman sekelas mereka.
Karena duduk diantara teman sekelasnya, Gita tidak terlalu merasa gugup berada di sekumpulan orang yang dia kenal.
Sebuah tangan berbalut kemeja flanel berwarna merah marun menyodorkan segelas soya lengkap dengan sedotannya, minuman kesukaan Gita. Mendongak, Gita mendapati Riki tengah menggigit pocky. "Hae, manusia tripleks." Sapa suara serak itu.
Riki Andrian. Teman sekelas Gita paling jahil dan menyebalkan. Hobinya colek-colek Gita, kalau bisa sampai menangis. Dia menyukai fobia Gita, katanya unik.
"Jangan sok baik. Sehari aja nggak gangguin aku bisa nggak, sih? Jauhin gelasnya, atau mau aku mandiin pake air soyanya?" Ujar Gita sarkas.
Tawa menyebalkan Riki pecah, menusuk telinga rasanya. Teman-teman Gita suka melihat drama konyol yang sering kedua orang ini mainkan setiap bertemu. "Kamu itu sering suudzon sama aku. Kamu kan capek, baru sampe, nih, aku ambilin minum." Ujarnya santai, tidak peduli wajah Gita memerah sebal. Cowok itu malah duduk di kursi samping Gita sambil memasang cengiran kudanya.
Riki terus mencoba mengajak Gita berbicara, tetapi tak di hiraukan Gita. Matanya sibuk menatap cowok bertubuh tinggi sedang mengobrol dengan Aruna. Sepupunya mungkin? Pikir Gita sambil menopang dagunya, memperhatikan bentuk wajah pemuda itu.
Pemuda itu memiliki belahan samar di dagunya, terlihat seperti pemeran Superman. Hidungnya juga mancung, matanya agak sipit. Model potongan rambutnya yang paling Gita suka, clean cut. Penampilan cowok itu tampak bersih.
Mulai, deh. Gita mulai kepo sama cowok yang baru dia lihat. Percayalah, pasti sepulang acara ini, Gita mencari akun Instagram milik cowok itu, bagaimana pun caranya.
Mungkin sadar ada seseorang yang memperhatikannya, sepupu Aruna itu menolehkan kepalanya ke kiri, menatap Gita. Jantung Gita mendadak menggigil. Segera ia palingkan wajahnya sambil memejamkan mata, malu ketahuan memperhatikan orang.
Gini, nih. Kumat kebiasaannya itu tidak tahu tempat. Memperhatikan penampilan cowok yang menurutnya menarik, sekali diajak kenalan langsung sawan, bisu seribu bahasa.
Tbc
A/n
Haiiiiii
Ini sebenarnya pas di post ada author note sama udah banyak bagian yang di revisi. Tapi pas diliat, kok amburadul? Ada masalah sama wattpad kah?Jadi aku perbaiki lagi, kalian bisa baca ulang, kalo nggak mau nggak papa kok;))
Gimana? Gimana? Udah sebulan lebih nggak update, kalian baru baca prolog, penasaran nggak?
Makasiiiii untuk yang tidak menghapus kincir angin dari library kalian karena lama gk update. Nyari feel itu sulit~
Yaudahdeh, makasi buat yg udah baca, apalagi vote, pake comment pula😚
Yudadababayy
KAMU SEDANG MEMBACA
Kincir Angin [On Going]
Подростковая литератураKincir angin itu sama seperti roda. Posisinya nggak selalu di atas, nggak juga selalu di bawah. Kalo baling-balingnya ditiup angin, yang di bawah pasti berpindah jadi ke atas, begitu juga yang di atas. Tapi, tunggu waktunya tiba. Jadi, kamu nggak us...