three

5 2 0
                                    

Dari marah, menjadi ramah
Dari tatapan sinis, menjadi senyuman manis
Dari saling mengerjai, menjadi saling mencintai.

***

Seminggu sudah Lyra sekolah di SMA Permata. Hanya dalam waktu seminggu, ia mampu menarik perhatian para guru maupun siswa-siswi yang lain karena dirinya yang sangat akrab dengan Pak Seno, sang pemilik sekolah sekaligus kepala sekolah SMA Permata yang terkenal tegas dan dingin.

Seperti hari ini, Lyra dipanggil Pak Seno untuk menemuinya di ruangan.

"Gimana sekolahnya, betah?" Lyra mengangguk dan sesekali tersenyum menjawab pertanyaan dari Pak Sena.

Kini Lyra sudah duduk di sofa, Ruang Kepsek.

"Papa sama Mama kamu sudah pulang?" Ucap Sena.

"Belum, masih ada urusan yang belum selesai katanya, mungkin minggu ini baru pulang," Sena mengangguk mendengarkan penjelasan Lyra.

"Dulu om suka main ke rumah kamu, waktu kamu masih kecil. Bukankah nama kamu dulu Virgia, ya?" Ucap Seno sambil mengingat-ngingat.

Seno sempat bilang, kalau Lyra lagi ngobrol santai dengannya tak usah panggil 'Pak' , panggil aja 'om', dulu juga Lyra panggil Seno dengan sebutan Om. Lagi pula Seno sudah menganggap Lyra bagian dari kelurganya. Itu karena hubungan ia dan Papanya Lyra sudah sangat akrab dan dekat.

"Iya, waktu Lyra pindah ke Madrid, papa nyuruh Lyra ganti nama," Ucap Lyra santai.

"Loh, kenapa harus ganti?" Tanya Seno penasaran.

"Saya juga kurang tahu om, Papa bilang harus ganti nama. Jadi dari Akte kelahiran, Kartu Keluarga, Izajah SD, SMP, harus diubah semuanya," Seno mengangguk pengerti. Pasti ada sesuatu yang membuat sahabatnya mengganti nama anaknya ini.

Setelah bel masuk berbunyi, Lyra pamit undur diri. Dirinya tak mau ketinggalan dalam urusan belajar. Karena menurutnya seorang perempuan juga harus pintar dan cerdas. Walaupun nanti kalau sudah menikah yang mencari nafkah suami, tapi tetap seorang istri juga harus mendidik anak-anaknya kelak. Karena pendidikan pertama seorang anak itu, adalah dari ibunya.

Bagaimana anaknya ingin cerdas jika ibunya saja tidak tahu apa-apa.

Di depan Ruang Kepsek, Lyra berpapasan dengan Arta, namun keduanya tidak menghiraukan satu sama lain layaknya seperti bertemu orang asing. Setelah kejadian di parkiran beberapa hari lalu, keduanya tak lagi terlihat saling adu mulut seperti biasanya.

Dan satu lagi, saat Lyra tahu Arta masuk kelas unggulan pertama dan menjadi siswa yang paling berprestasi seangkatannya, ia sungguh tak percaya. Kok ada ya, berandalan masuk kelas unggulan.

Tapi sudah lah, Lyra juga tidak peduli sama cowok sinting yang sombongnya tingkat dewa itu.

Sorenya, sehabis pulang sekolah Lyra menyempatkan diri menjenguk Galen di rumah sakit, setelah dari rumah sakit, ia langsung pergi ke kedai kopi yang jadi langganannya baru-baru ini. Tadinya ia akan mengerjakan tugas kelompok dengan Orlin dan Kinara, tapi barusan keduanya memberi tahu kalau keduanya sedang ada urusan lain. Jadi mau tidak mau kerja kelompok dibatalkan.

Lyra menyalakan laptopnya, kemudian membuka galeri foto miliknya. Di sana hanya ada foto dirinya dan Galen, serta sisanya foto pemandangan alam yang Lyra jekrek sekenanya.

Lyra menatap miris foto dirinya yang sedang tertawa bersama dengan Galen. Rasanya sesak jika mengenang kebersamaan mereka dulu. Kalau tahu Galen akan koma seperti sekarang, Lyra dulu pasti tidak akan melepaskan Galen sedikit pun dari genggamannya. Namun sekarang sudah terlambat. nasi sudah menjadi bubur. Semuanya telah terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Him Go!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang