Winter

286 41 12
                                    

"Terimakasih atas waktunya." Inoo sedikit membungkuk beberapa saat, lalu kembali membereskan laptopnya. Dari baru selesai presentasi. Suara gemuruh tepuk tangan masih terdengar beberapa saat.

"Baiklah kita sudahi dulu kelas pagi ini." Dosen yang mengajar berdiri dari kursinya. Begitu juga mahasiswa lain juga membereskan barang-barang mereka.

"Keren, Kei-chan, aku sempat cemas kau akan ceroboh seperti biasanya." Puji Chinen berjalan di samping sebelah kiri Inoo.

"Syukur, ayo ke kantin. Aku belum sarapan." Ucap Inoo sambil mengelus perutnya. "Ngomong-ngomong dimana Dai-chan?"

"Katanya dia mau duluan ke perpustakaan." Jawab Chinen.

"Begitu ya, kalau begitu kita bawakan sesuatu dari kantin untuknya." Ucap Inoo membenarkan tas di punggungnya. Langkah Chinen terhenti.

Inoo merasakan teman mungilnya ini lebih lambat ikut berhenti dan melihat Inoo dengan aneh. "Ada apa Chii?"

"Kau benar-benar pikun? Kita tidak boleh membawa makanan ke perpustakaan."

"Eh? Oh iya, hehehe... Aku lupa Chii, kalau begitu kita tunggu saja dia di taman, dia pasti selesai belajar 20 menit sebelum bel masuk kelas berikutnya." Mereka mulai berjalan lagi.

🍄

Di kantin tidak terlalu ramai oleh mahasiswa, mungkin karena dominan mahasiswa di sini memilik jadwal kelas sore. Inoo dan Chinen membawa 2 nampan berisi ramen dan teh dari kasir, kemudian duduk di salah satu meja yang kosong.

"Selamat makan." Ucap mereka serempak sambil menyatukan kedua telapak tangan mereka, kemudian mulai menyuap makanan masing-masing.

"Kau tau Kei-chan, rasanya akhir-akhir ini alergiku sering kambuh." Ucap Chinen sambil mengunyah makanannya.

"Alergimu terhadap udara dingin?" Tanya Inoo.

"Hmm.." Chinen menjawab dengan anggukan. "Tapi aku paling kesal jika itu sudah menjerumus ke wajahku, bisa-bisa aku pingsan dari itu."

"Pingsan karena wajahmu yang kembang kempis seperti jerawat?" Inoo mencoba bergurau.

"Bukan! Kita bicara soal alergi, bukan jerawat Kei-chan!" Chinen sedikit gemas dengan tingkah teman sebayanya ini, ya walau bisa di bilang Chinen lebih muda 4 tahunan dari inoo.

Mereka melanjutkan makan mereka di hari ke 7 musim dingin ini.

🍄

Daiki dari tadi masih fokus dengan buku buka tebal di atas meja perpustakaan, dia terlihat sangat fokus.

"Sial, tidak ada di buku ini." Gumam Daiki kesal dalam hatinya, dia mulai beranjak dari tempat duduk menuju rak-rak buku. Mencari buku  Ensiklopedia.

"Itu dia!" Ucapnya pelan. Sayangnya rak itu tinggi, bahkan dia melompat kecil beberapa kali tetap tidak bisa meraihnya. Dia mendengus kesal.

"Ini." Seseorang menyodorkan buku yang dia coba raih sejak tadi, saat berbalik ternyata yang berdiri di belakangnya adalah seniornya, Takaki Yuya.

"Te-terimakasih, kak." Ucapnya menundukkan wajah.

Maksud wajah menunduk ya itu sebenarnya takut, karena seorang Takaki Yuya di sekolah itu terkenal dengan sikap dinginnya, bahkan ada yang menyebutnya preman sekolah.

Yuya berjalan ke salah satu meja. Bagai tertimpa sial tiga kali, pertama dia tidak bisa meraih buku ini, kedua buku ini diberikan oleh seseorang yang begitu dingin sekampus, ketiga... Orang itu duduk di meja yang sama dengannya. Sempat berfikir canggung untuk kembali ke tempat duduk, tapi mau bagaimana, dia harus menyelesaikan tugasnya.

Dia duduk dengan canggung, dan melanjutkan menyelesaikan catatannya sambil membolak-balik buku tebal di hadapannya sekarang.

"Kau sedang mencari apa?" Tanya senior itu.

"Anu... Tentang pencernaan manusia." Ucapnya sambil tersenyum berat.

"Oh," jawab Yuya singkat, dia mulai bermain dengan laptopnya. Daiki juga kembali menjelajahi buku dengan tebal ribuan halaman ini.

"Ini." Yuya membalik laptopnya, menunjukan sebuah blog dengan tema yang dia cari. "Kau akan lama jika harus mencari di tiap halaman itu." Ucap Yuya lagi.

Daiki masih canggung menerima tawaran dari seniornya ini, tapi dia benar-benar dihimpit waktu, jika dia menerima rasanya tidak enak karena dia merasa seperti junior yang menyusahkan seniornya, tapi jika dia tolak maka waktu istirahatnya akan habis.

"Tidak usah malu, mahasiswa junior sepertimu masih terlalu berat dengan materi seperti itu, pakailah." Ucapnya lagi.

"Makasih, kak Takaki." Ucap Daiki masih dengan nada canggung.

"Eh? Kau tau namaku?"

"Iya."

"Aku tidak menyangka ternyata namaku cukup populer."

"Eh?.."

To be continued~

Stop!
Hehehe tunggu dulu

Kita lihat benih-benih asmara yang mulai keluar.😍
*Alay*

Bantu support Deru ya semua, supaya bisa up terus😊

My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang