1 || Kembali

22 2 0
                                    

Aku memandang pemandangan orang yang lalu-lalang di depanku. Senyum kecilku terukir begitu aku menghirup udara tempat ini. Tempat ini, tempat yang sudah tiga tahun lamanya kutinggalkan.

Indonesia.

Aku membenarkan letak tas di bahuku dan segera melangkah maju, menapaki lantai bandara internasional Soekarno-Hatta. Tak jauh dari tempatku berdiri terlihat ibuku dan Jino melambaikan tangannya menyambut kedatanganku.

Aku segera mempercepat langkahku dan segera memeluk kedua orang yang begitu berharga untukku. "Aku rindu kalian."

Rasanya ingin menangis bisa memeluk mereka setelah tiga tahun lamanya aku hanya bisa melihat mereka melalui layar handphone.

Jino menepuk bahuku di tengah-tengah pelukan mengharukan ini. "Uhuk ... uhuk ... lo meluknya terlalu kenceng o'on!"

Aku mendelik tak suka. Cecunguk ini, merusak suasana saja. "Ngerusak suasana aja lo, elah!"

Mamah melerai kami berdua. "Udah-udah, gak usah berantem. Kalian ini, berantem terus!"

"Dia duluan tuh Mah!" Jino menunjukku dengan tampang menyalahkannya. Dasar dugong pelit tak berperikejenaan! Dia duluan yang mulai kok aku yang disalahin.

"Udah-udah ah! daripada berantem, lebih baik kita pergi sekarang cari restoran buat makan," ucap Mamahku. Woah boleh juga tuh! lagipula perutku sudah berbunyi dari tadi.

Entah karena keajaiban dari kerang ajaib atau dari dewa Neptunus pujaan Spongebob dan teman-temannya, yang jelas, aku dan Jino secara ajaib kompak menganggukkan kepala kami setuju dan melupakan perdebatan kami.

- 🌸🌸🌸 -

Aku memakan daging ayam pepes dan teman-temannya dengan lahap yang disajikan oleh sebuah restoran sunda. Tinggal 3 tahun lamanya di Amerika membuatku seperti orang norak saat memakan makanan Indonesia yang memang sangat aku rindukan ini. Di Amerika memang ada ayam pepes, tapi rasanya tidak sama dengan yang ada di sini. Rasanya beda.

"Uh! Enak banget!" Aku terus-menerus mengatakan ini semenjak suapan pertama ayam pepes ini.

"Ini di restoran woy, jangan bikin malu elah!" seru Jino, aku memeletkan lidahku mengejeknya. "Bodo amat! Gua gak perduli!"

Mamah hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkahku dan Jino. Tiba-tiba Jino mengubah raut wajah nyolotnya menjadi antusias." Kak, di Amrik, Lo udah punya pacar belum?" tanya Jino kepo.

Aku menaikan alisku. "Ngapain lo nanya begituan? urus tuh diri lo, jomblo menahun!"

Kulihat Jino langsung menampakkan raut sebal, hahaha mampus! Jadi orang kok kepo.

Jino mendelik sinis. "Gua gak jomblo ya! Gua punya pacar!"

Aku menaikkan daguku dan menampilkan wajah songong. "Siapa? Miya hero yang ada di game mobile legend lo itu? Lo gak punya Jino, gua tau banget gimana tabiat lo! Lo itu jomblo!" seruku dengan songong.

"Gemas banget gua sama lo Kak, sangkin gemasnya gua pengen tendang lo sampe lo balik lagi ke Amerika," ujar Jino geregetan.

"Jena, kamu besok tiga hari lagi sekolah," tiba-tiba Mamah berbicara menghentikan pertengkaran antara aku dan Jino.

Aku mengangguk. "Iya Mah, Jena tau kok."

"Mamah udah urus kepindahan kamu, nanti selebihnya kamu tanya sama Jino aja ya," ucap Mamah kemudian ia mengelap bibirnya dengan tisu.

"Loh Mah, Jino yang urus? Maksudnya apa?" tanyaku tak mengerti, jangan bilang ....

Mamah menatapku. "Kamu satu sekolah sama Jino." Shit! Aku paling males satu sekolah sama Jino, dia itu tipe murid yang punya banyak penggemar, dan penggemarnya itu pasti resek ke aku, karena apa? Ya karena aku kakaknya!

"Jangan protes ya, inget kata-kata Ayah kamu dulu, jangan suka pilih-pilih, bersyukur, itu sekolah unggulan loh yang Mamah pilih," ucap Mamah lalu berdiri. "Udah ah, yuk! kita pulang, udah malam!"

- 🌸🌸🌸 -

Aku memandang jalanan yang basah oleh air hujan melalui kaca mobil. Berhubung aku duduk sendiri di belakang sedangkan ibu di depan dan Jino menyetir, aku jadi bisa leluasa melamun sambil menatap rintik-rintik hujan dari kaca mobil.

Kata-kata Mamah tentang Ayah tadi membuatku teringat lagi akan sosoknya. Pria bernama Kim Namjoon dengan kepribadiannya yang penyayang itu adalah Ayahku. Ia juga alasanku pindah ke Amerika.

Kematiannya tiga tahun yang lalu membuatku tak betah berada di Indonesia. Terlalu banyak kenangan yang kami punya di negara ini dan itu sangat menyebalkan, karena kenangan-kenangan itu selalu mengahantuiku. Semakin membuatku merasa bersalah.

Sikapku dulu yang sangat buruk kepadanya terus terngiang-ngiang setiap malamnya. Penyesalan tak memanfaatkan waktu bersamanya datang setiap saatnya, membuatku depresi berada di Indonesia. Maka dari itu, aku memutuskan kabur ke Amerika demi terlepas dari belenggu tentang Ayahku.

Aku menghembuskan nafasku berat. Semoga aku bisa mengatasi ini, dan semoga juga semuanya lancar saat aku sekolah nanti.

- 🌸🌸🌸 -

Sudah tiga hari lamanya aku berada di Indonesia, dan ini adalah hari dimana aku akan memasuki sekolah baruku.

SMA Taruna Bangsa.

Tulisan itu terpampang dengan begitu besarnya di dinding samping gerbang sekolah. Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Kulihat ternyata itu adalah notifikasi pesan dari Jino.

Jino : kak, lo ada di kelas 11 IPA A, awas salah!

Me :
Iya-iya, bawel!


Aku segera memasukkan kembali handphoneku ke dalam saku seragamku dan segera melangkahkan kaki melewati gerbang sekolah yang begitu megahnya.

- 🌸🌸🌸 -

Aku sedang mencari keberadaan kelasku sampai akhirnya secara tak terduga aku melihat seseorang yang familiar di lapangan basket sekolahku. Aku mengerutkan keningku mencoba mengingat siapa orang itu.

Aku menjetikkan jariku begitu ingat siapa dia. "Itu ... si Puser itu kan? Puser yang dikejar-kejar gerombolan cewek waktu itu?"

Bersambung...

Tentang JenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang