AKU tercenung sembari menopang dagu dengan salah satu tanganku.Mengedarkan pandangan ke luar rumah melalui celah jendela kaca di ruang keluarga,kosong tak terlukis bayangan apapun di netra coklatku.
Tepukan kecil di pundakku berhasil menyadarkanku dari lamunan yang belakangan ini memang sering aku lakukan.Aku menoleh dan mendapati Bapak dengan sarung motif kotak-kotaknya itu akan duduk di kursi sebelahku.
Aku menatap wajah Bapak yang sudah dipenuhi satu hingga empat guratan lelah itu,namun tak khayal keteduhan yang ada di mata Bapak tetap mampu memberikanku ketenangan.
"Bapak sudah bicara sama Emak tentang beasiswa yang kemarin,Emak sedikit demi sedikit sudah bisa ikhlas,melepas kamu untuk belajar di negeri orang meskipun sedih itu masih ada,ya wajar aja.Jadi,Bapak pesan,jangan terlalu memikirkan ucapan Emak waktu itu,insyaallah seiring berjalannya waktu,semuanya akan baik-baik saja.Toh,kamu belajar juga untuk Emak dan Bapak,tho?"Aku mengangguk,tak lupa dengan embun yang menggantung di kedua mataku.
"Udah,jangan terlalu dipikirin.Mendingan kamu mempersiapkan keperluan yang nanti akan kamu bawa."Sekali lagi,Bapak menepuk pundakku pelan dengan senyuman yang masih melekat jelas di wajahnya.Aku pun ikut tersenyum.
"Makasih,Bapak."ucapku seraya memeluk Bapak dari arah samping.
"Aku akan berusaha,ga akan membuat Emak dan Bapak kecewa."batinku mantap.
"Assalamu'alaikum."Suara mungil itu membuatku menguraikan pelukan dari Bapak lalu menoleh ke sumber suara.
"Wa'alaikum salam." jawabku bersamaan dengan Bapak.
Seseorang yang mengucap salam tadi mendekat ke arahku,lantas mencium tangan Bapak.Dia Arda,adik keduaku yang masih berumur empat tahun.Aku menelisik pakaiannya yang mengenakan baju koko itu,bisa ditebak jika ia baru saja pulang dari mengaji.
Arda mengarah kepadaku,meminta duduk di pangkuanku.Mendengar permintaannya dengan nada lucu itupun berhasil membuatku terkekeh dan tak tega untuk menolak permintaannya itu.
"Loh,kok Arda sendiri,Mas Iyas mana?"Bapak bertanya.
"Mas Iyas mampir ke rumah Mbak Cita,katanya mau kasih hadiah buat pacar gitu."Aku yang mendengarnya berubah cengo.
Ya gimana lagi,di usiaku yang sudah menginjak delapan belas tahun saja,aku bahkan tak punya yang namanya kekasih.Justru Iyas,adik pertamaku yang umurnya baru tiga belas tahun itu sudah punya pacar.Benar-benar minta dilengser dari jabatan adik kesayangan.
"Assalamu'alaikum."Suara dari orang yang dibicarakan akhirnya terdengar juga.
"Wa'alaikum salam."Aku menatap si pemberi salam tadi dengan mimik datar,namun tetap saja tak digubris olehnya.Aku menghela nafasku.
"Punya adik kok ga peka."omelku dalam hati.
"Woyo,Mbak Hira."Nah,lihat saja.Setelah mencium tangan Bapak,Iyas justru dengan sumringahnya menyodorkan genggaman tangannya,bermaksud tos ala-ala.Aku menghela nafasku lagi lalu membalas tos-nya meskipun dengan malas.
"Ngapain ke rumah Cita,eh?"tanyaku setelah Iyas berhasil duduk di samping Bapak-lebih tepatnya terpisah kursi.Mendengar hal itu,Iyas langsung menatapku disertai cengengesannya dan garukan di tengkuknya itu.
Kemudian,Iyas juga terlihat memicing tajam ke arah Arda,seperti mengatakan'ulah kamu,kan?'
"Belajar dulu,ga usah pacaran.Masih kecil juga,ya kan,Pak?"Bapak mengangguk.
"Iya,iya."ucap Iyas tidak ikhlas.
"Ngomong aja kalau iri."lanjut Iyas dengan nada yang dilirihkan."Ngomong apa kamu?"Sontak,aku menatapnya tajam sembari berkacak pinggang.Dikira,aku ga dengar apa?
Iyas menyengir,"ga ada,cuma bilang Mbak Hira jomblo mulu."
"Makin parah tuh,dasar!!"Aku mengerlingkan bola mataku kesal.
"Mbak Hira,"Aku mengalihkan pandanganku ke Arda akibat tepukan pelannya di tanganku.
"Mbak Hira gausah kesal,aku temenin deh.Aku kan juga jomblo."Ucapan Arda yang terdengar begitu polos itu berhasil membuatku kembali terkekeh,mencubit pipi tembem milik Arda dengan gemas.
"Oke,sekarang kamu teman jomblo Mbak Hira,kamu mau bantu ga?"Arda mengangguk kecil.
Melihat hal itu,aku pun tersenyum miring ke arah Iyas yang kudapati juga tengah menatapku.Iyas bergidik.
Setelahnya,aku lebih memilih berbisik yang membuat Bapak dan Iyas saling menatap dengan sirat heran.
"Gimana?Mau kan?"Mataku nampak berbinar-menunggu persetujuan Arda.
"Aye,aye."Arda menyengir lebar.Sekali lagi,aku benar-benar tak tahan untuk mengacak rambut Arda dengan gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Small Mug of Love
RandomMenjadikan diri agar sesuai dengan apa yang diinginkan itu bukan hanya butuh satu komposisi,melainkan beberapa komposisi yang saling berpadu membentuk kesatuan. Kesatuan itulah yang nantinya akan memberikan kesan indah nan bermakna.Layaknya buah man...