4th:)

11 1 0
                                    

AKU sudah mengepak beberapa baju dan juga perlengkapan lainnya yang nantinya akan kubawa.Tak terasa,besok adalah hari di mana aku akan berangkat dan meninggalkan kampung halamanku ini,bahkan tanah airku tercinta,Indonesia.

Rasa bahagia dan juga sedih tercampur dengan sempurna di lubuk hatiku,menggemakan banyak hal,salah satunya keluargaku.Tak ingin membuatku goyah,aku kembali meneguhkan tekadku bahwasannya aku belajar untuk diriku sendiri dan juga keluargaku.Dan aku akan berusaha agar kembali dengan membawa buah manis,hasil dari apa yang aku perjuangkan.Aku tak akan berjanji,namun mengusahakannya supaya benar-benar terjadi.

Dan sore ini,aku memilih bersantai dengan tiduran seraya menonton tv.Tapi belum genap lima belas menit,suara Iyas dan Arda memanggilku dari arah depan rumah.Aku langsung beranjak dan mendapati mereka tengah nangkreng dengan manisnya di sepeda Bapak.

Aku mengernyit,"Ada apa?"

Arda menghampiriku lalu menarik-narik tanganku,meminta ikut dengannya.

"Ayo,kita naik sepeda!Muter-muter kampung!"ajak Arda.

Aku nampak berpikir sejenak,sepertinya bersepeda boleh juga.

"Sebentar,Mbak ambil sepeda Emak dulu."ucapku sambil melenggang, mengambil sepeda Emak yang ada di dalam rumah.Aku yang mendengar sorakan senang milik Arda pun hanya bisa terkekeh.

***

Aku bersama kedua adikku menyusuri jalanan tengah sawah yang tampak lenggang akan sepeda motor.Hanya tersisa beberapa sepeda yang nampak bersliweran,bersimpangan denganku.Beberapa kali aku mengucap sapaan kepada orang yang kukenali.

Iyas bersama sepedanya itu berada di garda depan.Sedangkan aku bersama adik kecilku,Arda,dengan rela mengikutinya dari belakang.Sesekali,aku menyamakan posisi ketika jalanan benar-benar sepi dan tak ada yang lewat.

Hamparan padi yang masih menghijau itu mengelilingi keberadaanku saat ini.
Terlihat satu hingga empat orang yang masih asyik menggarap sawah mereka,padahal matahari mulai beristirahat di sisi barat.

"Mbak!"Aku menoleh ke arah Iyas dengan tatapan seolah mengatakan,kenapa.

"Besok jadi berangkat?"

"Iya,"Aku melihat Iyas menghela nafasnya.

"Di sana lama ga?trus pulang ke sini lagi,kapan?"

Aku sedikit terkekeh,"Berangkat aja belum,udah ditanya pulang.kamu tuh,ya!"

"Aku seriusan nih!Soalnya kalau Mbak Hira pergi,pasti aku ga punya teman berantem."Iyas menyengir.

"Nih,belakang Mbak,ada."Aku kembali terkekeh yang juga dibalas kekehan Iyas.Sedangkan Arda yang menjadi tersangka nampak bingung karena tak mengerti perkataan kedua kakaknya itu.Arda memilih diam sembari menerka apa yang tengah dibicarakan,walaupun sekeras apapun itu,ia juga tak akan mampu.

"Ah,kalo dia mah,sekali digoda nanti nangis,kan aku yang disalahin."

"Yaiyalah,kamu kan abang!"ucapku dengan nada mengejek.

"Mbak,kalo di sana udah sukses,jangan lupain aku,Emak,Bapak,sama Fajar ya?"

"Tenang,Mbak ga akan pernah lupa,kok."Aku tersenyum seraya menatap jauh ke depan.

"Masa Iyas,adik gantengku yang ga jauh amat kaya monyet ini aku lupain sih."Aku tertawa.

"Dihh..masa disamain kaya monyet sih!Seharusnya tuh,aku disamain kaya Shawn Mendes."ucap Iyas dengan bangganya.

"Heleh,beda jaoohhh!"seruku.

"Eh,itu mas-nya kenapa?"Iyas menunjuk ke depan tepat kepada objek seorang lelaki yang kelihatannya sedang bingung.Berdiri di samping mobil putihnya yang nampak terbuka di bagian depan atau tepatnya mesin.

Aku mendekati lelaki itu.

"Mobilnya kenapa,ya,Mas?"tanyaku setelah berada di dekatnya.Lelaki berkacamata 'dokter' itu menoleh.

"Oh,ini mobil saya mogok.Entah bagian mana yang salah,saya ga ngerti."Aku manggut-manggut.

"Perlu bantuan?Kayaknya Mas bukan orang sini,deh."

"Ah,tepat sekali.Emangnya kalau saya minta tolong,kamu ga keberatan?"

"Engga sama sekali.Justru saya senang bisa membantu."Aku tersenyum tipis.
"Lalu,apa yang bisa saya bantu?"

"Ehm..bisa tolong antarkan saya ke masjid atau mushola terdekat?"

"Tentu,tapi naik sepeda gapapa kan?Kalau mau,ini sama adik saya."Aku menepuk pundak Iyas.

"Tentu,gapapa.Saya justru berterimakasih karena sudah mau mengantar saya."Lelaki itu tersenyum yang membuat matanya tersisa lengkungan garis di sebalik kacamatanya dan entah mengapa secara tidak sadar aku juga tersenyum balik kepadanya.Aku sungguh tak bisa menampik bahwasannya lelaki itu memang tampan dengan kulit kuning langsatnya itu.

"Trus mobilnya gimana?"

"Saya udah nelpon orang kepercayaan saya,katanya sebentar lagi mau datang,tapi saya ga keburu mau sholat ashar."

"Loh,dari tadi belum sholat ashar?Ini udah setengah lima,lho."

"Maka dari itu,"Aku mengangguk beberapa kali.

"Yaudah,ayok berangkat!"serobot Arda dengan suara imutnya.Lelaki itu nampak terkekeh lalu mulai menaiki sepeda Iyas-lebih tepatnya yang mengayuh.

Aku tersenyum tipis lantas menjalankan sepedaku diikuti lelaki itu.Obrolan kecil pun mengalir begitu saja,menghiasi perjalanan menuju tempat yang ingin dituju.

Aku sempat berpikir,jika orang-orang tengah melihat pemandangan seperti ini,mungkin mereka akan mengira kami adalah sebuah keluarga.Tentunya keluarga SaMaWa-Sakinah Mawardah Warahmah.

***
Aamiin😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Small Mug of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang