Chapter 2

36 2 0
                                    

Aku berasal dari keluarga besar, kenyataannya aku tidak pernah tidur sendirian sampai aku menikah... ~Lewis Grizzard




Saat kalian mendengarkan kata "pernikahan" apa yang terlintas di benak kalian? Pesta? Seks? Kue? Keluarga?


Aku menatap pantulan bayanganku di cermin di kamar mandi. Sesosok pria muda dengan wajah merengut balik menatapku dari dalam cermin. Wajah pria itu terlihat menyedihkan dengan kantung mata dan kulit wajah yang kusam akibat beban pikiran yang dideritanya beberapa bulan terakhir ini. Pria muda di cermin itu adalah Edward Hopkins, diriku.


Aku mengeluh sambil memasang dasiku. Pagi ini aku merasa kurang enak badan tapi apa boleh buat aku harus tetap mengajar—sebagai seorang guru baru yang belum lama mengajar, membolos adalah hal yang tidak termaafkan. Beberapa minggu lagi ujian tengah semester, aku harus menyelesaikan beberapa materi pelajaran sebelum minggu depan. Kalau boleh jujur aku tidak pernah mengira kalau menjadi seorang guru akan sesibuk ini.


Aku merapikan rambut gelapku sambil menghela napas. Awalnya aku memilih untuk menjadi seorang guru adalah karena kupikir menjadi seorang guru terlihat menyenangkan, tidak hanya dikelilingi anak-anak yang bersemangat, tapi juga di saat para siswa libur maka guru-guru pun bisa berlibur dan bersantai. Ternyata tidak seperti itu. Ketika mendapat pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas aku tidak pernah menyangka bahwa murid-muridku bisa begitu merepotkan. Aku memang naif, sejak dulu aku selalu salah perhitungan dan gagal. Bahkan dulu teman-temanku sering memanggilku si Pencundang. Meski aku yakin mereka hanya bercanda dan tidak serius saat memberiku nama panggilan itu, aku tahu bahwa nama panggilan itu cocok untukku. Sejauh ini tidak ada hal baik yang terjadi padaku, termasuk pernikahan ini.


Aku menatap sosok pria di dalam cermin itu lagi, wajahnya tampak seperti ingin menangis kali ini, kasihan sekali.


Biarkan aku memperkenalkan pria di dalam cermin itu, namanya adalah Edward—biasa dipanggil Ed—usianya awal dua puluh tahunan, sejak musim gugur tahun lalu ia mengajar di sebuah sekolah menengah swasta di kotanya, sudah hampir dua bulan ia menikahi teman sepermainan masa kecilnya dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.


Ayah...


Aku menggelengkan kepalaku. Meskipun aku seorang guru dan sering kali dikelilingi anak-anak, aku tidak bisa membayangkan diriku sebagai seorang ayah. Maksudku, aku suka anak-anak dan aku suka bermain bersama mereka, tapi bermain dengan anak-anak dan memiliki seorang anak adalah dua hal yang berbeda.


Aku merapikan pakaianku sekali lagi sebelum beranjak meninggalkan kamar mandi.
Sejak remaja dulu aku selalu memikirkan tentang pernikahan dan membentuk sebuah keluarga. Sejak kecil aku telah menjadi yatim piatu karena itu aku mendambakan sebuah keluarga yang hangat dan bahagia. Aku memang menginginkan sebuah keluarga—istri dan anak-anak—tapi bukan dengan cara seperti ini.


Aku pernah beberapa kali berpacaran sebelum ini namun semuanya selalu berakhir hanya dalam hitungan bulan. Aku pun tidak pernah melakukan hal yang lebih jauh dari sebatas ciuman dengan para wanita yang menjadi pacarku saat itu, bukan karena aku mengutamakan moral atau mengikuti sebuah aliran religius tertentu namun karena sebelumnya tidak pernah ada kesempatan yang pas untuk melakukannya. Ketika kemudian kesempatan itu datang, aku tidak pernah mengira kalau itu akan kulakukan dengan teman sepermainanku, Kimberly Evans.
Aku bukanlah seseorang yang teliti dan selalu berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Sering kali aku melakukan kesalahan, namun baru kali ini kesalahan yang kulakukan berakibat fatal. Kesalahan yang harus kubayar mahal.


Saat kalian mendengar kata "pernikahan" apa yang ada di kepala kalian?


Bulan madu?


Aku mengerutkan dahiku saat sampai di dapur. Istriku, dengan dahi yang juga berkerut menatapku dengan tatapan tidak suka, setiap pagi ia akan menyambutku dengan wajah masamnya dan itu membuatku merasa sangat kesal. Ia selalu memperlakukanku seperti musuh. Seolah-olah semua yang terjadi hanyalah kesalahanku semata.

Bittersweet MarriageWhere stories live. Discover now