Hari-hari telah berlalu pasca upacara penyambutan anak kelas satu, dan suasana tampak begitu santai. Aku yang tak mengikuti klub manapun juga manggut-manggut saja begitu seorang anak enerjik bernama Tetsuma Akiyoshi mengajukan namaku sebagai anggota hantu di klub membaca, dan lambat laun aku menjadi anggota betulan gara-gara keasyikan meminjam fiksi meski aku tak perlu pamer judul-judulnya.
“Membaca lagi?” Panggil seorang gadis yang baru saja duduk di seberangku.
“Iya. Tapi Light Novel.”
“Pasti ulah Hikari kalau Light Novel sampai diselundupkan kemari.” Kami tertawa terbahak-bahak. Resident Otaku memang bukan hal yang asing lagi dalam klub manapun, apalagi dalam klub membaca. Sementara kami meledeknya, ‘Hikari’ yang kami sebut sedang tertidur pulas di konter peminjaman buku di perpustakaan sekolah ini.
“Selagi tak ada yang ingin didiskusikan, bagaimana kalau kita bermain sebentar?” Gadis di depanku kini mengalihkan fokusku ke rak-rak buku yang berjejeran rapi hanya dengan sebuah jari telunjuk.
“Jangan dulu. Aku masih ingin melihat kelanjutan Haiku Yamada di volume baru ini.”
Sang Ketua Klub Membaca, Aisaka Hinata menjawab penolakanku dengan tatapan gemas. “Iya deh, yang lagi mina-t.” Sambil melengos dan melangkah ke meja Hikari, hanya untuk membangunkan si Putri Tidur dengan sekali gebrakan meja. “Wahahaha~” Tawanya bergaung keras ketika meninggalkan ruangan ini, dengan wajah si fujoshi kepang satu Tezuka Hikari tampak bagai bertemu dengan malaikat maut.
“Makanya, lain kali jangan ketiduran.” Tawaku terdengar begitu renyah bahkan di telingaku sendiri, sementara isi kepalanya tampaknya masih di antara langit dan bumi. Ah, sudahlah. Lebih baik aku membereskan Light Novel ini dulu sebelum bel pelajaran selanjutnya berbunyi.
Bel pulang bagi klub Pulang Bareng-Bareng, dan kebetulan hari ini kami juga ikut-ikutan mereka akibat tak ada rencana pertemuan hari ini. Dua anggota klub sedang sibuk membolos demi membereskan rute galge baru keluaran studio doujin favorit mereka. Dan Ranger keenam sedang diculik klub manga untuk mengerjakan storyboard mereka.
Hanya sedikit dari siswa sekolah yang pulang jam segini, tentunya. Jadi tak banyak sepeda-sepeda yang melintas melewatiku ketika aku sedang menunggu bus di perempatan dekat sekolah.
Turun dari bus, hanya butuh lima menit berjalan kaki melewati lika-liku labirin rumah dua tingkat untuk sampai ke apartemenku. Pikiranku berkelana kesana-kemari saat membayangkan bagaimana adikku akan merengek-rengek kepada Ayah untuk membelikannya cellphone strap baru. Terpujilah kehidupan sekolah kelas dua, di mana persentase anak muda untuk menderita rabun jauh lebih rendah daripada sekolah-sekolah elit dan jauh lebih menikmati masa muda!
Dalam hati, aku masih menggerutu akan akses kesusasteraan mereka yang jauh lebih banyak dari tempatku belajar. Lama-lama aku bisa menjadi Otaku nyastra, ugh.
Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan setelah melewati satu gang unik di mana dua buah rumah dan apartemenku yang saling berpaling angkuh di mana sebuah mobil taksi berhenti dan mematikan mesinnya– tunggu.
Aku tak ingat pernah melihat sebuah taksi berhenti di dekat apartemen sedari awal aku pindah kemari. Buru-buru orang tuaku mampir, seingatku terakhir kali sebuah mobil berhenti di dekat sini justru sedan hitam Ibu Kos yang berhenti di depan rumah untuk memberi salam.
...kakiku mendadak melangkah mundur untuk bersandar di tembok pagar beton tinggi yang menutupi rumah oranye di sisi gang yang satu. Bisa kulihat seekor kucing berlalu di atasku seakan tak ingin ikut-ikutan impuls rasa penasaranku akan kejadian langka ini.
Di sudut mataku yang kelihatan hanya pintu yang terbuka. ‘...kasih.’ demikian yang kudengar begitu kudengar taksi itu berlalu dari arahku bersembunyi. Fiuh, ternyata bukan hal yang macam-macam, tapi-
Whoa, whoa, whoa, whoa! Ciuman IRL (Terjemahan : In Real Life, beneran, sungguhan) ! Baru kali ini aku melihat dua sosok mengecupkan bibir mereka seperti dunia milik berdua! Aku bahkan lupa kalau langit sore sudah menggeram murka dan meneteskan air liurnya setetes demi setetes.
“Aduh!”
...bangsat. Aku keceplosan.
“Siapa!?”
Siaaaaal! Nyaris saja rupa mereka berdua jelas kulihat, dan aku terpaksa berlari menyeberang ke sisi yang lain, refleks kabur dari pasangan misteri itu. Dua pasang langkah kaki terdengar keluar dari jalan kecil itu, namun bunyinya terdengar menghilang dalam waktu sekejap. Semoga saja aku disangka pelajar numpang lewat yang baru sadar kalau sebentar lagi hujan deras.
Derap sepatuku terdengar keras menapaki tangga logam menuju lantai kedua apartemen ini, dan tanpa kusadari aku membanting keras pintu kamarku.
Nafasku rasanya satu-satu. Baru kali ini aku merasa seperti maling yang dikejar patroli di tengah malam. Aku bahkan tak melepas sepatu dan menyalakan lampu begitu aku berlari ke jendela.
Sepasang kekasih di tengah hujan itu bergandengan tangan,
Dan sang gadis melirik ke langit, tepat ke jendela ini.
–
![](https://img.wattpad.com/cover/23931117-288-k717859.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
雨の少女(Ame No Shoujo), The Girl in Rain.
Teen FictionSemenjak sore di tengah hujan itu, aku perlahan melepas kendali hidupku yang semula statis. Release: 1-2 Monthly Chapters Cover: chris4708 ( http://www.pixiv.net/member_illust.php?mode=medium&illust_id=44910586 )