Dua Puluh Tiga

409 22 0
                                    

Najwa bersikap normal seperti biasanya. Sejauh ini dia mampu menyembunyikan segala hal kepada semua orang. Rasa sakit kian hari kian melanda. Tak jarang ia seharian akan tertidur dengan alasan kecapekan walau pun dia tidak melakukan apa-apa. Najwa pun tidak pernah absen mengisi kertas-kertas putih bersih yang ada di setiap 3 warna buku yang berbeda-beda. Terkadang ia tersenyum, terkadang ia tertawa. Tak jarang juga ia menangis.

Hari ini Najwa berkunjung ke rumah mertuanya dan akan nginap di rumah itu untuk beberapa hari. Ia akan menghabiskan waktu di sini lebih kurang seminggu lamanya, karena bunda dan ayahnya harus ke rumah Nabil, karena Tata -- istri Nabil ada pelatihan di luar kota dan anak mereka tidak ada yang menjaganya. Dengan terpaksa Najwa harus ke rumah mertuanya.

Matahari hampir tergelincir. Najwa yang tidak tahu harus berbuat apa di rumah ini memilih mengelilingi rumah ini. Ia belum pernah menjelajah sudut-sudut rumah mertuanya. Saat ia berjalan, tak sengaja ia melihat kamar yang pintunya sedikit terbuka. Ia berjalan ke arah ruangan itu. Dibukanya pintu itu dan ia menghidupkan lampu ruangan itu.

Ruangan yang awalnya gelap menjadi terang. Tampaklah banyak pigura di dalam sana. Banyak juga barang yang ditutup dengan kain berwarna putih. Di ruangan itu, ia melihat banyak foto wanita yang mirip Kenanga. Tapi jrlas ia tahu tidak mungkin Kenanga di balik sana. Sosok Tasya dan Kenanga bisa dibedakan. Tasya memiliki tubuh tinggi dan berbadan ramping. Sedangkan Kenanga bertubuh tinggi dan badan agak sedikit berisi. Di sana juga ada piagam dan piala milik Farhan.

Najwa berjalan mendekati benda besar yang ditutupi kain putih. Disibaknya kain putih itu dan nampaklah sebuah piano klasik berwarna putih. Ditiupnya debu yang menempel pada piano itu. Ia langsung membuka penutup not piano tersebut.

Tinngg ...

Ia menekan not pada piano mengetes apakah piano ini berfungsi atau tidak. Najwa menarik kursi yang warnanya senada dengan piano itu. Ia mulai menekat not per not pada piano itu membentuk sebuah melodi.

Tak lama ia bermain karena ia mendengar sebuah mobil masuk ke perkarangan rumah mertuanya. Ia sudah bisa menebak siapa pemilik mobil itu. Disambutnya sang suami dengan penuh suka-cita walaupun pada dasarnya hatinya sedang ingin menangis.

Inilah kegiatan Najwa beberapa hari ini. Ia menutup semua rahasia mematikannya dari semua orang. Dan ia terus berusaha dan berpura-pura untuk bersikap biasa-biasa saja walaupun sebenarnya ia tak mampu berpura-pur dengan maksimal.

"Ssshhh ...."

Najwa meringis karena gerakan bayi-bayinya. Semakin hari mereka semakin aktif. Najwa senang karena di balik penyakit yang mematikan, dirinya masih bisa merasakan hal yang indah. Bisa merasakan ada dua janin tumbuh di rahimnya yang sesekali bergerak. "Sayang rindu Ayah, ya?" tanya Najwa sambil mengelus perutnya.

Bayi-bayi itu pasti akan bergerak tak karuan jika Farhan telat pulang. Jika Farhan sudah pulang, mereka akan tenang dan akan bereaksi saat Farhan mengajak mereka berbincang.

"Na, kapan prediksinya?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Hartati yang melihat Najwa duduk sendirian sambil mengelus perut besarnya. Najwa yang tengah duduk di gazebo menoleh kearahnya dan menyambut uluran makanan yang dibawa oleh Hartati. Hanya potongan buah-buah segar untuk Najwa.

"Prediksinya sih 3 minggu lagi, Ma," jawab Najwa sambil menikmati potongan buah tersebut.

"Udah beli perlengkapannya?"

Aku Bisa Bahagia (Series Bisakah Aku Bahagia?) #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang