The Board Game

7 3 0
                                    

Penulis: Kaiwa24

***

Sedikit lagi lubang itu akan selesai! Kupejamkan mataku erat, namun hanya sejenak. Tinggal sejengkal lagi hingga badanku muat. Selesai! Tanpa basa-basi aku langsung menerobos lubang yang kubuat. Kuhembuskan nafas dengan pelan, merayakan keberhasilan ku.

Tunggu, jebakannya tidak mungkin hanya ini kan?

Bertepatan dengan itu, tiba-tiba terdengar dua orang seperti menabrak jaring laba-laba di belakang. Aku berbalik. Tidak, ternyata memang bukan hanya jaring itu jebakannya. Tapi juga laba-laba pembuatnya.

Dua orang itu, mereka telah menjadi kepompong. Sedihnya merema masih bergerak terus bergerak memberontak. Aku menelan ludahku kasar, "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak melihat jaring itu di depan."

Eh tunggu, orang ketiga itu, tidak pernah terdengar sisa derapan kakinya. Mungkinkah jebakan di sini punya masa tenggat atau teritori?

Teringat dengan tujuan awal--yaitu untuk keluar dan mencari Lexa--segera aku mendekati area tembok. Mulai kembali meraba setiap jengkal dindingnya. Seraya menyalankan senter dan mengarahkannya ke bawah. Sebenarnya melakukan ini sangatlah menakutkan, karena dalam beberapa situasi aku bisa menemukan tembok yang berlubang dan itu langsung mengingatkan ku pada jebakan dalam piramida yang menembakkan panah.

Oke, fokus.

"Tadi kalau gak salah, untuk keluar yang harus nyari simbol ya?" Gumamku kecil.

Tidak terhitung berapa lama aku berjalan dengan mata yang meneliti segala arah dan tangan pembawa senter yang menggila ke segala arah. Lexa tidak ditemukan, tidak juga simbol itu. Sementara di ruang gelap, hampa, nan sunyi ini, suara jaring laba-laba yang mulai robek terdengar dengan jelas. "Pokoknya setelah keluar, permainan ini bakal langsung kubakar!" Seruku kecil, cukup untuk mengeluarkan aspirasi kemarahan.

Tidak, tetap tidak ada yang kutemukan. Namun tiba-tiba ada sesuatu di dinding, ia berpendar biru. Cantik, namun misterius dan mengerikan. Tidak peduli akan hal lainnya lagi, kakiku menuntunku menuju sesuatu-bercahaya-biru itu. Sesuatu yang ternyata berbentuk tangan.

Tanganku meraba hal itu. Ada tombol, sepertinya aku mulai mengerti. Tepat setelah terdengar bunyi 'Klik', suara gemuruh tiba-tiba bersahutan dengan bunyi pintu yang didobrak. Tak ingin membuang waktu lagi, aku berlari menuju pintu basement. Semoga tebakanku benar.

Terlihat cahaya terang benderang dari pintu di depan. Tanpa pikir panjang, aku menerobos pintu itu, aku sele-

Tunggu, ini bukan ruang tamu. Eh, aku baru ingat ....

"KENAPA HARUS ADA DUA RUANGAN YANG PERLU AKU TAKLUKAN?!" Aku menjatuhkan diri, dengan lutut sebagai tumpuan. Setelah keluar dari sini pokoknya aku akan langsung mmembakar permainan menyebalkan ini!

"ELEA!"

Aku langsung berdiri. Itu dia, Lexa!

"LEXA!" Aku berlari menemuinya, dan ya! Dia di sana!

"Lexa, aku kira tadi kamu tersesat di basement," aku tersenyum senang. Akhirnya aku tidak sendiri lagi. Rasanya aku ingin menangis saking terharunya.

Persembahan KamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang