MAKANAN AKU

6.2K 213 23
                                    

Biar kaututup pintu dan jendelamu, percuma saja bila gordenmu terbuka.
Biar kaututup gordenmu percuma saja bila suara tawa dan tangis mereka tetap kudengar. Aku ada di atasmu, di bawahmu, di dindingmu dan di manapun kalian makananku.

_______________________________________

Vanesa mengintai jendela kaca yang tidak tertutup gorden, seorang ibu telah selesai menyusui bayinya. Ia segera pergi dan meninggalkan bayinya seorang diri. Saat tidak ada orang Vanesa menembus kaca itu dan menjilati bayi yang gelisah ketakutan. Suara tangisan itu begitu nyaring hingga sang ibu yang sedang berada di dapur mengeluh kesal.

"Aduh, rewel banget sih. Masih capek, tapi kamu nangis terus," keluhnya sembari berjalan ke kamar. "Iya Nak, mama datang!" teriaknya sembari berjalan.

Ue...! Uwe! Tangisan bayi itu sampai serak dan tangisannya sungguh keterlaluan.

"Kamu ini ma ... hah! Anakku mana?! Anakku hilang!" Ibu itu langsung panik mencari-cari bayinya.

*******

Bangun tidur Vanesa segera mencuci wajahnya dengan air hangat, sesekali ia meraba goresan kecil di lehernya. Keadaan yang sudah lumrah dilihatnya. Sembari menghela napas pasrah ia segera berjalan untuk membuat susu.

Vanesa mengambil air mineral dingin dalam kulkasnya sembari berdecih. "Rupanya dia menyimpannya di sini." Vanesa menatap mayat beku tiga bayi yang disimpan di dalam kulkasnya.

Sesuatu yang sudah biasa dijalaninya. Tanpa merasa jijik sama sekali, ia kemudian tetap makan dan minum sarapan yang dibuatnya dengan begitu tenang. Awal mula ia ketakutan dan muntah. Sekarang hal ini sudah jadi makanan sehari-hari baginya.

"Sial! Entah sampai kapan dia menjadikan diriku ini rumahnya!" kecamnya sembari mengambil remot TV.

Tok! Tok! Tok! Ketukan keras mengetok pintu kamar apartemennya. Vanesa buang napasnya cukup keras.

"Ada apalagi sekarang?" dengusnya.

Kriet ... Pintu terbuka. Polisi yang kemaren datang lagi ke tempatnya. Tanpa basa-basi mereka masuk kemudian duduk di sofa.

"Apakah Anda mau berobat? Maaf saya di hari minggu sedang libur," ucap Vanesa.

Arsa menatap lekat gadis itu. Di pandangannya Vanesa jadi lebih cantik dan segar dari kemarin. Sama halnya dengan Anggara ia takjub melihat Vanesa jauh lebih bercahaya dengan bibir merah muda segar tanpa polesan kosmetik sama sekali, cantik dari kemarin. Mereka tidak tahu bahwa iblis yang memakan daging itu memiliki ilmu pengawet muda dan kecantikan yang makin bertambah.

"Saya sedang beristirahat, tolong bila ada yang ingin disampaikan, sampaikanlah?" Vanesa segera berbicara pada pokoknya.

"Terjadi lagi hilangnya bayi saat sore kemaren, tepat pada pukul 6 menjelang magrib," kata Arsa.

"Saya baru tahu ini dari Anda, saya juga tidak paham," ucap Vanesa sedikit lirih berpura-pura tidak tahu.

"Anda seorang dokter tentunya bisa membantu kami, 'kan? Apa saat ini ada seseorang yang baru saja bertamu ke rumah Anda?" tanya Anggara.

"Alasan kalian tidak masuk akal, apa hubungannya dokter dengan hilangnya bayi. Bantu ... apa yang bisa saya bantu dari kekurangan saya sebagai perempuan." Vanesa pura-pura menyindir. "Untuk tamu, itu saya akhir-akhir ini belum ada tamu yang datang. Lagipula wajar mengingat saya adalah seorang dokter," lanjutnya.

Dua polisi itu saling tatap. Vanesa yang gerah dan takut terbongkar rahasianya segera berdiri. "Saya akan buatkan minum dulu," ucapnya.

Kedua polisi itu hanya diam saja. Setelah ke dapur, terdengar seperti dua orang polisi itu sedang berdiskusi.

Beri dia makan itu, maka mereka akan tunduk padamu. Bisikan iblis itu menggema di telinganya. Vanesa tidak menghiraukan bisikan itu. Ia menuangkan air panas dan mengaduk gulanya. Mereka akan terus mengintai kita, kaum lelaki itu sangat suka kecantikan. Bunuh mereka dengan kecantikanmu, hi hi hi.... bisikan itu terdengar lagi. Lakukanlah, lakukanlah!

Vanesa mengambil pisau yang terdapat di meja dapur dan segera membuka kulkas. Ia hampir mengiris mayat bayi itu, tapi kesadarannya segera pulih kembali saat Anggara menegurnya.

"Apa saya boleh meminjam kamar mandimu?" tanya Anggara.

Vanesa segera menutup kulkasnya dan menyimpan pisaunya. "Silakan, letaknya di ujung sisi kiri," jawab Vanesa dengan sedikit panik.

"Em," gumam Anggara.

"Silakan diminum," ucap Vanesa saat mereka sudah berada di depannya lagi.

Arsa mengambil teh cangkir yang akan diminumnya itu. Darah segar menetes di minumannya. Iblis itu tepat berada di plafon sedang menempel di sana. Tanpa khawatir sama sekali Arsa langsung minumnya.

"Eh maaf, yang ini ada serangganya, lebih baik saya ganti," cegah Vanesa saat Anggara yang akan meminum tehnya.

"Tidak perlu Nona, saya akan beli di luar saja," ucap Anggara.

"Maaf," ucap Vanesa lirih.

"Boleh saya pribadi bertemu dengan Anda?" tanya Anggara. Vanesa mengangguk. "Baiklah, Arsa sepertinya tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, kami permisi dulu, Nona Vanesa," pamit Anggara sembari berdiri.

Vanesa pun berdiri melepas kepergian mereka hingga di luar pintunya.

Hihihii .... Sepertinya kamu tertarik dengan dia, lelaki itu pantas mati, Vanesa. kita kaum perempuan selalu saja ditindasnya, jangan mau dipermainkan! Suara iblis itu.

"Kamu saja yang mati. Kalau harus membunuh diriku sendiri untuk memusnahkanmu, akan kulakukan, apa pun caranya," kata gadis itu dengan sedikit emosi.

Hihihi ... lakukanlah kalau kau mampu, tantangnya.

TITISAN PUTRI KUYANG(revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang