CCTV tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan di dalam rekaman sebuah CCTV di gedung bertingkat apartemen milik Abraham Pratama. Kasus penculikan bayi diduga terjadi di dalam gedung, menurut keterangan para saksi yang terakhir melihat bayi mereka berada di tempat penitipan itu masih belum dijemput orang tuanya.
Memang ada sebuah kamar yang dihuni oleh para pengasuh bayi yang sengaja diadakan oleh Tuan Abraham sendiri untuk membantu mereka para ibu rumah tangga yang ingin bekerja di luar rumah dan tidak perlu repot mencari pengasuh bayi selagi ia menyediakan fasilitas itu.
"Saya tidak tahu, tempat ini biasanya aman dan mudah terekam CCTV, saya dapat laporan dari salah satu pengasuh di sini juga, katanya ada bayi yang hilang," kata Abraham kepada Polisi yang bertugas.
"Apa tidak ada lagi yang mencurigakan menurut Anda?" tanya Polisi itu.
"Entah, sejauh ini baik-baik saja, hingga masalah ini pun terjadi," jawab Abraham yang juga kebingungan atas kasus yang menimpanya.
Lelaki berumur itu sangat pusing kepalanya karena kasus ini juga ia mendapat tuntutan berat dari anggota keluarga korban. Sebagai pemilik apartemen dan usaha penitipan anak, tidaklah bisa didiamkan saja, ia takut hal ini akan merambat turun pada usaha yang sedang dijalaninya saat ini.
****
Vanesa pulang dengan lelah di tubuhnya. Merasa haus dan penat. Ia harus terburu-buru pulang setiap hari tepat pada pukul 4 sore, karena lebih dari itu ia harus mencari tempat untuk bersembunyi. Di jam 5 sore adalah jam yang pas bagi ia memutus kepalanya. Tidak atau suka ia terpaksa melakukan itu karena rasukan di tubuhnya. Hal yang paling menyiksa adalah saat terputusnya kepala dari leher, sakitnya bukan main.
Tutup pintumu menjelang sore jangan biarkan jendelamu terbuka, jaga anakmu agar tidak bermain saat itu. Jangan biarkan mereka bersuara di dalam rumah hingga menjelang isya. Kuyang selalu mengintai rumahmu. Nasehat itu masih berlaku hingga sekarang.
Vanesa menyingkap gorden jendelanya, melihat ke bawah dari ketinggian 15 meter. Ada seorang polisi sedang berjalan di antara kerumunan warga yang berkumpul karena kasus di bawah. Ya saat ini Vanesa berada di lantai atas. Ia pulang langsung menerobos mereka yang sedang sibuk tidak memerhatikannya. Vanesa sadar hanya dia saja yang belum dimintai keterangan. Saat nyeri di lehernya terasa, Vanesa mengusap goresan di lehernya yang mulai berdarah. Suara ketokan pintu membuatnya panik dan berusaha mencari tisu. Ia menyeka darah itu dengan tisu lalu membuangnya ke tempat sampah. Vanesa segera mencari kain untuk menutupi lukanya. Darah masih mengalir di sela-selah luka.
Tok! Tok! Tok.
"Tu-tunggu sebentar!" teriak gadis itu dari dalam sembari mengenakan selendang di lehernya.
Kriet ... Pintu terbuka Seorang Polisi pria berwajah lumayan dengan tubuh kurus memandang Vanesa dan satu lagi temannya yang berwajah tampan, bertubuh sedang sedang melihat-lihat di sekitar pintu-pintu kamar yang berada di lorong apartemen tersebut.
"Maaf mengganggu em, dengan nyonya atau-"
"Nona, saya masih lajang," potong saat Polisi kurus itu berbicara.
"Boleh kami masuk?" tanya Polisi kurus itu yang di tanda pengenalnya bertuliskan Arsa.
Dengan berat hati Vanesa akhirnya memersilakan mereka untuk masuk. Kedua polisi itu kemudian duduk.
"Saya tinggal dulu membuat minuman," pamitnya.
"Tidak perlu, kami hanya sebentar," cegah Polisi tampan itu.
Vanesa diam dan duduk di hadapan mereka sembari mengepal telapak tangannya yang berkeringat.
"Anda tahu kasus yang menimpa di bawah?" tanya Arsa.
"Saya tidak terlalu mengerti, karena saya baru tiba sepulang dari Rumah sakit," jawab Vanesa seyakin mungkin.
"Boleh saya tahu profesi Anda?" tanya Polisi tampan itu.
"Saya seorang dokter bedah," jawab Vanesa sembari menghindari tatapan mata Polisi itu. Apa dia mencurigaiku?
"Hem." Polisi kurus itu mengangguk kemudian beralih menyapu seluruh ruangan itu dengan pandangan matanya.
"Di bawah ada seorang bayi yang hilang dan sedang dalam pencarian, apakah Anda tahu atau mencurigai sesuatu akhir-akhir ini?" tanya Polisi tampan itu. Vanesa diam sejenak, ia mencari nama lelaki itu. Sepertinya lelaki itu tahu apa yang Vanesa lihat darinya. "Nama saya Anggara. Maaf, tanda pengenal saya hilang entah terjatuh di mana," jawabnya.
"Saya sehari-hari hanya bekerja, berangkat pagi, pulang kadang larut. Tidak terkecuali juga saya mesti berangkat malam-malam sekali karena keadaan darurat di Rumah sakit. Kalau soal pengasuh anak-anak itu pun baru 2 bulan ini saya tahu, walaupun mereka mengatakan sudah ada sejak tiga tahunan. Pokoknya saya jarang menghabiskan waktu di rumah," jabar gadis itu.
Arsa dan Anggara memaklumi pekerjaan Vanesa. Maka mereka hanya memangut-mangut saja.
"Baiklah, bila ada sesuatu kita akan menghubungi seluruh orang di apartemen ini, termasuk Anda," kata Arsa sembari menatap Anggara yang memberi kode untuk segera pergi.
"Baiklah, ini kartu nama saya, bila membutuhkan sesuatu." Vanesa segera menyodorkan kartu namanya pada Arsa.
Mereka menerimanya dan segera ke luar. Vanesa segera menutup pintunya dan membuka syalnya. Ia memekik tertahan saat luka itu menganga dan hampir merobek lehernya.
"Ak! Jangan sekarang! Aku tidak mau!!" jerit sakit tertahan dari gadis itu. Ia tidak mampu mencegah kepalanya agar jangan meninggalkan tubuhnya. Setelah tubuh itu lunglai, kepala Vanesa terbang menembus dinding.
Rambutnya panjang dengan taring yang menghiasi bibirnya. Darah segar yang dibawanya menetes di jalanan. Itu darah Vanesa. Ia terus mencari dan mengintai dari pintu ke pintu. Dari jendela ke jendela.
"Aku lapar. Aku lapar!!" gumamnya dengan suara serak dan basah.

KAMU SEDANG MEMBACA
TITISAN PUTRI KUYANG(revisi)
Horreur(TAMAT sebagian part telah dihapus demi keamanan agar tidak dibajak. Versi lengkap akan ada dalam bentuk fisik/buku)menjadi kuyang bukan kemauannya, tapi darah selalu memanggilnya. Setiap malam atau siang menjelang sore, rasa sakit terus dirasakanny...