"Astaga! Suamiku, suamiku! Lihat anakmu ini, cepat kemari!"
Wanita paruh baya itu berteriak ketika anak perempuannya datang dengan penampilan bobrok; ikatan rambut yang sudah tidak jelas, ujung rok yang robek dan ia memegang ujungnya, bajunya yang berlumuran bercak merah.
Ya, Hana baru saja pulang sekolah sore ini. Ia baru saja menjalani hari yang paling padat dengan pertengkarannya bersama Choi Soobin. Setelah dipanggil ke ruang BK untuk kedua kalinya dan menerima surat yang sudah pasti berisikan pengaduan apa yang telah ia lakukan.
Sebenarnya Hana lumayan takut jika penampilan dan surat yang ia bawa dibaca oleh kedua orangtuanya. Itu akan menambah musibahnya selain kehadiran Soobin.
Pria paruh baya tiba-tiba datang dengan sekop dan topi yang bertengger diatas kepala pria itu. Wajahnya terlihat panik saat mendengar istrinya berteriak seperti orang kesetanan.
"Ada apa? Ada apa ini? Apa ada mas-- HANA!" Pria sekaligus ayah dari Hana itu terkejut bukan main ketika melihat anak bungsunya menunduk dengan penampilan yang tidak biasa.
Bagaimana bisa penampilan anak gadis seperti ini. Ayahnya pun melempar sekop yang ia bawa dengan asal dan memberikan topi lusuhnya kepada istrinya. Ayahnya langsung menarik lengan Hana untuk mengikutinya masuk kedalam rumah agar para tetangga tidak melihat apa yang terjadi.
Ia langsung menuntun Hana untuk duduk disofa dan melipat tangan didepan dada, menatap anaknya yang masih menunduk dengan intens.
"Jelaskan pada ayah apa yang terjadi, Kim Hana." Tanya ayahnya dengan penekanan diakhir kalimat. Jelas sekali ayahnya kesal dan marah karena penampilannya.
Hana belum menjawab, ia meremat ujung roknya dan menggigit bibir bawahnya. Ia juga merasa takut sekarang.
"Jawab, Hana! Kau tahu ayah tidak suka--"
"Sudahlah, Joon. Lebih baik kau baca surat ini saja, aku akan mengurus anak nakal ini. Selalu saja membuat repot!" Ibunya yang sedari diam sambil membaca surat yang Hana genggam tadi karena ibunya mendadak merebut surat itu dari tangannya.
Ayahnya menerima surat itu sedang ibunya menarik tangan Hana dan mengajak anak gadisnya menuju kamar. Ibunya juga berniat menghindarkan Hana dari kekerasan yang akan dilakukan ayahnya setelah membaca surat itu.
Setelah sampai dikamar Hana, ibunya langsung menutup pintu dan menguncinya. Kepala wanita itu sudah hafal apa yang akan terjadi setelah suaminya selesai membaca surat itu.
"Jelaskan pada ibu saja. Ibu tidak jamin semua tulangmu akan baik-baik saja jika menjelaskannya kepada ayahmu." Ujar ibunya dengan lembut dan duduk disisi ranjang.
Hana membuang nafasnya dengan panjang. Dadanya sesak karena melihat raut wajah marah ayahnya tadi. "Aku bertengkar dengan anak lain, bu." Ungkap Hana setelah bibirnya diam terlalu lama.
Ibunya sempat terkejut. Ia kira kalau anaknya sedang dibully karena penampilannya yang berantakan. Ternyata anaknya justru bertengkar dengan anak lain.
"Anak siapa? Apa dia teman sekelasmu atau beda kelas? Jangan bilang beda sekolah,"
Hana mendongak menatap ibunya. "Dia teman sekelasku, bu. Aku ingat, aku pernah menceritakannya hanya kepada ibu sebelumnya."
"Ah, masih dengan orang itu ya? Siapa namanya? Subin?"
Hana tersenyum getir, sempat merasa terhibur karena ibunya menyebut nama Soobin dengan pelafalan yang salah. Tapi, hey, untuk apa dia membenarkan sikap anak nakal itu?
"Ya, bu. Masih dengan anak yang sama." Sahut Hana pelan, hampir berbisik.
Ibunya pun membuang napas dan tiba-tiba terdiam. Membuat Hana merasa canggung dan takut diwaktu yang sama. Namun menit selanjutnya, ibunya mendadak mencubit lengannya dengan bertubi-tubi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Neighbors!
FanfictionHana dan Soobin. Dua orang yang tak bisa saling berbaikan atau saling menghormati satu sama lain. Setiap bertemu, selalu saja ada 'cek-cok'. Dan tibalah sosok Yeonjun yang menjadi pahlawan bagi Hana. Mereka terlihat serasi, sampai Soobin merasa cem...