Sivia Dacianna

79 7 3
                                    

Senja mulai menyapa. Ah, salah. Bukan menyapa, namun meledekku dengan pancaran jingga nya. Tak hentinya air bening membasahi pipiku. Aku menangis-ditepi sungai-dan sendirian. Ini sudah pukul lima sore, dua jam setelah bel pulang berbunyi, aku tidak segera kembali ke rumah. Mencoba menghabiskan air mataku disini. Aku takut bantal gulingku bosan dengan air mata yang tak hentinya membasahi mereka. Atau Mama yang mungkin lelah karena terus mencoba menguatkanku melalui pelukan hangatnya.
Akan ku tuangkan semua disini.

.

"Ma.. Aku pulang..!" Aku berusaha membawa suasana hati yang ceria. Walau terdengar terlalu memaksakan.
"Eh.. Anakku sudah datang... Kok baru pulang?"
"Emm.. Tadi Aku habis ada tugas. Sebenernya PR, sih.. Tapi Aku takut males kalo udah dirumah." Aku berbohong.
"Oh.. Yaudah.. Sekarang kamu mandi, siap-siap buat makan malam ya.. Hari ini Papah pulang lho.."
"Iya?! Wah... Aku gak sabar ketemu Papah.. Yaudah, Mah. Aku siap-siap dulu."

Setitik kebahagiaan seperti menyentuh hatiku, yang hampir lupa rasa bahagia itu sendiri. Papah bekerja di luar negeri sejak Aku berusia sepuluh tahun. Dan hanya pulang dua-tiga tahun sekali. Dan hari ini Malaikat ku kembali. Seperti beberapa tahun sebelumnya, Papah pasti membawakanku banyak oleh-oleh, dan kekuatan baru. Itulah sebab mengapa Aku begitu senang mendengar kabar ini.

.

"Kamu tambah cantik aja, Dacianna.. Pantas, rasanya Papah selalu tak sabar ingin pulang." Canda Papah padaku malam ini nampak lembut mengusap kalbu. Aku tersenyum. Kemudian disapa belaian hangat dirambutku.
"Dacianna kan sudah kelas dua SMA sekarang, Pah.. Wajar lah kalau tambah cantik." Sambung Mama. Senyum tak hentinya menghias wajahku. Pipiku sedikit memanas. Aku malu.
"Papah mau ngedongengin Aku kayak biasanya?" tanya ku.
"Emangnya kamu masih suka dongeng?"
"Udah enggak. Kecuali dongeng punya Papah, Apalagi kalo tokoh dongengnya Mamah. Hehehe.." jawab ku sedikit nyeleneh. Kami semua tertawa bahagia malam itu.

.

Papa pernah bercerita kepadaku tentang masa lalunya, waktu pertama kali Papa bertemu dengan cinta pertamanya. Dan sekarang sosok itu menjadi seorang 'Ibu' dalam hidupku.

.

Aku mencari posisi ternyaman ku untuk mendengarkan cerita Papa lalu kemudian tertidur. Papa banyak bercerita malam itu. Namun satu pertanyaan di sudut akhir cerita, yang cukup membuatku kembali membuka luka hari ini.
"Bagaimana teman-teman mu di Sekolah, Na? Mereka asik-asik kan? Seperti kawanan Papa di SMA dulu.. Ah.. Apa kamu juga udah punya pacar?" tanya Papah tanpa merasa bersalah. Aku mencoba untuk tersenyum.
"Mmm... Mereka baik.. Ngga. Aku ga punya pacar, Pah" Lagi. Aku berbohong. Papa tersenyum, lalu mengusap rambutku lembut. "Papah ngga tau.." Hatiku meringis. "Tuhan... Kapan ini berakhir?.."

.

10 Januari 2019, 10.00 PM

Berteman langit malam, Aku kembali. Dengan kisah yang sama, ditemani air mata seperti malam-malam sebelumnya.
Setidaknya hari ini aku tertawa. Terima kasih, Papah..

AM I OKAY?// HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang