Kisah Klasik

45 4 0
                                    

;Vaze yuhana

Saat itu...
Purnama pertama dalam hidupku.

Aku tak pernah menjumpai purnama seindah ini sebelumnya, makanya ku sebut purnama pertama. Sekitarnya dikelilingi bulatan pelangi. Sangat indah. Cahayanya juga tak seperti biasanya, warnanya hampir kebiruan. Aku memandang purnama itu cukup lama. Aku melukis kisah klasikku di bawah cahayanya.

Belum lama kemudian, hal aneh terjadi.

Seseorang melemparkan sesuatu ke arahku. Aku mencari si pelaku. Tak kudapati seorangpun ada di jalanan depan rumahku. Tak mungkin juga dari dalam kamar, aku sudah mengunci pintuku rapat-rapat.

Benda itu seperti.. Berlian berwarna merah delima. Sangat cantik.

"Kamu suka benda itu?"
Aku tersentak. Mataku hampir membulat.
"Ah. Em.. Iya.."

Makhluk itu tersenyum, kemudian duduk disampingku.

"Ka.. Kamu siapa? Ko bisa ada disini?" Tanyaku. Ia hanya tersenyum. Untuk umur delapan tahun, mungkin belum tersadar jika sosok tersebut cukup tampan dan menarik.
"Aku Vaze." Hazel matanya menatapku.
"Dateng dari mana? Ini kan lantai dua? Pintu kamarku juga udah di kunci." Tanya ku polos.

Dia tertawa kecil.
"Kalo aku bilang aku dari bulan, kamu percaya nggak?"
Aku mengamatinya. 'Pakaiannya memang agak beda.'
"Kamu Astronot?"
Lagi. Dia tertawa hingga matanya membentuk sabit.

"Haha.. Bukan.. Aku datang dari Tximista."
"Tempat apaan itu?"
"Sebuah kehidupan yang dimensinya beda dengan kehidupan di bumi." jelasnya.
Aku terdiam sejenak. 'Aku baru dengar ada kehidupan lain selain di bumi.'

"Oh..." aku mengangguk sambil terus berfikir.
"Hehe.. Gak usah difikirin. Nanti kalo udah waktunya, aku ajak kamu kesana. Oke?"
Aku mengiyakan.

.

Purnama kedua. Seperti sebelumnya, Vaze tiba di balkonku dengan wujud yang sama; berjubah kelam dan sedikit aneh.

"Kamu datang lagi." ujarku sambil membawa boneka hello kitty, kemudian duduk di sampingnya. Tak ada respon darinya. Aku mulai bingung dan takut.
"Kamu kenapa?"

aku mencoba menemukan matanya. Ada sedikit perbedaan jika ku perhatikan, lensa matanya tidak berwarna hazel. Seperti percampuran antara biru malam dengan biru laut.

"Maaf." jawabnya. Ia tak menatapku sama sekali. Aura nya pun begitu dingin.

"Kenapa minta maaf?"lagi. Vaze tidak meresponku.

Rambut silvernya bersinar- tersorot cahaya purnama. Membuat dirinya terlihat semakin berbeda dengan pertemuan pertama saat itu.

" Kalo ada masalah, ga apa-apa cerita." ujarku dengan polosnya. Vaze menoleh kepadaku. Tatapannya begitu tajam. Aku semakin merasa takut.

"Apakah kamu senang berteman denganku?" Tanya Vaze.
"Kenapa tanya begitu?"
"Dare bilang, manusia itu jahat. Mereka bisa kapan saja menyakiti orang lain."

Aku menatapnya lamat.

"Siapa Dare?"
"Dia Dimentsioko Presidentea, ketua dimensi Tximista."
"Ohh.." Aku mengangguk walaupun sebenarnya tak faham. Seusiaku dulu mungkin terlalu muda untuk berfikir jauh. Imajinasi ku juga kurasa belum terlalu luas.

"Bagaimana Dacianna? Apa Dare benar?"
"Em... Gimana ya? Mungkin itu buat orang-orang jahat aja. Atau.." Aku berfikir keras.
"Atau apa?"
"Orang-orang itu gak sadar kalo udah nyakitin orang lain."

AM I OKAY?// HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang