Perisai Hitam

76 5 1
                                    

11 Januari 2019, 07:15 AM

Selamat pagi, Pagi!
Aku menyapa pagi. Karena Ia enggan menyapa duluan. Huft... Aku harap hari ini ada kisah yang dapat ku tulis selain kesedihan. Semangat Dacianna!

Aku menutup catatan harianku dengan penuh harap. Aku ingin memulai kisah baruku hari ini!

Namun, yang aku terima..

Sampah kertas.
Ledekan.
Bullying.
-Lagi...

Hari ku berjalan seperti biasanya...

.

.

Aku gagal untuk bahagia hari ini.

.
.

'Pletak!'
Sebuah pensil mendarat tepat di kepalaku. Membuyarkan kesedihan yang hampir larut ke jurang hati. Tunggu, tak biasanya mereka melempariku pensil?  Aku meneliti pensil itu, mencari nama si pemilik.

Aku akan datang, Daci.

Sebuah kalimat terukir di tubuh pensil tersebut. 'Daci? Dacianna?'. Pertanyaan muncul di benakku. Ini untukku? Tapi dari siapa?. Tak mungkin kawan sekelasku memberikan teka-teki ini kepadaku.
Mereka akan berfikir, aku terlalu bodoh untuk menebak itu.

'Siapa yang akan datang?'  Aku mulai terpengaruh oleh kalimat di pensil tersebut.

'Sebaiknya Aku menunggu waktu yang menjawab'.

.

"Selamat Pagi, Anak-anak." Sapa Bu Ervina ramah. Ada yang berbeda hari ini. Ya. Seorang lelaki yang datang bersama Bu Ervina menjadi pusat perhatian pagi ini. Dan berhasil membuat seisi kelas terperangah karena ketampanan dan pesonanya. Tidak terkecuali Aku. 'Dia pasti anak baru.' cakapku dalam hati. Seperkian detik Aku dibuatnya tak berkedip.

"Hari ini kita kedatangan kawan baru. Silakan perkenalkan namamu, nak." Lelaki itu memulai dengan senyuman manis di wajahnya, membuat kaum hawa mencoba mengatur degup jantung mereka masing-masing.

"Halo semua. Perkenalkan, nama saya Arkha Gumilar Vernandes, Emm.. Saya pindah dari Zaee's New York International School. Senang bertemu dengan kalian." Lelaki itu menutup perkenalannya dengan senyuman yang begitu mempesona, yang berhasil membuat seisi kelas terlihat semakin tergila-gila.

"Baik Arkha.. Kamu bisa duduk ditempat yang kosong." Arkha mengiyakan.

'Tempat kosong? Disini hanya aku yang duduk sendirian.' Aku begumam sendiri.

Arkha menghampiriku, lalu melemparkan senyumnya, sebelum akhirnya duduk disampingku. Aku terpaku.

.

"Nama lo siapa?" Seketika suara baritonnya memecah dingin dalam diriku. Aku sedikit tersentak.
"Eh.. Em.. Dacianna, Sivia Dacianna.." jawabku terbata-bata. Yang bertanya hanya tersenyum. Hening kembali.

"Nanti gue boleh pinjem catetan lo gak? Gue mau ngejar materi." Arkha menoleh.
"Em.. I.. Iya boleh.."
"Tapi... Tulisan gue berantakan." Sambung ku.
"Sejelek- jeleknya tulisan cewek, it's better than boy's written. Right? " Lagi. Dia mengakhiri ucapannya dengan senyum andalannya.
Tuhan... Dia manis sekali.. Aku hampir dibuatnya sesak napas..
"Hehe.. Bisa aja.." jawabku tersenyum sambil malu-malu.
"Oke. Ntar istirahat gue cicil." Aku hanya mengangguk. Suasana kembali normal.
Normal? Ya.. Hatiku tak lagi berdegup seperti alunan nada diskotik. Hufft..

.

'Teeett.. Teett...'
Waktu istirahat tiba. Sebagian orang mengampiri meja ku. -Menghampiri meja Arkha tepatnya.

"Lo cakep banget  sih."

"Kamu udah punya pacar belum? Yang jomblo banyak tahu.. Hihihi.."

"Arkha.. Ntar baliknya bareng gue, yuk.. Kayaknya kita searah deh."

'Perempuan-perempuan itu...' Mereka memang cantik. Seharusnya Aku tahu diri. Aku hanya anak terbully disini. Merasa tersisihkan, Aku memilih pergi menuju kantin. 'Arkha juga mungkin lupa mau minjem buku.'  -Aku berlalu.

"Dacianna, tunggu!!" langkahku terhenti. Kurasa beberapa pasang mata mulai tertuju padaku. -Aku membalikkan badan. Arkha keluar dari gerombolan itu, lalu menghampiriku. Benar saja. Mereka menatapku dengan tatapan yang sama seperti hari-hari yang lalu. Menatap benci. Aku tertunduk.

"Lo mau kemana?" Ia dekat sekali. Aku hampir bisa merasakan nafasnya berhembus dekat poni rambutku.
"Em.. Itu, gue mau ke kantin." jawabku, masih tertunduk.
"Gue ikut ya?" Seketika kepalaku mengadah, seperkian detik mataku menatapnya. Lalu kemudian membuang ke arah lain. Apa-apaan ini?! 
"Serius?! Eh.. Maksud gue.. Temen-temen gimana?"
"Ya, gak gimana-gimana. Yuk!" Ia menarik tanganku. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatap kesal. Aku hanya bisa mengikuti alur tarikannya.

.

"Dimana makannya?" Arkha bertanya kepadaku, sambil membawa semangkuk mie ayam dan es jeruk di tangannya. Kami terdiam sejenak. Aku membuang pandanganku ke setiap sudut kantin.
"Penuh." ujarku sedikit kecewa.
"Mmm... Kemarin, pas nyokap gue ngurusin surat-surat, gue liat ada taman di belakang sekolah. Mau kesana?" Cakapnya begitu ramah.
"Enggak jauh kan?"
"Enggak kok, tenang aja." Aku mengangguk setuju.

.

Berbagai macam bunga tertata rapi ditempat ini. Rumput hijau yang nampak terawat dengan sempurna menjadi tempat kami beristirahat siang ini.

"Gue baru tau ada taman di belakang sini. Bagus banget lagi." Ujarku sambil tersenyum, menatap bunga-bunga yang tersebar di sepanjang taman.
"Gue kira lo udah tau." Arkha melahap mie ayamnya, kemudian melihat ke arahku dengan durasi yang cukup lama. Merasa risih, Aku balas melihatnya. Mata kami bertemu.

"Kenapa liat gue kayak gitu?" Pipiku memerah.
"Enggak. Gue bingung aja. Keliatannya lo terasingkan banget dikelas. Ada yang salah sama lo?" Kali ini tak ada lengkungan tipis terukir di bibirnya. Ia menatapku dalam.
"Em.. Enggak.. Gue nya aja yang pendiem, dan pemalu, hehe.." Sebisa mungkin, Aku mencoba tersenyum.

"Kalo pemalu, seharusnya tadi lo nolak pas gue ajak pergi. Karena kita juga baru kenal." Arkha menyanggah. Ingin rasanya aku kembali ke kelas, lalu menyelesaikan hari ini.
"Lo juga bisa lepas tarikan gue, kalo lo mau barusan." Sambungnya. Arkha seolah bisa membaca fikiranku, yang baru saja akan ku jawab, "tapi Lo narik tangan gue keluar".
Hening seketika. Raut wajah Arkha tak dapat ku tebak. Terlihat seperti ingin tahu, dan.. Ah.. Aku tak tahu apa maksud tatapannya itu. Yang dapat ku fahami sekarang, Arkha menatapku dingin dan dalam.
"Lambat laun, nanti lo juga faham." Aku membuang pandanganku.

11 januari 2019, 09:00 PM

Sesuatu yang asing mengalir disini. Di sungai yang telah lama tak lagi hidup. Ia seolah mendorongku untuk kembali. -Menemukan seorang Aku yang bermuara dalam sebuah jati diri.

Apakah dia orangnya? Si pemilik pensil yang katanya akan datang.

AM I OKAY?// HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang