Good Person in Good Time

4 1 0
                                    

+698967xxx
Kamu dimana?

Me
Disini

+698967xxx
Pap.

Me
Disini pokoknya. Kamu dimana?


+698967xxx
Masih di lampu merah depan.

Me
Ih, telat ya? Udah baris nih

.

Kok gak dibales sih. Hm, lihat aja pasti kena push up kalo gak jalan jongkok.

***

"HE KAMU! YANG TELAT! CEPET! LARI!". Teriak sadis setiap pagi senior senior polwan, hari keulang. Hm, dasar deh. Bukan aku banget disini.

Jadi perawat setiap pagi harus pasang wajah seger, dan senyum ramah. Nada suara dan cara bicara jadi andalan kami buat sedikit membantu hibur pasien. Beda banget disini. Keras. Bukan. Disiplin. Bukan. Hm... intinya, nggak kontras banget. Satu hal yang ada dipikiranku, 'mbak nggak capek apa marah-marah sama teriak-teriak mulu? Cepet tua lo!'

Eh, ntar. Itu... cowok nekat semalem. Tuh kan telat. Dasar deh. Untung cuman di suruh lari. Eh eh lari ke arah sini. Buang muka dulu aku, pura-pura gak lihat.

"Hari ini kalian akan mendapatkan pengumuman tes pertama, yaitu tes verifikasi tinggi badan dan berat badan. Saya harap semua peserta mengikuti dengan baik dan tertib. Mengerti!", ujar pakpol center.

"SIAP MENGERTI!", jawab seluruh casis. Aku mah jawabnya letoy aja, capek teriak-teriak, buang tenaga.

"Baik silahkan masuk dengan tertib!", kemudian kami pun masuk sesuai barisan ke dalam gedung. Mungkin ada sekitar 14ribu orang disini. Tapi baris kami rapiii banget. Nggak kaget sih.

***

+698967xxx
Vit, dimana?

Me
Di belakang kamu jauh.

Eh, kamu langsung noleh kebelakang. Oke, sembunyi ah. Barisan sepanjang itu dan kamu masih sempatnya tanya posisiku dimana.

+698967xxx
Eh kok sembunyi sih, haha 😂

Tauk ah males balesnya. Ada sesuatu yang bikin aku lebih asik dari menggubrismu.

Ingin sekali hati ini rasanya cepat mapan. Setidaknya aku bisa membantu orang tua dan keluarga. Kuliah perawat masih kurang 3 tahun lagi sekaligus profesinya. Belum lagi ujian kompetensi dan ngelamar kerja sana sini. Cuman kalau ditinggalkan juga berat, sayang. Aku sudah kadung jatuh cinta di dunia ini. Aku jadi ingat waktu grup diskusi anatomi. Aku dan teman teman sekelas berdebat tentang fisiologinya sampai ke akar-akar. Mata kuliah paling aku suka.

Hatiku mengalami konflik. Ditinggal sayang, tak ditinggal lama. Kalau seandainya aku lolos di Polri ini... apa aku siap pakai seragam coklat itu? Bahkan aku nggak punya pandangan sama sekali buat plan ke depan jika aku memang menjadi seorang Polwan.

Tunggu... eh, papa telfon.
"Ada apa Pa?", aku nggak kerasa air mataku sudah kabur dari rumahnya.

"Kamu dimana?", tanya papa yang sedang ada diluar kota. Iya, aku lupa pamit. Toh papa juga gak setuju kalau aku daftar Polri. Bukan apa, tapi aku sudah separuh jalan dan papa menyayangkan beasiswa full fundedku.

"Paaaaa. Aku jadi perawat ajaa!", rengekku tiba-tiba. Yahkan aku lupa, temen-temen kanan kiri jadi boleh aku semua nih. Oke oke tahan nangisnya.

"Kerja itu nggak asal Mbak. Semua pakai hati. Kerja itu penuh tuntutan. Kerja yang sesuai dengan passion aja kadang jadi menjenuhkan, apalagi yang nggak ada hati sama sekali disana", ujar Papa. Kalimatnya seolah memberi kekuatan untuk kembali pada jalan awalku. Dukungan yang tepat di waktu yang tepat. "Ya sudah, papa lanjut kerja dulu ya. Nanti kita telfon lagi", ujar Papa seraya menutup telfon kami.

Engga papa. Hanya dengan kalimat itu aja aku udah sangat amat mendingan banget ko. Makasih Pa.

Eh... apa ini? Sebotol air mineral dari bahu kananku. Aku menoleh asalnya.

Wah, kamu! Cowok nekat semalam!

"Nih!", sambil menyodorkan sebotol air mineral padaku. Memang sih, barisan peserta sudah agak lenggang. Ada yang ke kantin, keluar gedung, masjid, termasuk kamu entah mulai kembali dengan sikap anehmu. "Kenapa nangis?", kemudian duduk di sebelahku.

"Engga papa. Makasih ya", sambil menyahut air mineralmu. "Utang berapa nih aku?", sahutku setelah meminumnya kepadamu.

"Halah, apaan si. Udah minum aja", sambil memandangiku. Kelakuan biasamu. "Keluar yuk, panas disini. Diluar adem, udah sarapan?", tanyamu kembali.

"Udah ko. Engga deh disini aja. Panas tau diluar", kataku sambil menerawang keadaan luar.

"Ya udah solat aja?", kembali menawarkan. Aku mengangguk. Oke, usulan bagus.

***

"Kayaknya bukan aku banget disini", ujarku dengan memelas tanpa melihat wajahmu. Kamu mengerutkan kedua alis sambil asyik memakai sepatu.

"Kok gitu?... hm... perawat ya?", yak betul. "Abis telfon Papa kan tadi?", eh kok kamu tau. Sekarang aku melihatmu tajam tajam. "Hehe, tadi aku nungguin kamu selesai telfon. Jadi aku denger. Maap yak", sambil senyum konyol lagi. Oke aku maafin.

"Udah jangan lemes gitu. Udah berdoa kan? Di rumah nanti sholat istiqarah", kemudian mulai fokus dan meyakinkan aku. "Jadi polisi atau perawat, dua duanya baik. Sama sama abdi negara, sama sama pelayan masyarakat. Tapi bukan berarti kamu asal tes disini. Kita nggak pernah tau rejeki kita dimana. Selama ada kesempatan yang Allah berikan, lakukan yang terbaik buat itu. Setelahnya biar tangan Allah yang menilai dan melukiskan takdir kita", wah bijak.

Aku balas kamu dengan senyum. Setidaknya aku bersyukur ada orang orang baik di sampingku saat aku seperti ini.

Dan Kamu.
Teman baru, salah satunya.





Good people.
Is they are who can give positif vibes
for another people no matter
Who they are.

#vol3

Jagung Manis Balai KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang