Prolog

21 1 0
                                    

Dentingan suara pedang yang saling beradu menggema di seluruh bagian penjuru istana, sudah banyak orang yang gugur dalam pertempuran tersebut. Sebelum semua ini terjadi, perhelatan besar sedang di selenggarakan, sebuah pesta yang di penuhi haru, canda, dan tawa untuk menyambut lahirnya sang penerus tahta.

Namun, satu hal yang tak pernah diduga, tiba-tiba saja segerombolan orang asing mencoba menelusup dan melalukan serangan. Jeritan kesakitan dari orang-orang yang terluka benar-benar memekakan telinga siapa saja yang masih mampu untuk tidak ikut memejamkan mata dan menyambut kematian.

Tring,ctak! Pedang yang di genggam seorang pria terjatuh, dan hancur berkeping-keping. Lehernya pun tak ayal menjadi bidikan ujung mata pedang sang lawan.

Napas meraka sama-sama memburu.

“Hai, lama tak berjumpa.” Pria dengan pedang di tangan nya itu tersenyum manis.

“Jangan bersandiwara lagi, apa sebenar nya tujuan mu datang kemari ?”

“Ck, apa kau tidak pernah di ajarkan sopan santun oleh mereka? Baiklah, aku tak akan berbasa-basi lagi, kemana perginya sang puteri raja ? aku ingin menyapa nya, pasti dia menggemaskan dan cantik seperti ibu nya bukan ?”

Pria di seberang nya memilih bergeming.

Lama tak mendapat jawaban dia kembali membuka suara,

“Oh, kau tak mau berbicara? tak apa, biar mulut lain yang akan bersuara.” Seringai an tercetak jelas di wajah nya.

Srek

Pria di seberang nya jatuh berlutut dengan tangan yang memegang bagian leher nya yang tergores oleh ujung pedang. Pria itu memilih memejamkan mata dengan harapan sakit nya akan berkurang. 

“Sakit ? uhh, adikku yang malang. Sini-sini kakak obati.” Tangan nya melambai-lambai dengan senyum menyeringai.

Pria di seberang nya masih setia bergeming. Perih luka nya semakin terasa, tapi dia tetap memilih diam.

“Seperti nya mulut itu masih enggan membuka suara, menyebalkan sekali dia. Dan tentu, dengan senang hati aku aku melakukan ini, sekali lagi.”

Seringaian yang lebih menyeramkan tercetak kembali di wajah nya.
Peperangan masih terjadi dan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan. Para warga yang memenuhi ruangan sedikit demi sedikit berkurang dan melarikan diri. Tapi tidak dengannya, wanita itu memilih bersembunyi di balik singgasa raja dengan puteri nya yang masih bayi.Wanita itu tergugu, menyaksikan semua nya. Termasuk saat di mana pedang seorang lawan dengan tega menggores leher sang suami, ia hanya bisa diam tanpa melakukan apapun, karena itu merupakan titah mutlak baginda raja.

Dengan kasar pria itu mengangkat dagu pria di hadapannya. Pedang yang di bawa nya terangkat dan siap menebas apapun yang di lalui nya termasuk kepala pria yang ada di hadapannya saat ini.

Srek

“TIDAK!.”

Pedang itu terhenti.

“Akhirnya” setelah mendengar suara tersebut dia langsung menendang pria di hadapannya sampai jatuh tersungkur.

Memilih melangkah dan menghampiri suara yang di nantikannya.

Wanita itu telah melakukan kesalahan yang amat fatal, dia lebih meringkuk lagi dari sebelumnya dengan bayi yang terus ia gendong dengan penuh sayang.

Pedang milik pria itu di seret, dengan pelan namun pasti ia melangkah untuk bisa menghampiri seorang wanita yang berada di belakang singgasana raja.

“Hai permainsuri, apakah dia keponakanku itu? Ternyata benar, dia menggemaskan dan juga cantik seperti dirimu.” Ujarnya setelah hampir sampai pada tujuannya.

Mixture HairsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang