01: Trip

486 35 2
                                    

Page 1 of 3

Quebec, Canada23:10PM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Quebec, Canada
23:10PM

Kim Namjoon menarik kopernya dengan pelan. Dirinya yang baru saja melewati pintu keluar Jean Lesage International Airport langsung disambut oleh terpaan lembut udara sisa-sisa musim dingin. Bulu kuduk Namjoon bahkan berdiri sebagai respon dari terpaan udara itu, dia kedinginan.

Langkah Namjoon yang pelan berangsur kehilangan kecepatan. Lelaki ini sekarang berhenti guna menghangatkan diri dengan menggosok-gosokkan telapak tangan. Tidak hanya itu, Namjoon juga mengeluarkan syal abu-abu pemberian ibunya dari ransel agar sensasi dingin yang menerjang lehernya segera teratasi.

Drrttt drrttt drrttt

Ponsel dalam saku jaketnya bergetar. Ada telepon masuk dari nomor tidak dikenal yang langsung Namjoon asumsikan sebagai nomor dari mobil jemputan yang telah dipesannya secara mendadak kemarin.

"Halo. Ya, saya sendiri. Baiklah saya akan menunggu. Ah, tidak perlu terburu-buru, saya akan tunggu di sini. Baiklah, terima kasih kembali."

Selagi menunggu mobil jemputan, Namjoon mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Meskipun sudah masuk musim semi, ternyata masih terdapat salju yang belum meleleh sepenuhnya di beberapa titik. Pantas saja sensasi musim dingin masih terasa, batin Namjoon berspekulasi.

Tidak lama, mobil jemputan yang dipesan Namjoon sampai. Seorang lelaki paruh baya turun dari kemudi lalu menyapa Namjoon dengan ramah. Setelah semua bawaan Namjoon masuk ke bagasi, mereka pun melanjutkan perjalanan menuju hotel tempat Namjoon menginap.

[SLTL]

Sekitar dua puluh lima menit kemudian, Namjoon sudah berada di kamar hotelnya. Tubuhnya yang lelah langsung dibaringkan di ranjang. Namjoon bahkan sengaja tidak mengganti pakaian dan melepas sepatu namun justru semakin merasuk ke dalam selimut tebal yang telah tersedia.

Selama empat puluh menit Namjoon tetap pada posisinya. Tapi tidur-tidur ayamnya itu harus berakhir akibat suara alarm dari ponselnya yang menggema meskipun tertindih tubuhnya sendiri. Lelaki ini pun tersadar dan berangsur duduk di tepi ranjang.

"Ah, harusnya aku ganti baju dulu tadi," ujar Namjoon sedikit menyesal. Rasa malasnya menjadi berkali lipat dan itu buruk sebab jika ada Kim Seokjin, maka Namjoon akan mendapat omelan yang sering kali terasa seperti amukan.

"Dasar pemalas, cepat bangun dan ganti bajumu. Ranjang ini terlalu bagus untuk tubuh kotor sepertimu," ujar Namjoon menirukan perkataan Seokjin dengan diselingi kekehan. Otaknya bahkan dengan baik hati memutar kembali memori Namjoon yang menampilkan wajah sebal Seokjin.

Telinga Namjoon sebenarnya bisa saja memgalami kerusakan akibat omelan brutal Seokjin, tapi entah mengapa Namjoon menikmatinya. Bagaimana Seokjin yang berteriak ke arahnya, kemudian memukuli tubuhnya agar lekas bangun dan berganti pakaian, lalu Namjoon yang akan mencekal lengan Seokjin agar keduanya bisa terjatuh di atas ranjang bersama.

Well, tidak bohong, Namjoon menyukai kegiatan mereka di ranjang. Dan taktik busuk Namjoon mengharuskannya membuat Seokjin sebal terlebih dulu.

"Aku merindukanmu, hyung."

Baru dua hari, iya baru dua hari Namjoon tidak bertemu Seokjin sebab cintanya itu kabur karena bosan dengan tingkah barbar Namjoon yang membandel seperti noda saus pada pakaian. Tapi lelaki ini tidak pernah menduga Seokjin akan nekat kabur seperti ini.

Dua hari lalu, setelah pulang bekerja Namjoon tidak menemukan presensi Seokjin di apartemen mereka. Dia juga sudah bertanya kepada Min Yoongi, teman kerja Seokjin, namun hasilnya nihil. Baru ketika duduk di tepian ranjang untuk rehat barang sebentar, netra Namjoon mendapati secarik kertas di nakas.

Quebec, Canada. Aku pergi ke sana. Jangan mencariku.

-J

"Kau membuatku melakukan hal bodoh seperti di film-film yang sering kau tonton, hyung," Namjoon tersenyum getir.

Saat itu, dengan pikiran yang kalut, Namjoon mulai memesan tiket menuju Quebec dengan brutal. Beruntung, Jung Hoseok, teman Namjoon yang memiliki usaha di bidang travel bisa mendapatkan tiket yang diinginkan Namjoon meski bukan penerbangan di hari yang sama dengan Seokjin.

"Hampir dua puluh jam duduk di kelas ekonomi demi mengejar Kim Seokjin yang kabur," Namjoon mengejek dirinya sendiri. Terdengar bagus untuk dijadikan judul sebuah film.

Jika tahu akan begini, setidaknya Namjoon akan ikut menonton film romantis yang sering Seokjin saksikan barang sekali. Hal ini semata-mata agar Namjoon tahu apakah keputusannya untuk meyusul Seokjin tepat atau tidak. Namjoon memang jenius dalam pekerjaan, namun benar-benar bodoh soal percintaan.

Menurut Namjoon, definisi cinta adalah Kim Seokjin. Tidak perlu yang lain. Tapi kecintaannya terhadap Seokjin tidak dibarengi dengan dedikasi mengenai apa yang Seokjin ingin dan butuhkan dalam hubungan. Hal itulah yang sekarang Namjoon sesalkan, harusnya dia bisa memahami perasaan Seokjin sejak dulu.

Dengan langkah terseret, akhirnya Namjoon beranjak. Langkah kakinya mengarah pada koper yang tergeletak tidak etis di lantai dan berangsur membukanya.

Srett

Sebuah kaos dengan gambar beruang berhasil tertarik. Namjoon mendengus, ternyata selain kaos ada beberapa bajunya yang ikut tercecer keluar dari koper.

Namjoon menghela napas. Inilah alasan kenapa dia membutuhkan Seokjin. Dia ceroboh, sementara Seokjin adalah satu-satunya yang bisa membantunya merapikan kecerobohannya.

To be continued...

Sesuatu yang seratus delapan puluh derajat berbeda belum tentu tidak cocok. Terkadang, bahkan sering, bahkan banyak yang mengatakan dan percaya, kedua hal yang berbeda ini justru akan saling melengkapi.

-as/tari

Spring Leading to Love (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang