1. Ular Tangga

8.9K 777 51
                                    

“Taruhan adalah lambang kehormatan laki-laki. Bukti keberanian tak terbantahkan.”  –Muh

###

Kalah. Mahendra benci kalah. Apalagi kalah karena permainan sepele seperti ular tangga. Kok bisa?

“Mah, jangan lupa janji kita.”

Mahendra menatap nanar senyum puas tiga orang di depannya. Wajar saja, selama seminggu penuh dia tidak pernah kalah, tapi kenapa hari ini dia kalah? Apa akhirnya Dewi Fortuna ngambek dan mencari kekasih lain?

“Bacot.” Balasnya, lebih ke nada pasrah ketimbang marah. Dia menahan diri untuk tidak menelan bulat-bulat kertas ular tangganya. Salah satu teman(makan teman)-nya, Koko, bersiul menggoda. Dua teman yang lain--Aby dan Arif--bertepuk tangan, tentu saja dibarengi riuh tawa mengejek.

Empat orang yang terhubung karena permainan konyol itu akhirnya berhasil menyabet perhatian seisi kelas.

“Nembak Galih Galileo.” Bisik Koko ke telinga Mahendra.

Mahendra jijik dengan kelakuan temannya. Sama sekali bukan sesuatu yang patut didengarkan. Kalimat asusila. Bukan karena Galih seorang laki-laki yang membuatnya malas, tapi lebih ke kenyataan bahwa Galih adalah tukang nyinyir di kelasnya.

Bendahara nyinyir. Fyi, Galileo bukan nama belakang Galih, melainkan julukan nista untuk prestasi kenyinyirannya. Apresiasi untuk kenyinyiran yang melegenda.

Tiba-tiba Mahendra menyesal dengan taruhan mereka. Masalahnya, dia yang pertama kali mengusulkan taruhan itu. Pikirnya, akan lucu kalau teman-temannya 'menggoda' macan tidur. Sayangnya, senjata makan tuan rupanya masih berlaku di daftar kesialannya.

Tapi dia tidak mungkin mundur. Gengsi.

“Dancok, matamu. Diem lu, jelek.” Mahendra melemparkan bogem mentah ke udara kosong karena Koko lebih cepat menghindar.

Besok, dapat dipastikan ketiga orang itu akan membuat skenario hukumannya tanpa diminta. Apa bentuk hukumannya?

Benar. Hukumannya adalah prank nembak Galih Galileo sekalian merebut satu ciuman basah dari mulut nyinyirnya.

Asu, batin Mahendra kesal.

Nanti malam sepertinya dia harus mengucapkan selamat tinggal untuk jiwa unyu-unyunya.

###

"Jadi, Lih. Gue itu sebenarnya…." Mahendra tidak sanggup mengucapkan kalimat keramat itu pada Galih. Demi apa, dia takut disembelih sebelum waktunya.

Galih diminta Koko untuk menemui Mahendra di rumahnya jam delapan pagi. Mahendra yang sedari awal kesal setengah mampus ogah diminta bantu-bantu mengatur setting prank mereka. Jadilah tiga orang itu bersih-bersih, angkat sana-sini, menahan lapar dan dahaga sendiri saat Mahendra tidur tenang di kasurnya.

Mungkin itu yang terlihat di mata mereka.

Padahal Mahendra sedang mempersiapkan mental dan fisiknya untuk kemungkinan terburuk. Meskipun tukang nyinyir, mau diapa-apain juga, Galih tetap laki-laki yang berpotensi memukul atau bahkan mencekiknya di tempat. Prank kali ini benar-benar ide buruk. Salah, terburuk dari yang buruk-buruk.

Dia melirik lemari yang tadi pagi digeser 50 cm untuk menciptakan ruang persembunyian bagi tiga orang. Diam-diam dia berharap tiga orang itu akan mati kehabisan oksigen atau sekarat digigit tikus alien penjelmaan zombie. Amen.

"Lo kalau ngomong jangan diputus-putus, capek gue nungguin. Kalau emang gak penting-penting amat, mending gue pulang. Ngapain juga si Koko telpon gue pagi-pagi cuma gara-gara ajakan ini? Dipikir gue gak punya kerjaan lain apa. Gue butuh refreshing di hari Minggu. Harusnya gue tolak tadi. Asem."

MAH [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang