"Mana antek-antek lu?" Kata Galih. Koko dkk sih enak meskipun kaget ekspresi mereka tidak akan terekspos di depan si korban. Nah ini, Mahendra yang di depan Galih jelas terlonjak kaget. Kok Galih tiba-tiba mengigau tentang rencana mereka?!
"Antek apaan?" Tanya Mahendra, mencoba ketus untuk menutupi rasa gugupnya. Kedoknya telah terbongkar.
Koko dkk akhirnya mengaku kalah. Mereka keluar dari persembunyian dengan lesu.
Mahendra menepuk jidatnya, "dasar tolol." Ucapnya ke arah mereka bertiga.
"Kok lo bisa tau?" Koko langsung to the point.
"Gampang." Ucap Galih mengejek, "tiga sandal jelek di depan pintu, lemari yang mencurigakan, permintaan lu buat dateng, dan Mahendra yang jablay." Dia tertawa, sendiri. Membuat empat orang di sekitarnya bingung, dia gila atau emang kurang waras sejak lahir?
"Maksud lo?" Arif ganti bicara.
"Dasar goblok." Galih geleng-geleng kepala tidak percaya. "Di depan kamar lu--Mah--ada rak sepatu. Semuanya tertata rapi, termasuk sandal jepit sol tipis yang gue asumsikan sering lo pakai di rumah. Kesimpulannya, lu orang yang rapi. Tapi kenapa orang yang rapi tiba-tiba punya tiga sandal jelek dengan warna gelap yang nangkring sembarangan di depan pintu? Kan aneh. Lagian, gue pikir style lo adalah warna cerah; sepatu merah, putih, hijau, dan sandal biru."
Melihat lagak Galih, baik Koko dkk atau Mahendra sendiri, merasa seolah dia sedang mendikte empat anak kecil yang gobloknya minta ampun. Mereka juga baru paham kalau prank yang mereka rencanakan ternyata menyimpan banyak celah.
"Berhubung lu pada kelihatan cengo, gue jelasin lengkap. Sekarang, lemari lu. Lemari lu terlalu dekat dengan pintu, padahal sisi yang berlawanan masih banyak ruang. Logikanya, lu gak mungkin rela sirkulasi pintu lo keganggu sama lemari, lagian lu bakalan gak nyaman kalau tiap buka lemari selalu tabrakan sama pintu."
Lagi-lagi Mahendra manggut-manggut, penjelasan yang sangat masuk akal.
"Terus lo, Ko. Oke, selama ini kita 'agak' lumayan akrab, menurut gue. Gak tau kalau lu gak nganggep begitu. Bodo amat. Intinya adalah lu ngajakin gue ke rumahnya Mahendra. Satu ajakan yang kelihatan nyata lagi dibuat-buat. Saran gue, kalau lu emang niat nge-prank, ajakin korbannya ke rumah lu, man."
Koko menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Rencananya dibaca dengan mudah oleh Galih. Beginikah rasanya dipermainkan keberuntungan orang lain? Sial.
"Ditambah lo yang tiba-tiba bilang suka," Galih menepuk paha Mahendra genit dan dibalas hempasan sepihak dari tangan besi si empunya. "Gatot. Tapi gak apa-apa, gue merasa adil kok. Jangan lupa dikompres bibirnya. Kita 1-1 lho." Ucap Galih, tertawa puas sambil tepuk tangan. Lagi-lagi sendirian. "Btw, acaranya udah selesai kan? Gue mau balik. Kalian semangat ya bersih-bersihnya!" Ekspresi semangat Galih berubah total saat Mahendra menarik tangannya paksa.
"Siapa bilang lu boleh pulang?" Katanya, sembari tersenyum sinis. "Karena lu udah 'menelanjangi' kami, lu juga harus bantu bersih-bersih. Kalau gak, gue gak sudi bayar kas sampai lulus!" Ancaman Mahendra memancing Koko dkk bertindak lebih sadis.
"Gue kempesin ban sepeda lo sampai lulus, serius!" Arif ketawa jahat.
"Gue blokade semua akses kamar mandi khusus buat lo!" Gantian Aby menyerang Galih sembari berkacak pinggang.
Sampai yang terakhir, Koko meremas bahu Galih gemas. "Gue bakalan telponin rumah lu 40x24jam." Ancamnya, seolah emaknya juragan pulsa se-Indonesia Raya dan bakalan rela mengorbankan seluruh saldo untuk kepentingan Koko. Bah, jelas. Hanya mitos.
Mulut Galih terkunci. Bukannya takut kalau bannya bocor, dihilangkan haknya untuk memakai kamar mandi, atau ditelpon selama 40 hari. Sama sekali bukan. Justru ancaman Mahendra lah yang membuatnya langsung mengacungkan dua jempolnya ke arah empat cecunguk yang sedang mendiktenya. Bagaimanapun, membayar kas adalah kewajiban kelas. Kalau sampai ada yang absen membayar kas karena urusan pribadi dengannya, bisa dikatakan dia adalah pemberontak kelas. Gelar yang jelek banget karena tidak pernah tertulis dalam sejarah manapun. "Setuju." Katanya, buru-buru menarik tangan Mahendra untuk membantunya menggeser lemari ke tempat semula.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAH [end]
Nezařaditelné[Boyslove] Gimana rasanya jadi tokoh utama sebuah prank karena kalah taruhan? Sabar ya, Mah. Kan taruhan adalah lambang kehormatan laki-laki. Bukti keberanian tak terbantahkan. Tinggal ajakin Galih Galileo ketemu dan ambil satu ciuman basah darin...