Part 1

53 6 7
                                    

"Kau melamun ya?" tanya Adre saat melihatku terduduk sendiri di bangkuku.

"Tidak, aku hanya sedang melihat ke luar jendela. Cuaca tidak mendukung hari ini, tapi mereka masih saja bersenang-senang," ucapku mengarah kepada mereka yang berada di lapangan sekolah.

"Heh, mereka itu memanfaatkan waktu yang ada, tidak seperti kau yang hanya tetap duduk diam di bangkumu saat jam istirahat. Pantatmu tidak panas apa?"

"Dasar kau ini," "Kalau begitu, temani aku jalan-jalan keluar kelas!"

"Nah, begitu dong. Ayo!"

Aku pun beranjak dari bangku yang sebelumnya sudah lama aku duduki. Aku lihat Adre sangat bersemangat.

Kaki ku mulai melangkah keluar pintu kelas. Tanpa tujuan yang tampak jelas, aku terus berjalan, dengan Adre di samping kiriku. Kami tidak banyak bicara saat itu.

Seseorang dengan seragam sekolah sepertiku, hanya saja dia memakai celana panjang dan aku memakai rok hitam pendek berwiru di atas lutut. Tatapannya yang dingin nan lurus melewatiku begitu saja dari arah yang berlawanan. Kedua tangannya mengayun, kakinya melangkah tegas, kanan dan kiri.

"Dia sombong ya!" Adre mengatakannya saat seseorang itu sudah berada sedikit jauh di belakang kami.

"Baka, jangan mengatakannya keras-keras!"

"Tapi, itu betul kan?"

"Siapa juga yang peduli."

.

.

.

Teet__teeet__teeeet

.

.

.

Bel berbunyi, aku pun meletakkan botol air mineral yang aku beli dari kantin sekolah di atas meja kantin. Aku dan Adre pun segera kembali ke kelas untuk kembali menerima pelajaran.

Aku kembali duduk di bangku kesayanganku. Tepat di belakangku, duduklah seorang yang baru saja aku kenal 3 hari yang lalu. Dia seorang murid pindahan dari Amerika, lebih tepatnya ia baru saja pulang dari Amerika. Dialah orang yang Adre bilang sombong tadi. Panggil saja dia Sei.

Pembimbing masuk dan memberikan pelajaran seperti biasa, sampai akhirnya bel pulang berbunyi dan pelajaran terpaksa harus dilanjutkan di pertemuan berikutnya.

"Nicha, ayo pulang!" ajak Adre kepadaku.

"Tunggu, aku rasa, aku kehilangan bolpoinku."

Aku pun mencarinya di sekitar bangku yang aku duduki tadi.

"Ini." Ucap Sei sambil meletakkan sebuah bolpoin di mejaku ketika aku dan Adre masih sibuk mencari.

"Eh, terima kasih." Tetapi dia pergi sebelum aku mengucapkannya.

"Huh, sombongya," Adre kesal

"Sudahlah, yang penting bolpoinku ketemu. Sekarang ayo kita pulang."

.

.

.

"Jaaa... Nicha sampai jumpa lagi yaaa," teriak Adre masih sambil menggoes sepedanya meninggalkanku. Sedangkan aku berbelok ke arah kiri untuk masuk ke perumahan sederhana, di mana rumahku terletak di dalamnya.

Sesampainya di depan rumah, aku segera membuka gerbang rumahku dan memasukkan sepedaku ke garasi, serta mengunci gerbang rumahku kembali. Ya, aku sendirian di rumahku lagi. Ayah dan ibuku sedang ada bisnis di luar kota selama 1 minggu. Dan mereka baru saja berangkat tiga hari yang lalu. Masih ada waktu 4 hari untukku menikmati kesendirian ini.

A WeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang