*TPOMV* Bab. 1

9K 116 0
                                    

2 Juni 2019...

Harap Maklum, Typo Bertebaran...

Aku benci takdirku seperti ini. Tapi apa yang harus aku lakukan, jika sudah seperti ini...?

-Yvonne-

       Aku membuka mataku pelan-pelan, mencoba mengumpulkan nyawa setelah bangun tidur. Tapi beberapa saat kemudian, aku kembali teringat apa yang terjadi di hari Jumat sore kemarin, dan hal itu langsung membuatku menangis. Aku meratapi nasib sial yang menimpa aku dan ibuku, yang dibawa oleh pria yang sialnya menjadi Ayah kandungku. Aku membencinya sampai ke tulang-tulangnya.

"Tidak Yvonne, kau tidak boleh bersedih. Yang harus kau lakukan sekarang ini adalah, cari uang sebanyak-banyaknya dan Bayar hutangmu, ralat hutang pria itu," ucapku pelan pada diriku sendiri. lalu kemudian,

"Aldo Hermawan sialan...!!! Aku membencimu! Sangat membencimu sampai ke liang kuburmu! kau adalah Ayah terburuk yang ada di dunia ini. Dan kalian  ibu tiri  dan saudara tiri yang juga sialan...!!! Setelah aku membebaskan ibuku, aku akan membalas kalian. Kalian akan mendapatkan hal yang lebih menyakitkan dari yang aku alami ini...!!!" teriakku kesal penuh amarah.

       Aku menyibak selimut yang menutupi tubuhku, lalu segera masuk ke dalam kamar mandi. Air dari shower membantu meringankan keletihan yang aku alami. Selesai mandi aku memakai pakaian kantor lalu, sarapan roti seadanya. Aku membuka aplikasi ojek online dan membawaku ke kantor.

       Hari ini adalah hari senin. Ingin sekali aku tidak masuk ke kantor. Tapi keadaan Ibuku menuntutku harus masuk. Aku berjalan dengan lesuh memasuki lobby gedung perkantoran, tempat di mana aku bekerja. Aku langsung masuk ke dalam lift dan menekan angka 11 pada tombol lift.

         Aku keluar dari Lift dan langsung disambut dengan sapaan hangat dari Adele sang resepsionis.

"Selamat pagi Regina," sapa Adele si resepsionis itu.
"Pagi juga kak," balasku sambil tersenyum tipis, tidak tersenyum lebar seperti yang biasa aku lakukan. Adele mengerutkan kening seperti menilai ada yang salah denganku. Tapi aku tidak peduli. Aku berjalan terus masuk ke ruang kerja.

         Aku menghempaskan tubuhku ke atas kursi kerjaku. Aku menghembuskan nafas dengan kasar, mencoba melepaskan sedikit beban yang terasa sesak di dadaku. Aku menyalakan komputerku dan mulai melanjutkan pekerjaanku yang belum selesai aku kerjakan di hari Jumat yang lalu. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku, hingga tidak menyadari semua teman kerjaku sudah datang. Mereka menyapaku, tapi aku hanya membalas mereka dengan seadanya dan kembali fokus pada pekerjaanku.

"Yvonne...!"

       Aku tersadar saat ada yang memanggil namaku dan mengguncang tubuhku dengan sedikit kencang. Aku menghentikan pekerjaanku, lalu menoleh ke arah samping, menatap Anindita sahabatku dengan tatapan tanda tanya.

"Katakan, apa yang terjadi padamu? Semua orang di sini merasa kalau kau seperti orang lain hari ini. Ini bukan dirimu yang biasanya," ujar Anindita.

"Tidak apa-apa Anin," jawab ku mencoba meyakinkannya, lalu kembali ke perkerjaanku.

"Kau bilang tidak apa-apa? Kau pikir aku percaya perkataanmu itu? Aku adalah sahabatmu. Aku tahu semua tentang dirimu, dari yang biasa orang lihat sampai semua rahasia terkecilmu. Kau mencoba meyakinkanku, tapi setelah itu kau mencoba mengalihkan perhatianmu," kata Anindita sambil menyipitkan matanya.

Oh ya, tentu saja. Dua orang yang tidak pernah bisa aku sembunyikan rahasiaku adalah ibuku dan juga Anindita. Dua orang ini juga yang begitu dekat denganku dan memanggil Yvonne. Selain mereka, semua orang memanggilku dengan panggilan Regina.

The Price Of My Virginity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang