02

9 0 0
                                    

"Aku pulang." Jean melewati orangtuanya yang ada di ruang tengah, mereka sibuk dengan gadget di tangan masing-masing

Jean menaiki tangga. "Biasain kalau pulang sekolah cium tangan orangtua, gak ada sopan-sopannya kamu di sekolahin." Suara itu menghentikan langkah Jean dan berbalik mendekati kedua orangtuanya.

Saat Jean di hadapan Ayahnya, Edwin---ayah Jean menurunkan kacamatanya. "Kamu kok gini sih? Beda banget sama kakakmu, dia baik, nilainya gak pernah turun--"

"Iya ayah, maaf," sela Jean lalu mencium tangannya dan naik ke kamarnya.

***

Setelah selesai mandi, Jean turun ke dapur dia hendak mengambil makan siangnya.

"Belajar dulu kamu! Jangan kebanyakan makan nanti malah jadi bodoh."

Jean memejamkan mata menahan emosi.

"Gak minder sama kakamu yang dapet SNMPTN ke UI?"

Jean mengembalikan piringnya, naik ke atas kamar, mengambil bukunya lalu pergi ke perpustakaan Kota. Memaksa diri untuk belajar.

Padahal... Jean 'kan belum makan berat lagi... terakhir dia makan kemarin jam 4 Sore.


***

Sesampainya di perpustakaan kota, Jean duduk di tempatnya seperti biasa.

Perpustakaan ini lumayan jauh dari rumahnya, di perpustakaan ini terdapat ruangan indoor dan outdoor  lalu ada juga taman belakang yang terhubung ke masjid dan kantin, ada juga fasilitas penunjang lainnya, seperti: komputer, wi-fi, stop kontak dan masih banyak lagi.

Jean memilih ruangan indoor, mungkin menurut kalian belajar di dalam ruangan itu membosankan tapi entah kenapa Jean justru lebih merasa nyaman.

Jean menggigit apel yang sempat ia bawa dari rumah lalu mulai membuka laptop menonton video edukasi dan mencatat beberapa hal penting.

Tepat pukul setengah sembilan malam Jean membereskan peralatan belajarnya karena perpustakaan itu akan tutup, lagipula sudah sepi dan dia sudah diusir.

Jean berdiri di dekat warkop yang ada di pinggir jalan. "Ah sial! Hp gue mati." Jean lupa untuk men-charger  saat tadi di perpustakaan.

Saat dia berusaha menyalakan handphone-nya sebuah motor berhenti tepat di depannya.

Jean mundur perlahan, was-was kalau itu orang jahat yang akan menculiknya.

Tapi masa iya penculik pake motor sejenis boy anak jalanan gini?

Pengendara itu menaikkan kaca helmnya. "Woi Jean!"

Jean mengernyit, namun mendekat perlahan, lalu pengendara itu membuka helm fullface-nya.

"Loh, Tama?" Jean sedikit kaget bahwa di depannya adalah teman satu kelasnya

"Lo ngapain malem-malem disini? Daerah ini jauh dari rumah lo 'kan?" tanya Tama sambil sedikit merapihkan rambut.

"Abis belajar dari perpustakaan." Dagu Jean menunjuk perpustakaan di seberangnya. "lo sendiri kenapa disini, Tam? Daerah ini juga jauh dari rumah lo 'kan?"

Tama mengangguk. "Abis ngopi-ngopi gue sama temen."

"Udah mau kelas 12 juga, bukannya kejar nilai," ujar Jean.

"Santai lah, let it flow." Tama tersenyum. "eh lo mau ikut gue makan gak?"

Jean terdiam sebentar, dia meraba saku celananya. Sialnya dia lupa membawa uang lebih yang otomatis mebuat ia menggeleng. "Enggak deh, gue gak bawa duit. Ini aja cuman ada buat ongkos naik angkot."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Janji & MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang