More Than a Miracle

15 2 0
                                    

I would to say a big thanks and love for persons who read this story.
I've never expect that will be some persons who want to read this -amateur- story.
I'm so sorry that I always take so long time to add a new part of the story.
Once again, thank you so much 🖤
Im so sorry for all my weakness in this story

****

Shinyoung pov

Aku tidak tau, bagaimana Tuhan membuat kami berempat bisa berkumpul kembali, tertawa bersama dan menjadi sahabat karib satu sama lain.
Aku juga tidak mengerti bagaimana akhirnya aku bisa sedekat ini dengan Jimin, kedekatan antara pria dan wanita bukan lagi sebagai sahabat.

Saat itu, saat dia mengutarakan perasaannya, aku hanya menjawab setelah beberapa detik atau mungkin menit dengan fikiran kosong,

Flashback on

Dia berdiri dihadapanku, memberiku sorot mata paling teduh bahkan jauh lebih teduh dibandingkan sorot mata saat kami kanak - kanak. Disana, dimanik mata itu kentara sekali dengan ribuan kata dan perasaan yang tak bisa dia ucapkan seluruhnya padaku.

"Aku menyayangimu, seluruhnya. Kebaikanmu, kekuranganmu. Aku menyayangimu. Aku menerima setiap sudut dan sisi dirimu, Shinyoung-a. Aku tau semua ini tidak akan membuatmu percaya padaku begitu saja. Tapi tidak bisakah kau mencobanya? Kau berusaha mempercayaiku, dan aku berusaha membuatmu percaya"

Dia disana, dihadapanku, dengan suaranya yang halus tapi penuh keyakinan menyorot tepat ke manik mataku. Dan aku tersihir olehnya.

"Aku tidak tau harus menjawab apa. Jujur, entah kenapa aku merasa senang kau mengatakan hal itu Jimin-a, senang sekali. Tapi aku juga takut, aku terlalu takut untuk mempercayai perasaanmu. Kita hanya bertemu dulu ketika kecil lalu terpisah selama sepuluh tahun.

Setelah bertemu begitu banyak orang, mengalami begitu banyak kejadian, merasakan begitu banyak perasaan semuanya terasa semakin enggan untukku percayai, keinginanku untuk percaya sungguh sangat besar, jika kau percaya perasaanku sekarang membuncah, meletup - letup dengan rasa senang, tersanjung dan entah apa itu. Tapi fikiranku, akalku menarikku kedalam semua bayangan pengalamanku yang terekam dengan baik dan seolah memperingatkanku untuk tidak mudah jatuh, tidak mudah percaya. Kau orang baik, aku tau itu. Aku tau dengan pasti dan aku yakin akan hal itu.

Tapi Jimin-a, cinta bukan tentang kau orang baik atau tidak, karena orang baikpun belum tentu mampu mempertahankan dan menjaga cintanya tetap tumbuh. Aku hanya takut perasaanmu hanya sesaat karena baru melihatku setelah kau menungguku begitu lama. Aku takut itu bukan cinta, aku takut ketika aku sudah mencintaimu, mempercayaimu dan kau mulai berkata bahwa apa yang kau rasakan saat ini adalah kesalah pahaman, hanya sebuah kekeliruan.

Aku.. aku ingin kau membuktikan ucapanmu, dan dalam kurun waktu itu kita bisa mengetahui secara jauh lebih pasti perasaan apa sebenarnya yang ada didiri kita masing - masing"

Aku menjawab sambil menatap Jimin, aku tau dia tidak berbohong pada setiap kata yang keluar dari mulutnya, tapi cinta itu bukan hal kecil, aku tidak bisa mempercayakan hatiku begitu saja untuk setiap perkataannya.
Cinta tidak hanya tentang dia menyukaiku dan aku menyukainya. Ini tidak sesederhana itu. Sangat.

"Aku akan disini, selalu dengan perasaan yang semakin luas, semakin besar. Cobalah untuk melihatku"

Flashback off

Semua itu masih berputar dikepalaku.
Dan hingga saat ini sudah lebih dari dua bulan sejak kejadian itu, Jimin masih sama. Sangat baik, sangat manis, dan sangat tulus.

Sore ini, aku masih di apartementku bersama Hyeonji. Si tinggi putih bermata lancip.

Lancip? Em entahlah.. apakah aku menggunakan kata yang tepat atau tidak, matanya menukik dibagian ujung dan itu sangat menarik perhatianku.

"KYAAAA!!!! Kau menolaknya? Anida.. nae mareul- kya! Kau masih belum juga memberikan jawaban untuknya sekarang? Ani- heol kya permisi Park Shinyoung-ssi ini sudah dua bulan dan bocah itu sudah menunggumu sejak lebih dari sepuluh tahun, apa kau tidak khawatir dengannya?"

Wah.. lihatlah dia. Bahkan diapun meneriakiku. Aku tahu aku memang sedikit membuatnya menunggu lama, atau mungkin banyak?

"Mwo.. ini kan tidak sesederhana itu Hyeonji-ya, you too- well how about Jungkook?  You still not getting date with him"

"Shinyoung it's different, you know that-"

"Keluarganya menjodohkan dia? Hell! Hyeonji dengar, dia itu laki - laki dewasa dan bukan lagi bocah dengan ingus dihidung atau botol minuman yang menggantung dileher dan menunggu jemputan dari keluarga untuk pulang setiap harinya.
Dia sudah cukup dewa- bahkan sudah dewasa untuk membicarakan pilihannya terhadap keluarganya he has to have his own life-decision."

"He's on that proccess, dude!"

"Aku juga sedang dalam prosesku, Hyeonji"

"Proses apa? Bagian mana dari sisi Jimin yang masih membuatmu ragu? Berhenti merasa insecure Young-a.
Kau cantik, kau berbakat, kau punya kelebihan, kau layak untuk bahagia, kau berhak dicintai dan menerima cinta yang baik. Sudahlah, biarkan mereka merendahkanmu sesuka mereka tapi aku tidak akan mengizinkanmu merendahkan dirimu dengan rasa insecure-mu"

"Hmm, terima kasih."

Benarkah? Tapi ketakutanku kembali membawaku melihat semua kemungkinan terburuk yang mungkin aku terima dari memberikan rasa percaya dan sayang kepada seseorang. Dan aku benci itu.

Jimin's POV

"Dude! What's going on?"

Jungkook menepuk punggungku dan berdiri disampingku.

Atap kantor selalu menjadi tempat kami "bernafas".
Menatap jauh kepenjuru kota Seoul. Melihat kendaraan berlalu lalang memadati jalanan.
Melihat langit yang menjadi kanvas paling indah yang Tuhan perlihatkan kepada seluruh penduduk bumi.
Membiarkan angin merasuk menyapa seluruh bagian tubuh dan bahkan hingga kedalam diri.
Juga membiarkan terik matahari menyapa.

Disini aku dan Jungkook banyak menghabiskan waktu.
Bertukar cerita, atau hanya saling berdiam satu sama lain.

"Tidak. Hey hari ini kita bisa pulang lebih awalkan? Aku rasa urusan kantor sudah selesai, pekerjaanku sudah selesai begitupula denganmu kan? Investasimu bersama Hyeonji sudah selesai?"

"Emm.. sudah. Kita bisa berolahraga hari ini. Hyung malam ini aku akan menginap ditempatmu ya?"

"Kali ini gara - gara apa?"

Asal kalian tahu, Jungkook seringkali menginap ditempatku ketika dia sudah berbuat onar atau sedang dalam masalah.
Entah dia menganggap rumahku motel, losmen, hotel, sauna, tempat relaksasi atau konsultasi kejiwaan.

"Hehe.. aku tidak akan datang untuk makan malam dengan keluarga, kau tahu kan aku akan menolak perjodohan itu dan memperjuangkan Hyeonji"

"Memperjuangkan ya.."

"Eoh! Aku akan memperjuangkan dan mempertahankan. Seperti yang kau lakukan untuk Shinyoung sekarang.
Aku tahu tidak akan mudah, aku juga tahu mungkin aku akan bermasalah sedikit, sangat sedikit dengan keluargaku atau kantorku. Tapi aku tidak akan membiarkan sepuluh tahunku sia - sia"

"Kau sudah dewasa ternyata"

Aku menepuk pundak Jungkook dan memberikan tawa.

"Tentu saja! Aku bukan bocah lagi Hyung.
Dan Hyung salah satu yang membuatku seperti sekarang. Kita selalu berjuang bersama, entah itu pendidikan, pekerjaan bahkan sekarang wanita. Tapi aku suka, aku tidak merasa sendiri dan ini menjadi lebih bisa aku nikmati, setiap prosesnya"

"Jungkook-a ingatlah. Menumbuhkan bunga lebih sulit daripada menanam bunga"

Jungkook hanya tersenyum menanggapi kalimatku.
Dia sudah sangat faham dengab maksud dari kalimatku.

Dddrrrttt  ..
Dddrrrttt  ...

Aku meraih ponsel dari dalam saku celanaku dan mendapati namanya disana.

<masages : Shinyoung>
"Bisa kita bertemu? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Jimin-a"





To be continue ~


Kkkeeuuuttt~ mohon maaf dengan plot, alur dan cerita yang masih abu - abu 😁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Can We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang