Malam hari nya Farsya turun kebawah untuk makan malam. Ia sudah mengenakan piyama tidurnya. Dengan santai ia menuruni anak tangga seraya bersenandung, namun senyumnya seketika memudar ketika mendapati tatapan tidak mengenakkan dari Kakaknya, Fiona.
Farsya menarik kursi di samping Fiona, lalu melemparkan senyum pada Faris dan Firda.
“Kak, gimana hari pertama masuk kuliahnya? Seru kah?” tanya Farsya seraya menyendokan nasi beserta lauknya. Sedangkan Fiona, ia tidak menjawab pertanyaan dari Adiknya. Ia malah asik makan.
“Fio, Adik kamu nanya tuh ya di jawab sayang,” ujar Firda yang sudah tahu keadaan.
Entah kenapa Firda dan Faris pun tidak tahu penyebab Putri sulungnya sangat membenci Farsya, dirinya punya kepribadian berbanding terbalik dengan Farsya yang notabennya gadis ceria. Fiona selalu memberi tatapan tajam pada Farsya, tak jarang ia pun memperlakukan Farsya dengan kasar. Tapi hal itu tidak membuat Farsya benci, ia justru semakin gencar untuk mendekati Kakaknya.
“Oh sorry aku nggak denger.” jawabnya enteng membuat senyum Farsya memudar.
“Fio jangan gitu sama adik sendiri, Nak. Farsya itu adik kamu,” tegur Firda selembut mungkin. Pasalnya, Fiona memiliki sifat pemarah, mudah tersinggung, jadi siapapun harus berhati-hati jika berbicara dengan gadis ini.
Tiba-tiba Fiona menghentikan makannya, menaruh garpu dan sendok itu. Kemudian mengambil minum yang sudah disediakan.
“Mau kemana Fio? Makanan kamu belum habis,” tanya Faris ketika melihat Fiona berdiri.
“Fio udah kenyang. Mendadak gak mood aja,” jawabnya, tapi matanya malah tertuju pada Farsya yang tengah menatapnya juga.
Ucapan itu seolah sindiran untuk Farsya. Gadis itu hanya mampu mengulum senyumnya setiap kali di perlakukan seperti itu oleh Kakaknya. Ia sudah tahu betul, bahwa Kakaknya itu membencinya, sangat.
“Sya, kamu yang sabar ya? Sifat Kakak kamu memang begitu. Nggak usah di masukin kedalam hati ya?” ujar Firda seolah tahu perasaan putrinya. Membuat Farsya mengangguk seraya tersenyum manis.
“Nggakpapa kok, Ma. Santai aja Farsya udah kebal ini hahaa.” mata Farsya teralih pada Fidel yang tengah memakan ayam gorengnya. “Pin, sini suapin sama Kakak makannya mau gak?”
“Asal nanti fidel ajalin gelud lagi ya Kak?”
“Boleh,” Farsya mengangkat tubuh mungil Fidel untuk di pangkunya.
“Sya, kamu semakin hari malah cuci otaknya adik kamu sendiri. Lihat tuh adik kamu jadi bar-bar. Masa Papa baru pulang langsung di gebukin sih?” protes Faris tak terima mendapat ke bar-baran dari Fidel.
✂️✂️
Farsya membaringkan tubuhnya di atas kasur, merentangkan kedua tangannya lebar-lebar seraya menatap langit-langit kamar yang bernuansa monokrom. Semua benda yang ada di kamarnya tidak jauh dari warna abu dan hitam, itu warna favorit Farsya. Menurutnya warna monokrom itu membuat keteduhan dan ketenangan, tidak hanya itu warna hitam juga menjadi simbol seperti hidupnya sekarang, tidak ada tujuan mau seperti apa. Hal itu berbanding terbalik dengan Kakaknya yang feminim, lebih suka warna pink.
Pikirannya terus bergelut memikirkan Fiona. Ia tidak bisa terus menerus seperti ini, selalu mengalah dari Fiona. Ia selalu menerima dengan sabar apa yang di lakukan Fiona terhadapnya. Tak jarang Fiona mengerjainya dengan cara memfitnah Farsya yang tidak-tidak lalu mengadu pada Faris dan Firda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berhenti Pada Sebuah Titik
Romance(Romance-komedi) Farsya edrea dirgantara, Gue fake, gue selalu ketawa di depan banyak orang, senyum dan bercanda seolah gak ada apa-apa. Senyum gue mewakili sakit yang gue rasakan, gue butuh seseorang di samping gue buat melewati sakit yang gue ras...