Kring kring ....Kira-kira begitulah nyaring bunyimu, suara bel berbahan perak bundar yang melekat karat di tubuh besimu. Aku merindu, padamu wahai sahabat karibku. Rindu ini tak jua meluntur, meski sewindu telah berlalu.
Kau yang masih setia terduduk sendu di pojokan gudang, tak tersentuh apalagi terjamah oleh tangan keriputku. Masih membekas di memori ingatan, ketika luka-luka menghiasimu. Sebuah luka yang mencipta kata 'rusak' dalam dirimu. Dan, 'cacat' tertempel masai, lekat di tubuhku. Maaf ....
Kita yang dahulu bersama-sama. Melewati jalanan tikus bermodalkan tawa. Yang merasa bebas kala arakan angin menerpa. Yang merasa bahagia. Andai tragedi itu tak pernah terjadi. Seandainya kemalangan tiada pernah menimpa kita, mungkinkah kita masih dapat bersama?
Maaf ....
Kuelus pedalmu yang telah retak, mengusap setangmu yang bengkok lagi patah. Menyibak ban bolongmu yang hampa tanpa udara. Rantai yang serat memberat, seakan kian menambah beban deritamu. Tiupan napasku, mengusir debu nakal yang menghinggapi badan keropos termakan waktu. Kau ringan, begitu ramping—dulu.
Hari ini, aku datang. Mengetuk pintumu yang telah lama terkunci. Kini aku mengulurkan tangan, memegang kembali setangmu. Kan kubawa dirimu berjalan kembali bersamaku, aku dengan kedua kakiku, dan kau... dengan rodamu.
Kring kring ....
Ayo kita jelajahi jagat raya, membuka lembaran baru, sahabat karibku, sepeda ontelku!
22 November 2019