"Aku enggak mau."
"Kenapa?"
"Kenapa? Kenapa kamu enggak pergi aja sama cewek itu?"
"Hah? Gimana?"
Irene diam, begitu pun denganku yang bingung. Cewek itu? Siapa?
Ada lima menit kami berdiam diri tanpa bersuara. Dan aku baru tersadar siapa yang dimaksud Irene, apa mungkin gadis itu? Vanya.
"Irene, jangan salah faham."
"Salah faham gimana? Bukannya udah jelas, kan?" Aku lihat matanya memerah, apa ia marah padaku? Atau cemburu?, "Sekarang aku Tanya, tujuan kamu terima perjodohan ini apa? Kalau kamu masih ada hubungan sama cewek lain buat apa kamu terima perjodohan! Toh, laki-laki kayak kamu bisa dengan gampang dapetin cewek manapun!"
"Termasuk kamu?"
Apa yang salah dari pertanyaanku yang malah membuat gadis cantik ini makin membelalakkan matanya padaku.
"Jangan pernah hubungin aku lagi!"
Gadis itu pergi dengan kesal. Aku mencoba untuk mengejarnya. Sebanyak mungkin aku meminta maaf. Memang aku terlalu bodoh yang belum bisa mengerti dirinya, tapi aku tidak ingin perjodohan ini kandas.
Dia..
Sudah terlalu dalam menyelam ke dalam hatiku.
Tidak ada wanita lain lagi yang kuinginkan selain dirinya.
Irene terus saja menolak permintaan maafku, ia begitu marah sampai tanganku selalu ia kibaskan kala aku mencoba meraih tangan lembutnya.
Gadis ini memang sulit kuraih. Akunya saja yang salah menilai. Ternyata tidak semua wanita bisa kudapatkan. Irene yang tersulit. Aku merasa ada di puncak level ke-kasanova-an-ku. Ah! Tidak boleh berfikir seperti itu, Mino. Perjodohan ini sama sekali bukan permainan! Aku harus bersungguh-sungguh menunjukkan keseriusanku padanya.
"Irene, apa kamu cemburu?"
Pertanyaanku berhasil membuatnya menoleh. Ia mengerucutkan bibir merahnya. Terlihat imut dan menggemaskan sekali wanita ini saat sedang marah. Dan bodohnya aku malah menarik ujung bibirku dan membuat dia makin terlihat kesal.
"Kamu ngetawain aku? Kamu fikir aku bahan lelucon?"
Aku panik, "Bu, bukan! Maaf Irene, kamu marah begini malah terlihat menggemaskan."
Kudengar Irene menghela nafas.
"Biar kuberi tahu sesuatu, mau dengar?" gadis itu tak mau menjawab pertanyaanku, "kita duduk dulu di taman itu, biar kujelasin semuanya."
Syukurlah gadis ini mau kuajak bicara. Ia berjalan di depanku, aku takkan berani berjalan berdampingan dengannya saat ini. Aku mencoba menjaga perasaannya yang sedang tidak baik.
Aku mulai menceritakan apa yang membuat Irene cemburu seperti ini saat kami sudah duduk di salah satu bangku taman yang tak jauh dari kampusnya. Kuceritakan tentang Vanya dan masa laluku yang kelam, entah ia bisa menerimanya atau tidak. Setidaknya aku berusaha jujur dan berkata ingin berubah, merubah segala kelakuan burukku di masa lalu dengan wanita-wanita bayaran.
Irene terlihat kecewa, aku merasa menyesal telah menceritakan hubunganku dengan Vanya yang hanya sebatas Friend With Benefit. Vanya yang kesulitan ekonomi, dan aku yang membantu kesulitannya dengan bayaran tubuhnya. Bajingan memang, kuakui. Entah apa yang gadis itu fikirkan tentangku, aku malu aku takut. Takut ia menjauhiku karena ini. Meski sebenarnya aku tak boleh memaksakan hatinya, namun rasanya aku ingin egois untuk kali ini saja. Aku ingin Irene menerima pertaubatan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Pain
FanfictionPerceraian yang mereka sepakati terancam batal karena kesalahan yang tak sengaja mereka perbuat. Akankah ini menjadi penyesalan yang indah? Mari kita baca kisah dalam dua sudut antara Irene sama Mino ini, ya^^