Senin, 11 Mei 2015
Hari ini aku hanya ada satu kelas. Mata kuliah Ibu Dewi juga tak lama, sehingga aku bisa menunggu Joanna dan Windi di taman kampus. Sendiri. Sudah terbiasa aku menunggu mereka berdua sendiri di taman sambil meminum yogurt yang sempat kubeli di kantin dan membaca buku, kali ini buku yang kubaca tentang mempelajari psikologis seseorang. Aku suka bacaan seperti ini, apalagi bacaan yang mengandung motivasi. Kalau aku sudah baca bacaan berat seperti ini Joanna akan mengomel.
"Ini kak Irene, ya?"
Aku menoleh, rupanya adik tingkat yang tiba-tiba duduk di sampingku. Aku tersenyum seramah mungkin.
"Kak aku cuma mau kasih ini," laki-laki itu menyerahkan sebatang cokelat goldking padaku, aku menerimanya dengan ragu, "jangan ditolak ya kak coklatnya."
Aku tersenyum menerimanya, "makasih."
"Dah ya, kak."
Laki-laki bertubuh kecil itu berjalan meninggalkanku. Aku tak kenal anak itu. Kubuka bungkus coklatnya, ternyata ada secarik kertas yang terselip di bungkusannya. Kuambil dan kubaca.
Hai kak Irene, aku sudah lama perhatiin kakak, kakak ini cantik sekali, Mama aku juga bilang kak Irene cantik, 0878xxxxxxxx ini nomorku kak, kalo berkenan kita bisa berteman, siapa tahu kakak bisa demen, kan?
Senyum.
Kekanakan sekali untuk ukuran seorang mahasiswa. Apa dengan begini aku mudah dibujuk?
"Tumben lo makan coklat?" Joanna merebut coklat yang aku pegang.
Sementara Windi merebut secarik kertas tadi, "ew menggelikan sekali."
"Apa? Apa?" Joanna menarik kertas itu dari tangan Windi, "enak ya jadi lo dapet coklat sama bunga mulu, gue yang punya pacar aja boro-boro, pulsa aja enggak ada."
"Itu mah nasib lo!"
Aku tertawa.
"Mau kemana hari ini?" aku bangkit dan menggandeng keduanya dengan dua tanganku.
"Emang lo libur?"
"Iya, hari ini gue libur, so gue punya banyak waktu buat kalian!"
Aku berdiri memeluk kedua sahabatku. Kasihan mereka selalu terabaikan olehku yang sibuk ini.
Karena keadaan ekonomi keluargaku yang sedang tidak baik, Papa cuma memgandalkan uang pensiun yang lebih sering dipakai untuk berobat, Mama hanya ibu rumah tangga biasa, aku tahu diri kalau ingin kuliah aku pun harus cari uang. Biasanya aku hanya libur hari Sabtu dan Minggu saja, tapi karena hari ini sedang ada acara untuk divisi yang lain, aku terpaksa diliburkan.
Kami bertiga berjalan beriringan, Joanna terus bercerita tentang Mr. Jodie yang sering melucu saat di kelas, lucunya Joanna hafal dengan segala gerak-gerik pria paruh baya yang biasa kami sebut Mr. Pooh.
"Lo ini emang ya fans fanatiknya Mr. pooh," Windi tidak berhenti tertawa melihat tingkah Joanna.
Langkah kami ringan tanpa beban, canda kami mengudara bersamaan tawa yang tidak berhenti. Namun seketika pandanganku kaku saat secara tak sengaja menghadap ke depan, melihat siapa yang ada di depan gerbang kampus. Mobil yang kemarin mengantarku dari rumah ke Jakarta. Dan pria yang berdiri tegap di depan mobil itu, Mino.
Benar, ini Mino yang...
Dijodohkan denganku.
Bahkan dia tidak menghubungiku terlebih dahulu. Aku lupa, sedari tadi aku tidak mengaktifkan ponsel.
Dengan terburu-buru aku meraih ponsel yang kusimpan di tas, benar saja ada pesan yang ia kirimkan padaku, juga satu kali panggilan tak terjawab darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Pain
FanfictionPerceraian yang mereka sepakati terancam batal karena kesalahan yang tak sengaja mereka perbuat. Akankah ini menjadi penyesalan yang indah? Mari kita baca kisah dalam dua sudut antara Irene sama Mino ini, ya^^